Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Artikel Utama

Harry Van Yogya melawat Jakarta

24 Mei 2011   00:48 Diperbarui: 21 Juni 2017   19:53 1075 7

Tulisan ini adalah lanjutan dari cerita ‘petualangan’ Harry Van Yogya yang melawat Jakarta,  di link

http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2011/05/15/harry-van-yogya-coming-to-jakarta/


Apa yang bisa kita pahami dari sosok Harry van Yogya? Ia adalah sosok tukang becak yang biasa-biasa saja. Ia bukan manusia instan yang mendadak tenar karena fasilitas You tube atau social media. Harry telah memulai sebuah proses menjadi manusia yang belajar terhadap keberadaan teknologi internet sejak belasan tahun yang lalu! Dimulai dari perkenalannya pertama dengan seorang turis dari Belanda yang mengajarinya membuka email dan mengenalkan halaman-halaman HTML di awal teknologi internet diperkenalkan di Indonesia. Harry mencoba menyerapnya menjadi pelajaran menarik bagi dirinya pribadi dan membagikan pengetahuannya kepada tukang-tukang becak lainnya di seputaran wilayah prawirotaman-malioboro, Yogyakarta.

Sebagai seorang tukang becak, Harry mempunyai prinsip kukuh untuk mengembangkan dunia “ ‘perbecakan’ dan pariwisata Yogykarta secara simultan. Ia berusaha mengkampanyekan citra becak Yogya yang bersih dan menyenangkan. Salah satu cita-citanya terwujud dengan menuliskan sebuah buku s yang berjudul ‘The Becak Way’. Ini buku yang sangat sederhana, jangan dibandingkan dengan ‘The Toyota Way’ atau buku karangan Bill Gates ‘The Bill Gates Way’. Ini buku pemikiran paling praktis dan realistis terhadap kondisi becak dan Yogya terkini. Ini buku tentang motivasi hidup yang dipelajari dari kehidupan Harry sebagai penarik becak unik di Yogyakarta.

.


“Banyak para turis dari luar membawa buku panduan tentang pariwisata Indonesia, Yogyakarta khususnya, dengan informasi yang ketinggalan jaman. Mereka masih saja membawa informasi tentang Yogya yang dituliskan sejak tahun 90-an. Padahal, jaman sudah berubah,” tutur Harry dalam sebuah bab di bukunya. “ Kondisi ini mengakibatkan adanya berbagai kesalahan informasi. Sementara, di Yogya, tukang Becak sering berposisi sebagai wakil dari informasi pariwisata yang pertama berinteraksi langsung dengan para wisatawan.”

Maka, ketika keinginan Harry untuk sekedar menyumbangkan ide atau wacana tentang Yogya lewat bukunya yang berjudul ‘The Becak Way’, seolah menjadi jawaban terhadap dunia pariwisata Yogya lewat sektor informal.

“Saya merasa, kami tukang becak di Yogya, bertanggung jawab penuh terhadap tingkat kunjungan wisatawan di Yogya. Jika kami bisa berlaku baik dan memberikan pelayanan jasa transportasi maupun guide,maka dunia pariwisata Yogya akan lebih berkembang.”

Pendapat Harry di atas menyikapi banyaknya tudingan wisatawan terhadap kondisi becak di Yogyakarta yang dianggap sering mempermainkan penumpang dengan seolah memaksa para penggunanya untuk datang ke tempat lokasi penjualan makanan maupun tekstil/batik. Memang, kita masih sering melihat betapa tukang becak di Yogya sering berebut penumpang dan membujuk rayu agar mau singgah ke tempat-tempat makan/belanja yang memberikan komisi/tip bagi tukang Becak yang mau mempromosikan sekaligus mengantarkan calon pembelinya.

“Kondisi ini tidak baik. Para penumpang sering protes ke tukang becak. Sementara Tukang becak yang melakukan hal tersebut, berharap mendapatkan komisi dan tip dari toko-toko tempat berbelanja. Saya mencoba menghindari hal tersebut dan memberikan kepada penumpang kenyamanan untuk memilih dan tidak menjerumuskan mereka untuk terpaksa membeli sesuatu yang bukan keinginan mereka.” Terang Harry panjang lebar ketika ditanyakan pendapatnya tentang perilaku tukang becak yang sebagian melakukan hal-hal yang disebut di atas.

Wacana yang didapat dari Harry ini tertuliskan dalam kalimat-kalimat sederhana yang ada di dalam buku tersebut. Bahkan yang menarik, buku tersebut telah dibahas oleh stasiun televisi TVONE di acara Apakabar Indonesia Pagi pada 15 Mei 2011. Diikuti dengan penayangan acara Hitam Putih Trans 7 yang disiarkan pada 20 Mei 2011.Namun, cerita dibalik layar tentang kisah Harry van Yogya mengisi acara Hitam Putih di Trans 7 adalah cerita menarik, mari kita simak.

Di balik Layar : Hitam Putih Trans 7 “The Becak Way”

Selesai acara syuting di TVONE pada tanggal 14 Mei 2011, Harry dan Saya bergegas pulang ke Yogyakarta pulang dengan naik kereta lewat stasiun Senen. Malangnya, saya kecopetan dompet yang berisikan surat-surat KTP, SIM, STNK dan ATM. Kehilangan ATM bagi saya adalah hal yang sangat parah dan menyulitkan saya. Ditengah kepanikan di atas kereta, kami berdua mendapatkan konfirmasi dari pihak Trans 7 bahwa Harry diundang untuk mengisi acara Hitam Putih yang akan diselenggarakan proses rekaman studionya pada hari selasa, 18 Mei 2011. Paling tidak, berita tersebut sedikit menghibur hati kami untuk bisa berkunjung lagi ke Jakarta dan menyiarkan buku ‘The Becak Way’ lewat televisi. Waktu libur selama 2 hari, hari minggu dan senin, kami gunakan untuk berembuk membuat rencana kembali ke Jakarta untuk syuting di Trans 7.

Masalah mulai muncul, ternyata untuk pergi kembali ke Jakarta, kami kesulitan tiket dan transportasi menuju ke sana. Tanggal 18 Mei kebetulan adalah hari raya waisak dan sejak hari sabtu sebelumnya, diumumkan sebagai hari libur ‘long weekend’ yang membuat harga-harga tiket melambung tinggi. Nah, apesnya, saya tidak bisa menarik uang saya di ATM, karena kartu ATM saya hilangkarena kecopetan. Otomatis, saya hanya bisa berharap, dengan uang seadanya saya bisa membeli tiket kereta api yang kami jadwalkan berangkat pada 17 Mei 2011.

Problem baru muncul, ternyata tiket kereta api habis dipesan oleh para wisatawan yang kelak akan pulang kembali ke Jakarta setelah habis masa libur. Dan kalaupun bisa berangkat, harga tiket kereta api membumbung gila-gilaan. Kami mencoba mencek harga tiket pesawat, waduh, harga tiket pesawat juga melambung tinggi. Maka pusinglah kami berdua dengan masalah runyam ini. Senin malam, saya terpaksa membuat status di facebook, bahwa kami berdua tidak bisa berangkat ke Jakarta karena masalah teknis dan kalaupun kami bisa berangkat besok pagi, mau tidak mau harus menggunakan tiket pesawat. Dan, hingga subuh, kami belum dapat kepastian mendapatkan tiket untuk terbang ke jakarta!!!

Selasa pagi jam 10.00. Ditengah rasa bingung dan kesal, tiba-tiba sebuah konfirmasi tiket pesawat sudah bisa diambil dan kami berdua siap terbang ke Jakarta! Ajaib! Tiba-tiba kesulitan kami selesai dengan begitu mudahnya. Kami berdua tetap bisa terbang ke Jakarta mengikuti syuting di Trans 7. Dan pada jam 13.00, kami berangkat menuju Jakarta lewat bandara Adi Sucipto Yogyakarta.

Alhamdulillah....

Sampai di Jakarta, kami masuk ke hotel Maharani bersama pengisi acara lainnya yaitu dari grup Klanthing. Harry tampak deg-degan, baru kali ini dia diundang untuk acara variety talkshow yang dibawakan oleh Deddy Cobuzier. Saya hanya meminta kepada Harry untuk tetap tenang dan selalu membawakan pesan tentang Yogyakarta Istimewa kepada hadirin dan pemirsa. Bagaimanapun juga, sebagai penduduk kota Yogyakarta, kami berdua selalu bangga dan menjadi kewajiban bagi kami berdua untuk menyuarakan segala sesuatu tentang Yogyakarta secara baik dan proposional.

.


Tibalah waktu syuting. Kami kedatangan sahabat dari Jakarta, namanya Mbak Esti Rahayu. Dia ini yang menjadi tamu waktu syuting Apakabar Indonesia TVONE pada 15 Mei 2011.Saya berikan dia kaos bertuliskan “Republik Mataram” sebagai seragam kami bertiga. Harrypun memakai kaos yang sama yang memberikan ciri bahwa kami adalah ‘wakil-wakil’ kota Yogyakarta yang berusaha menyapa Indonesia lewat televisi. Cieee....

Syuting Hitam Putih Trans 7

Syuting pun berjalan. Babak pertama menampilkan kelompok Klanthing yang merupakan kelompok musisi dari Surabaya yang memenangkan acara Indonesia Mencari Bakat Trans TV. Suasana dari awal syuting sangat meriah dan full humor. Deddy Cobuzier bertindak sebagai pembawa acara yang baik dan sangat interaktif dengan bintang tamunya. Sesekali ia mencandai Budi, salah satu personil Klanthing dengan pertanyaan-pertanyaan menyindir dan dijawab oleh Budi dengan keluguan dirinya yang memandang sesuatu dengan sederhana dan tidak ada masalah sama sekali. Saya mencoba mengambil posisi duduk mendekati panggung, sehingga bisa mengabadikan beberapa foto dari jarak dekat.



Babak berikutnya, Harry van Yogya diberikan kesempatan untuk muncul. Yang menarik, Deddy Cobuzier segera memberikan apresiasi dengan sangat menyentuh tentang buku ‘The Becak Way’yang diceritakannya kepada penonton di studio :

Deddy Cobuzier

“...Mungkin anda tidak tahu, ini adalah buku yang dibuat Pak Harry. Pak Harry adalah tukang becak,kalau anda ingin memesan becak, bisa lewat telepon, twitter dan facebook. Sehari-harinya, sambil menunggu di becak, dia menggunakan laptopnya untuk mengisi twitter dan facebooknya.”

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun