Sarjo lalu memanggil Chiquitita dan menunjukkan apa yang telah dilihatnya di kamar itu.
“Isteriku, rupanya masih ada barang-barang yang memang sengaja ditinggalkan oleh Profesor Jones. Baiknya tolong segera engkau tutup pintu depan agar kita lebih leluasa melihatnya!” pinta Sarijo.
Chiquitita pun segera melakukan apa yang diinginkan oleh suaminya, segera menutup pintu dan kembali lagi untuk ikut melihat benda apa saja yang telah ditinggalkan oleh Profesor Jones unuk mereka.
Dengan hati-hati, diambilnya sleeping bag dari kolong tempat tidur yang pernah dipakai Profesor Jones oleh Sarijo. Ternyata sleeping bag itu terasa agak berat dari biasanya. Setelah dikeluarkan dari kolong tempat tidur itu perlahan-lahan dibukannya, dan alangkah terkejutnya ketika melihat benda-benda yang ada di dalam gulungan sleeping bag itu, ternyata sepucuk senjata pistol jenis Mac 10 (.APC 45) buatan Amerika, lengkap dengan peredam suaranya dalam keadaan tanpa magazen dan 5 magazen box isi 30 butir peluru .45 ACP. Selain itu terdapat juga sebilah pisau belati panjang yang bersarung kulit kayu dan beberapa pisau belati kecil yang ditempatkan pada sebuah sabuk kulit.
Melihat benda-benda itu, keduanya hanya diam membisu. Berbeda dengan Chiquitita, Sarijo tahu pasti karena pernah melihat barang-barang itu dipakai dan dibawa oleh Chiquito, ayah angkatnya yang merupakan kepala Polisi Rahasia sekaligus pemimpin dan panglima penjaga Kuil Pyramid di Kota Yang Hilang. Hanya yang jadi pertanyaan di pikiran Sarijo, mengapa benda-benda ini bisa disimpan oleh Profesor Jones, sementara mereka berdua sedang berjalan bersama menuju ke Lima dalam rangka menyusul anggota tim ekspedisi yang sudah berangkat lebih dulu untuk kemudian pulang kembali ke negara asalnya.
“Suamiku, simpan saja semua senjata itu ditempat yang aman, barangkali kelak akan berguna bagi kita. Aku akan menyiapkan makanan kita untuk nanti malam dan membereskan pekerjaan yang belum selesai di belakang,” ucap Chiquitita yang kemudian beranjak pergi dan tak lupa memberi ciuman mesra kepada suaminya.
Tinggalah Sarijo yang sendirian menata kembali semua benda-benda itu dan mengembalikannya ke kolong tempat tidur yang dulu dipakai Profesor Jones untuk tidur. Perhatiannya kemudian tertumpu pada beberapa tas ransel yang tergeletak di salah satu sudut kamar. Diambilnya satu-satu dan dibukanya untuk dilihat apa isinya. Tak ada yang menarik karena semua hanya berisi buku-buku tentang sejarah dan budaya tentang masyarakat Inca, yang sudah pernah dibacanya yang masih dapat diingat dan dipahaminya dengan baik.
Kini Sarijo tinggal melihat buku-buku yang ditata rapi di meja. Luar biasa, ucap Sarijo dalam hati, ketika melihat judul buku-buku yang masih asing baginya. Rupanya ini adalah buku-buku terbaru yang membicarakan tentang perubahan-perubahan kebudayaan yang terjadi pada masyarakat Amerika Selatan, termasuk juga Suku Inca yang ada di Peru, Brazil, Bolivia, baik yang berkaitan dengan masalah system kepercayaan atau religi, perubahan pola pikir dan pola hidup masyarakat sebagai dampak dari semakin susutnya luas hutan belantara Amazon akibat penebangan liar.
Ketika mengambi salah satu buku, tanpa sengaja ada secarik kertas yang terjatuh dari bagian tengah halaman buku. Diambilnya kertas itu yang ternyata merupakan pesan dari Profesor Allan Jones. Pesan itu hanya singkat agar Sarijo berhati-hati dalam menjalani kehidupan barunya, merahasiakan dan merawat senjata-senjata milik ayah angkatnya, jangan mudah percaya pada siapapun, dan bila sudah selesai membaca, kertas ini harus dibakar. Sarijo lalu mengambil korek api dan membakar kertas yang berisi pesan itu lalu abunya dibuang lewat jendela.
Bersambung....