Menjadi seseorang yang mencoba menghormati kemajemukan (biasa disebut pluralis) itu gampang-gampang sulit. Situasinya seringkali membuat posisi kita serba dilematis. Sebab, tidak mustahil, kita justru dimusuhi kelompok sendiri, dan menjadi sasaran tuduhan-tuduhan keji dan kasar.
Minggu ini, misalnya, saya mendapat hadiah kata-kata kasar karena sikap inklusif (terbuka) dan pluralis saya itu. Gara-garanya, apalagi jika bukan tulisan saya yang mencoba berempati kepada jemaat HKBP Bekasi, dan melakukan kritik internal ke dalam jajaran pemeluk agama saya sendiri, Islam. Tulisan saya yang memancing kemarahan sebagian orang, yang justru seiman dengan saya, itu berjudul Kasus HKBP dan Relevansi Isu Kristenisasi Vs Islamisasi.
Tulisan bersambung tiga bagian ini saya posting di blog Kompasiana pekan lalu. Yang memicu kemarahan terutama bagian kedua (#2), yang memang porsinya cukup banyak mengkritisi kelompok Islam garis keras, di samping mengungkap fakta-fakta historis era Nabi Muhammad SAW (sirah) yang selama ini belum banyak diketahui orang. Gara-gara tulisan ini, antara lain saya sempat disebut bodoh, asal ngomong, pembela agama lain, bahkan menggadaikan keyakinan demi mencari popularitas. Astaghfirullah al-adzim, semoga Allah mengampuni kezaliman kita.
Pada saat yang nyaris bersamaan, blog pribadi saya juga mendapat bonus cacian dari salah satu blog walker. "Jarot goblok!" kata tamu blog saya ini. Walaupun menyembunyikan identitasnya dan tak menyebutkan secara spesifik alasan marahnya, saya yakin pengunjung blog ini seagama dengan saya. Rabaan saya, dia marah usai membaca tulisan saya yang berjudul Menjadi Muslim Tanpa Membenci Non-Muslim. Tulisan yang sempat memicu pro-kontra di Kompasiana ini memang saya posting ulang di blog pribadi saya dan pada saat ini menjadi bab pembuka blog saya, jarot10.blogspot.com.
Begitulah salah satu risiko jika kita ingin bersikap seimbang atau adil dalam memandang kelompok lain atau menjadi seorang yang bervisi inklusif dan pluralis. Bisa jadi di mata kelompok lain kita akan populer, karena dianggap mengayomi kaum minoritas dan bersikap bijak kepada penganut agama yang berbeda.
Akan tetapi, ke dalam (internal umat seagama saya sendiri) tak jarang kita justru dicaci maki, dimusuhi, dan dibenci. Terutama oleh kelompok seagama yang tentunya tak sejalan dengan garis berpikir saya. Karena sikap saya inklusif, moderat, dan pluralis, tentunya saudara-saudara saya seiman yang antipati kepada saya adalah dari kalangan yang sikapnya berlawanan dengan saya. Dari situ bisa diduga, yang antipati kepada saya --terkait tulisan-tulisan saya-- ialah mereka yang berpandangan eksklusif (tertutup), ekstrem (keras), dan belum bisa bersikap wajar ketika menyikapi keragaman. Di luar itu, bisa juga mereka yang terkaget-kaget dengan teladan sikap toleran (akhlak tasamuh) Nabi Muhammad SAW yang saya perlihatkan melalui tulisan saya, termasuk interpretasi saya atas ayat-ayat Al Quran yang mendukung sikap toleran.