“Berkurang sih berkurang, mas. Tapi, nantinya sama saja. Pasti bakal macet juga jalan tol ini, apalagi waktu sekitar Lebaran,” jawab petugas itu.
Pernyataan bapak petugas itu cukup mengejutkan. Namun, setelah saya pikir-pikir lagi, kok ada benarnya juga. Setelah merenung sejenak, “Ya betul!”
Memang, kelihatannya jawaban Bapak itu sangat skeptis, atau bahkan pesimis. Apalagi, di balik eforia masyarakat menyambut jalan tol terpanjang dan termahal di Indonesia ini, rasanya sikap Bapak itu melemahkan semangat. Bukankah, tol Cipali ini diklaim dapat mengurai kepadatan jalur Pantura hingga 60%? Bukankah, tol Cipali ini dapat memperpendek waktu tempuh dari/ke ujung Barat pulau Jawa? Bukankah, tol Cipali ini akan menekan biaya perjalanan, sehingga harapannya mengurangi biaya transportasi dan sekaligus menambah daya saing? Ah, semua itu tidak salah. Tetapi, yang Bapak Petugas itu utarakan, juga tidak salah. Kenyataannya, pada masa Lebaran kemarin, tol Cipali tetap padat, dan masih terjadi kemacetan di beberapa titik. Hal ini berarti ada masalah yang lebih mendasar yang perlu kita pecahkan. Beberapa pertanyaan di bawah ini membantu kita mengidentifikasi masalah tersebut.