Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ada Enam Pocong di Kamarku

23 Desember 2011   17:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:50 321 0
Kami berjalan bertiga memasuki hotel itu, tepatnya penginapan. Bentuk bangunannya seperti ruko(rumah toko) yang kemudian di modifikasi sedemikian rupa hingga menjadi tempat menginap. Pak Didi dan Pak Udin menemani aku hingga di depan resepsionis. Pak Didi lah yang memesan kamar, karena sebagai tuan rumah di kota itu. Setelah bertanya ini itu, akhirnya diserahkanlah sebuah kunci kamar. Dengan ramah Mas resepsionis itu mengulurkan tangan memberikan kunci itu.  Memang demikian sepatutnya, sebagai servis kepada setiap tamu yang hendak menginap, termasuk kepada kami bertiga. Tapi aku merasakan senyum Mas resepsionis itu agak berlebihan, seperti senyum karena melihat sesuatu yang lucu, mendekati tertawa. Dia tersenyum sambil matanya menatap ke arahku, seolah-olah mencari sesuatu, ya...mencari responku. Sekilas memang agak aneh, tapi persepsi akan keanehan itu kutepis saja.

"Makasih, Mas", jawabku sambil kuraih kunci kamar itu dan melangkah ke arah yang ditunjukkan.

Tapi kemudian aku berbalik arah, kembali menemui kedua temanku tadi. Pak Didi dan Pak Udin sedang bercakap-cakap di dekat pintu masuk.

"Pak, ayo kita ke kamar dulu, ceritanya disambung di kamar aja", ajakku kepada kedua orang temanku itu.

"Makasih,Pak!, saya langsung aja. Sudah malam, istri saya di rumah sendirian". Pak Udin menolak ajakkanku sekalian minta pamit.

"Ya udah kalo gitu,Pak. Wah, terimakasih sudah diantar kesini Pak Udin. Maaf sudah merepotkan, salam sama ibu dirumah ya".

"Ah, gak papa, mari,Pak!", Pak Udin pamit dan langsung meninggalkan kami berdua.

"Pak Didi, mau nginap juga khan?, ayo Pak kita ke kamar", Ajakku.

"E..e...saya gak jadi aja, Pak. Biarlah saya nginap di rumah saja. Besok, pagi-pagi saya harus ngantar anak ke sekolah, Pak". Pak Didi juga ikut-ikutan nolak ajakanku.

Setelah ngobrol sebentar, maka Pak Didi juga minta permisi untuk pulang. Memang waktu sudah menunjukkan tengah malam, pukul 24.30. Setelah mengantar kepergian Pak Didi pulang, akupun masuk kembali dan langsung menuju kamar yang ditunjukkan oleh Mas resepsionis tadi. Ketika aku berjalan menuju kamar, aku melewati meja resepsionis dan aku melihat Mas resepsionis itu masih berdiri di situ. Sekali lagi aku menegurnya dan permisi untuk masuk ke kamar. Mas resepsionis itu mengiyakan dan sambil tersenyum. Tapi...senyumnya seperti senyum yang tadi. Senyum karena melihat sesuatu yang lucu, senyum yang agak tertawa."Ah...sudahlah!, lebih baik aku langsung masuk kamar dan mandi", pikirku. Memang malam itu udaranya serasa panas, dan mandi adalah jalan terbaik untuk menghilangkannya. Tidur dengan kondisi setelah mandi pastilah lebih segar.

Ku balik papan kecil gantungan kunci kamar yang ditanganku itu, angkanya yang tampak adalah 114. Syukurlah angkanya 114, bukan 13. Kalau angka 13 kan serem jadinya, seperti yang diyakini oleh banyak orang, bahwa angka 13 adalah angka keramat. Banyak hotel atau penginapan yang tidak menggunakan angka 13 untuk meandai kamarnya, hanya karena keramatnya angka itu. Biasanya mereka melewatkan angka 13, dan dari kamar 12 langsung ke kamar nomor 14.

Pintu kamar kubuka. "Cukup luas juga kamar ini, kurang lebih 5 x 8 meter luasnya", pikirku. Satu tempat tidur yang lumayan besar, cukup untuk tidur tiga orang dewasa. Ada juga dua kursi sofa dan satu meja sederhana di salah satu sudutnya. Bulu kudukku sedikit merinding. "Mungkin karena kamar ini begitu luas sehingga suasananya terasa lengang", demikian pikirku untuk menghibur diri. Setelah kusimpan tas, aku langsung mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi.

Bunyi air yang kusiramkan ke tubuhku terdengar ribut, sepertinya hanya suara air itu yang terdengar di penginapan ini. Malam memang sudah larut dan semua penghuni kamar pasti sudah dibuai mimpi di kamar masing-masing. Akhirnya ku pelankan guyuran air mandi ke tubuhku, supaya suaranya tidak terdengar terlalu ribut. Aku khawatir penghuni kamar sebelah terganggu. Setelah kurasa cukup menyiramkan air ke tubuhku, akupun langsung menyambar handuk yang ku gantung di pintu. Pintu kamar mandi bagian atasnya ada lubang, sepertinya tinggi daun pintu itu tidak cukup untuk tinggi kusennya, masih ada sisa yang menjadi lubang untuk bisa melihat keluar ke arah tempat tidur dari dalam kamar mandi ini. Sembari melap handuk ke tubuhku aku melirik ke arah lubang itu, dan sekelebat aku melihat bayangan yang bergerak. Aku tidak yakin...!!!, sekali lagi aku melirik ke arah lubang itu, ya...ada sekelebat bayangan. Aku berusaha meyakinkan diri dan berusaha untuk tenang. Aku tidak bergerak, kupasang telingaku baik-baik untuk mendengarkan suara langkah kaki atau suara seseorang. "Aku tadi tidak lupa mengunci kembali pintu kamar koq", aku mencoba mengingat-ingat. "Apa Mas resepsionis tadi yang masuk ke kamarku, untuk mengantarkan sesuatu?", tanyaku lagi dalam hati.

Aku masih berdiri dekat pintu kamar mandi. Di dalam hatiku berkecamuk segala pikiran, "Ah, tidak mungkin Mas resepsionis itu yang masuk ke kamar, masa' nyelonong masuk begitu saja tidak pakai permisi dulu".

Dan seandainya yang di luar itu orang, pasti lah dengan niat yang tidak baik. Aku masih tetap berdiri tanpa bergerak sedikitpun, sekedar untuk menggeser telapak kaki saja tak kulakukan, aku khawatir suara sekecil apapun akan kedengaran. Aku melirik kembali ke arah lubang itu, dan aku melihat beberapa bayangan berkelebat. Memang tidak cukup jelas, karena lubang itu tidak cukup lebar untuk melihat keluar, apalagi lubang itu cukup tinggi bagiku, kira-kira setinggi rata dengan dahiku. Bulu kudukku mulai merinding, tapi aku masih berusaha menenangkan diri. Akhirnya kupejamkan mata dan berdoa kepada Tuhan, kiranya aku dapat mengetahui siapa yang ada di kamarku ini dan saat ku buka mataku.....Astaga...!!!aku melihat ada beberapa pocong!!!!.  Ya..ada enam pocong yang duduk di pinggir tempat tidur di kamarku.

Bersambung.......

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun