Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Artikel Utama

Dibalik Layar: [Harry Van Yogya Menulis Buku The Becak Way]

11 Mei 2011   21:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:49 1788 4

.

Saat saya memulai catatan ini, jam menunjukkan pukul 3:55, 2 jam sebelum saya harus bersiap berangkat menuju Jakarta via Bandara Adisucipto Jogja. Saya sengaja menulis catatan kecil ini untuk memberikan semangat dan apresiasi terhadap rekan dan sahabat saya, Harry Van Yogya, seorang tukang becak di wilayah kerja Prawirotaman Jogjakarta. Harry sebenarnya kawan baru saya. Baru sekitar satu tahun saya berkenalan dengan beliau. Awalnya, saya tertarik untuk mewawancarai Harry dan ingin membuatkan sebuah program acara atau liputan televisi tentang pekerjaan dia sebagai seorang tukang becak.

.

Tentu saja, pada saat Harry saya temui pertama kali, dia sudah cukup terkenal di wilayah Jogja. Kalau Anda mengakses You Tube dan mengetikkan kalimat “Harry Van Yogya” anda akan menemukan video liputan tentang Harry yang dibuat SCTV. Nah, saya ingin memotret Harry dari sisi lain. Setelah ngobrol berhari-hari, saya mengambil kesimpulan bahwa Harry mempunyai hobi menulis. Terlepas dari kemampuan dia yang unik, bisa menggunakan 2 bahasa asing, Inggris dan Belanda, menguasai jaringan internet dan seseorang yang cukup aktif di jejaring sosial.

.

“Saya ingin menulis buku. Tetapi, mana ada penerbit yang mau dengan saya yang hanya tukang becak?” cetus Harry suatu saat di sela-sela ngobrol di angkringan Jogja. Saya tersenyum dengan cita-cita Harry, saya lalu berjanji pada beliau untuk membantunya mengenalkan pada penerbit dan menjadikannya seorang penulis buku.

.

Proses persahabatan kami dilanjutkan dengan malam-malam panjang di Jogja. Kami biasa ngobrol dan berdiskusi setelah Harry istirahat kerja. Saya tahu, tidak mungkin mengajak Harry untuk selalu intens memfokuskan diri untuk menulis buku. Dia adalah seorang tukang becak apa adanya. Dan hidup dengan kerja keras, membanting tulang hingga rasa lelah dengan cucuran keringat tanpa henti adalah penampilannya setiap hari.

.

.

“Saya harus berjuang membesarkan 3 anak saya. Sudah sepuluh tahun saya jadi tukang becak. Saya ingin mengubah nasib, saya ingin menjadi penulis,” janji Harry di bulan Agustus 2010. Saya lalu terpacu untuk membantu beliau mewujudkan keinginannya menulis sebuah buku. Pada bulan yang sama, Harry saya ajak untuk memberikan kuliah umum bagi mahasiswa baru di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kebetulan, saya diberikan kesempatan memberikan materi tentang Fakultas Ilmu Komunikasi UMY dan segala hal yang berkaitan dengan kreatifitas dan kuliah. Harry sengaja saya undang jadi pembicara utama agar bisa membukakan mata para mahasiswa baru FIKOM UMY, betapa ilmu komunikasi adalah hal yang paling penting dengan menggabungkan teknologi jejaring yang sudah ada.

.

Kehadiran Harry Van Yogya di acara tersebut mengagetkan banyak pihak. Siapa sangka, seorang Tukang Becak bisa berdiri di depan mimbar kuliah umum dan menceritakan tentang kebisaannya-pengalamannya menggunakan jejaring sosial untuk meningkatkan penghasilan sebagai seorang tukang becak. Harry adalah sosok tukang becak yang cerdas, betapa ia berhasil menggaet begitu banyak penumpang turis asing dan membuatnya menjadi pelanggan yang selalu berkomunikasi dengannya lewat facebook, twitter dan email.

.

Langkah berikutnya, saya mengajak Harry berkenalan dengan Bambang Trim, General Manager buku umum di penerbit Tiga Serangkai. Saya sampaikan ke Pak Bambang, bahwa rekan saya, Harry Van Yogya, ingin sekali menulis buku dan diterbitkan Tiga Serangkai.

.

Gayung bersambut! Tiba-tiba saja semua menjadi dimudahkan dan dilancarkan. Maka, sejak Nopember 2010, Harry mulai berjibaku dengan proses penulisan buku pertamanya. Saya minta Harry menjadi penulis untuk buku tersebut, karena dia yang paling mengerti tentang ide dan dirinya sendiri. Sesekali saya bertemu dengan dia, disela kesibukannya sebagai Tukang Becak. Mencoba memberikan semangat, bahwa buku dia harus terbit di 2011!

.

.

Di 2011, kebetulan saya menerbitkan buku saya lebih dulu dengan judul Srimulat : Aneh yang Lucu bersama Metagraf-Tigaserangkai dan XL Baca. Harry terpacu semangatnya untuk segera menyelesaikan bukunya. Saya sengaja tidak ingin mengganggu dia dengan wacana tulis ala saya. Saya ingin sekali mendapatkan sebuah keaslian buah pikirnya yang ditulis di antara cucuran keringat dan kewajibannya menulis naskah. Dalam malam-malam yang panjang, saya selalu membatin, semoga Harry bisa menyelesaikan buku, semoga Allah memberikan energi tambahan agar dia bisa menjadi seorang penulis, sejatinya.

.

Dan...

.

Maka, pagi ini, saya sedang bersiap untuk menyusul Harry Van Yogya yang sudah sampai di Jakarta subuh pagi tadi. Kami berdua akan menghadiri sebuah acara di Goethe Institute. Sebuah perhelatan yang akan menyambut Harry dengan pemutaran film dokumenter jejaring sosial berjudul linimas(s)a. Harry kebetulan menjadi salah satu pemeran utama di film tersebut. Tapi yang lebih penting, hari ini, 12 Mei 2011, Jam 19.00 nanti malam, buku yang ditulis Harry Van Yogya berjudul “The Becak Way” akan diperkenalkan pertama kali ke khalayak umum.

.

Sebuah buku sederhana yang menceritakan perjuangan Harry dan Becaknya dalam menyikapi hidup. Sebuah buku yang membuka tabir, betapa luasnya penggunaan jejaring sosial dan teknologi agar bisa berguna membantu siapa saja mendapatkan teman, jejaring, persahabatan, cinta dan pekerjaan. Harry telah membuktikannya di level paling sederhana, pada tingkatan yang mungkin di antara kita yang tidak pernah atau jarang bersentuhan dengan becak atau para pekerja keras di atas jalan raya, adalah sesuatu yang remeh atas nama arogansi kita sendiri. Harry membukakan mata saya secara pribadi, bahwa ia telah membuktikan menjadi manusia yang paling sederhana. Lewat status-status di Facebook dan jejaring sosial lainnya. Lewat komentar dan pengakuan paling lugu yang pernah saya lihat dan saya dengar. Betapa kehidupan tukang becak yang setiap kali mendapatkan penumpang, adalah tragic commedy untuk kita.Betapa rasa syukur yang selalu ditulis lewat kotak-kotak status di facebook menyadarkan saya pribadi. Bahwa Harry telah menjalani pedih perihnya kehidupan jauh lebih berat dibandingkan segala yang sudah saya alami dan ia selalu tetap bersemangat. Harry mencoba menuliskan sebuah semangat kecil, lewat buku yang ia tulis, ia sedang mencoba menyapa siapa saja untuk selalu memberi perhatian terhadap Jogja. Lewat becak, kejujuran, kesederhanaan dan jejaring sosial. Lewat menulis dan semangat untuk berbuat yang lebih baik.

.

Terimakasih Harry, terimakasih telah memberikan saya banyak pelajaran. Selamat menjadi penulis, sejatinya.

.

Salam

.

Sony Set

.

Penulis Sony Set. Telah meluncurkan buku Srimulat : Aneh yg Lucu pada 8 Maret 2011. Saat ini sedang berjuang menyelesaikan buku Srimulat 2 : Era Televisi dan Srimulat 3 : Next Generation

.

harry van yogya adalah seorang kompasianer. Anda bisa menemuinya di http://www.kompasiana.com/harry.van.yogya

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun