Fairuz Andalusia atau biasa di panggil Pey, lahir di Purwakarta pada Tanggal 6 Desember 2003 ia anak bungsu dari empat bersaudara. Namun, hidup yang dijalaninya jauh dari cerita keluarga yang harmonis. Sejak kecil, Fairuz harus menghadapi kenyataan pahit keluarganya tidak seperti keluarga cemara yang utuh dan bahagia. Perceraian orang tuanya meninggalkan jejak luka yang mendalam di hati kecilnya. Masa kecil Fairuz yang harusnya menjadi waktu penuh keceriaan berubah menjadi perjalanan yang penuh perjuangan. Di tengah kekosongan peran seorang ayah, Fairuz melihat segalanya dalam sosok ibunya. Ibunya adalah wanita tangguh, seorang pejuang sejati yang tanpa lelah menghidupi keempat anaknya seorang diri. "Jika ditanya, bangga atau tidak? Fairuz sangat bangga," ujar Fairuz dengan penuh rasa hormat. Fairuz tumbuh dalam kesadaran bahwa ia harus ikut berjuang. Kehidupannya diisi dengan usaha untuk membantu meringankan beban sang ibu. Dari menjual barang-barang bekas yang tak lagi terpakai, bekerja di rumah tetangga dengan upah kecil, hingga berjualan penghapus di sekolah. "Upahnya hanya sepuluh ribu semalam, tapi saya bangga. Itu hasil kerja keras saya," kenangnya. Semangat mandiri ini terus ia bawa, bahkan hingga duduk di bangku kuliah. Sejak SD, SMP, hingga SMA, Fairuz tidak pernah berhenti berjualan. Segala cara ia tempuh untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Bagi Fairuz, setiap rupiah yang dihasilkan bukan sekadar uang, melainkan lambang cinta dan usahanya untuk meringankan beban ibunya. Fairuz menemukan figur "ayah pertama" bukan pada ayah kandungnya, tetapi pada kakeknya. Di sanalah Fairuz belajar tentang kasih sayang dan perlindungan.
KEMBALI KE ARTIKEL