Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Ketika Semak Duri Menjadi Raja

30 Mei 2014   15:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:57 14 0
Sebuah refleksi tentang sikap politik di alam demokrasi menjelang pemilu Presiden dan wakil Presiden.

Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Indonesia telah menjadi sebuah negara demokrasi bersamaan dengan tumbangnya resim Orde Baru. Pada saat yang bersamaan, duniapun bukan saja hanya mengetahui tetapi juga mengakui bahwa ini adalah merupakan suatu prestasi besar yang ditorehkan dalam sejarah bangsa Indonesia.

Namun apa yang dialami oleh bangsa kita saat ini, yakni terutama tentang suasana politik menjelang Pemilu yang tinggal menghitung hari. Banyak sekali hal-hal ataupun kejadian-kejadian yang sulit untuk bisa dicerna akal sehat. Bagaimana mungkin. Secara resmi telah ditetapkan bahwa kampanye baru akan dimulai pada tanggal 4 juni 2014, akan tetapi apa yang terjadi sekarang ini.


Sejak pengumuman hasil pemilu legislatif beberapa waktu yang lalu kalau boleh dikatakan bahwa secara tidak langsung, kampanye pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sesungguhnya telah dimulai yakni ditandai dengan adanya orasi-orasi yang disiarkan secara terbuka ataupun langsung melalui berbagai media elektronik, yang walaupun dikatakan bahwa semua itu dilakukan dalam konteks yang berbeda, namun lebih kurang intinya adalah sama. Adanya kampanye ataupun propaganda-propaganda yang dilakukan melalui masmedia, dimana saling menyerang antar kedua kubu. Belum lagi ditambah dengan maraknyablack
campaignyang saling menyudutkan.

Ironisnya lagi sampai dengan detik ini tidak seorangpun di negeri ini yang berani mengingatkan bahwa belum waktunya untuk memulai kampanye. Lalu apa artinya penetapan tanggal 4 Juni 2014 sebagai tanggal dimulainya kampanye?


Kondisi ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang. Beginikah wujudnya demokrasi yang kita perjuangkan selama ini?


Ada sebuah kisah dalam kitab Hakim Hakim tentang pemilihan raja bagi Sikhem, mengingat raja Yerubaal telah lanjut usianya. Dikisahkan bahwa raja Yerubaal lebih kurang memiliki 70 orang anak dari istri istrinya yang dinikahi secara syah dan seorang anak bernama Abimelekh dari selirnya. Secara diam diam Abimelekh ingin mewujudkan niatnya menjadi raja menggantikan ayahnya Yerubaal, walaupun ia menyadari bahwa ia hanya anak seorang selir.


Abimelekh bukan saja menempuh cara-cara yang tidak bermoral yakni berlaku curang dengan memprovokasi rakyat untuk mendukungnya menjadi raja, akan tetapi dia juga tega membunuh ke 70 orang saudaranya yang lebih pantas menggantikan ayah mereka. Setelah ia melaksanakan niatnya yang keji itu, maka penduduk Sikhem secara aklamasi menetapkan Abimelekh sebagai raja Sikhem menggantikan Yerubaal ayahnya.


Pada saat pengukuhan Abimelekh sebagai raja Sikhem, ia berkisah tentang pohon pohon dihutan, dimana suatu ketika mereka mencoba mengangkat raja diantara mereka. Secara berurutan ditawarkanlah jabatan raja kepada pohon Zaitun, kemudian pohon ara lalu berikutnya kepada pohon anggur. Namun semuanya menolak dengan alasan masing masing, yang pada intinya tidak bersedia menerima tanggung jawab menjadi raja diantara pohon-pohon di hutan. Setelah itu para pohon bersepakat untuk meminta kesediaan Semak duri. Lalu mereka berkata kepadanya: Marilah, jadilah raja atas kami. Diluar dugaan mereka, Semak duri menunjukan sikap yang sangat responsif, yakni dengan segera memberikan jawaban. Jika kamu semua sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, dalanglah berlindung dibawah naunganku. Tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semakduri dan membakar habis pohon pohon aras yang ada di gunung Libanon.


Suatu jawaban kesanggupan namun sekaligus diikuti dengan tekanan yang menunjukan bagaimana kekuasaan yang pada akhirnya menuntut adanya kepatutan mutlak. Kekuasaan lalu menggoda pemiliknya untuk memuaskan keinginan pribadi dan dominasinya.


Merujuk pada kisah raja Abimelekh tersebut diatas, kiranya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa apa yang dilakukan Abimelekh untuk menggapai cita citanya menjadi raja Zikhem, lebih kurang hampir sama ataupun mirip dengan semua yang kita saksikan akhir akhir ini, yakni menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Disinilah yang menjadi sangat penting bagi kita utntuk menyikapi semuanya, sehingga siapapun yang pada akhirnya diposisikan pada posisi tersebut, adalah merupakan hasil dari sebuah proses panjang yang penuh dengan rasa tanggung jawab.


Bila perlu pada saat kampanye secara resmi dimulai, masyarakat harus diberi pencerahan, bahwa pilihan untuk tidak memilih alias Golput, bukanlah pilihan yang bertanggung jawab, bahkan bisa dikatakan bahwa itu merupakan pilihan melarikan diri dari tanggung jawab.


Pada era demokrasi seperti sekarang ini, para pemimpin maupun politisi kita sudah sepantasnya memberikan contoh contoh yang baik dan benar, yang dapat dijadikan sebagai pendidikan politik bagi rakyat. Karena kesempatan seperti inilah yang diharapkan bisa digunakan untuk belajar, sambil menyatakan aspirasi politik bagi setiap anggota masyarakat secara bertanggung jawab.

Rasanya sudah waktunya agar kita tidak mempunyai pilihan lain, yakni untuk tidak menggunakan hak pilih kita, bila saja tidak adanya praktek-praktek kecurangan yang mendominasi, maupun gaya politik yang hanya mengutamakan kepentingan kelompok maupun golongan tertentu.


Tanpa disadari, hal hal semacam ini dapat mengurangi semangat nasionalisme kita, yang pada akhirnya bisa berujung pada Golput alias tidak menggunakan hak pilih kita. Pelaksanaan demokrasi kita yang didominasi oleh banyaknya penyimpangan, setidak tidaknya terdapat dua hal yang sangat menonjol yakni:


1.Adanya ketidak puasan dengan pelaksanaannya.

2.Adanya kepentingan kepentingan tersembunyi dibalik semua itu.

Sementara disisi lain, negeri ini sedang dilanda suatu budaya baru yang tidak kalah bahayanya dengan terorisme, yakni yang namanya Korupsi. Sudah menjadi rahasia umum, dimana semenjak era reformasi digulirkan, korupsi tumbuh dengan begitu suburnya dan seakan-akan sampai dengan saat ini belum ditemukannya cara cara yang tepat untuk memberantasnya. Kondisi ini jugalah yang membuat semakin banyak orang tergoda untuk melakukannya, mumpung hukuman yang ditimpakan masih tergolong ringan. Hal ini mendorong orang untuk terus melakukan korupsi, bahkan akhir-akhir ini terlihat dilakukan secara berkelompok atau beramai ramai.


Disamping itu pula seringkali dapat terlihat dengan jelas dimana para pemimpin ataupun calon pemimpin kita tidak pernah merasa bersalah, ketika mereka melakukan suatu pelanggaran. Mereka sama sekali tidak pernah merasa risih, bersalah, ataupun merasa malu, walaupun mereka menyadari bahwa mereka menjadi pusat perhatian, tontonan bahkan menjadi panutan masyarakat.


Dengan memperhatikan semua ini, maka pilihan untuk menjadi Golput bukanlah hanya menjadi pilihan yang tidak pertanggung jawab, tetapi akan membuat kita semakin menjauh dalam keterlibatan serta perhatian kita kepada negeri ini. Kita akan menjadi tidak berarti apa apa, tidak berarti bagi siapa siapa, bahkan keberadaan kita menjadi tidak jelas.

Karena itu, gunakanlah hak pilih kita, tentukanlah sikap kita dan telitilah terhadap pilihan yang ada.
Gunakanlah hati nurani kita dengan baik dan percayalah bahwa pilihan kita turut menentukan kehidupan bangsa kita kedepan.



Bukalah mata hati kita dan simaklah dengan cermat semua yang bisa kita dapatkan sebagai informasi yang dapat kita pergunakan dalam proses pemberian suara kita.


Dengan memanfaatkan kesempatan untuk memilih, kita paling tidak telah menunjukan rasa tanggung jawab kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ingatlah, jangan kita biarkan semak duri menjadi raja, karena dibawah naungannya kita tidak akan mendapatkan kenyamanan dan ketenteraman.
Semak duri hanyalah akan melukai dan menghimpit setiap kita yang berada dibawah naungannya.


Walaupun waktunya lebih kurang masih sebulan lagi, namun tidak ada salahnya saya mengucapkan :
Selamat memilih !


Katakan tidak pada Golput !

Semoga Tuhan memberkati !

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun