Ki Baskara dan seluruh anggota keluarganya mengelilingi hidangan makan malam setelah beristirahat sejenak. Sambil menikmati makanan, Nyi Baskara menodong suaminya agar bercerita tentang perjalanan dan kunjungannya. Senang rasanya mengetahui kabar sanak saudara jauh dalam kondisi yang baik. Ia ingin melakukan perjalanan seperti itu jika Widuri sudah cukup besar untuk diajak berjalan jauh.
Saat giliran Widura bercerita, ia terlihat sangat antusias dengan kisah rombongan kerajaan dan prajurit yang berjalan beriring-iringan melewati jalan desa. Bagian yang paling banyak ia ceritakan adalah tentang kegagahan para prajurit pengawal. Untuk kesekian kalinya ia mengungkapkan keinginannya menjadi prajurit. Bahkan ia sampai memperagakan gerak silat selayaknya prajurit yang sedang bertempur. Widuri ikut terbawa suasana. Ia berjingkrak-jingkrak mengikuti gerakan kakaknya. Sedangkan ayah dan ibu mereka hanya tertawa melihat polah anak-anak itu.
Di keesokan hari, rutinitas Ki Baskara kembali seperti biasanya, seperti halnya rutinitas alam. Matahari menebar kehangatan, mengusir kabut tipis yang tersisa di pagi itu. Kabut yang terusir menyisakan titik-titik embun di permukaan dedaunan.
Para penduduk di desa Ngalam bercocok tanam di sawah atau kebun yang mengandalkan air hujan. Sedangkan Widura yang beranjak besar mulai membantu ayahnya di sawah atau kebun. Saat tidak ada yang harus dikerjakan, Widura berkumpul bersama teman-temannya.
Suatu hari Widura bersama dua sahabatnya, Sogol dan Murti, berangkat menuju sungai yang ada di perbatasan desa. Mereka berencana bersenang-senang berenang di sungai. Hari yang agak terasa gerah seolah mendukung keinginan mereka.
Setelah beberapa waktu menyusuri jalan desa, mereka telah sampai di tepian sungai yang landai dan berpasir. Di suatu sudut tepian terlihat beberapa gadis sedang mencuci pakaian sambil bergurau. Beberapa dari mereka seumuran Widura dan sebagiannya lagi sudah menjelang dewasa. Widura dan dua orang temannya pun berjalan mendekat.
"Hai kak Yuni, Kak Sri, Kak Intan!" Sogol menyapa dari kejauhan sambil melambaikan tangan kepada beberapa gadis yang sedang mencuci itu.
Tiga gadis yang terpanggil sejenak menghentikan obrolan mereka. Sambil menampakkan wajah yang ceria, salah satu dari mereka menjawab, "Hai, kalian mau berenang-renang di sini yah?"
Tiga anak lelaki itu tidak menyahut, tapi segera berlari ke tepian air. Mereka melepas pakaian bagian atas, meletakkannya di atas sebuah batu, dan menceburkan diri ke air. Maka dalam waktu singkat terdapat dua lingkaran keramaian di sungai itu. Satu lingkaran berisi gadis-gadis yang mencuci pakaian, di lingkaran lain adalah anak-anak yang bermain air.
Bagi anak-anak lelaki ini, kesegaran air sungai mampu mengusir kegerahan di hari itu. Selain berenang, mereka juga berlomba menangkap ikan-ikan kecil di sela bebatuan. Sedangkan bagi para perempuan, mencuci bersama di tepian sungai merupakan kegiatan yang menyenangkan. Selain menyegarkan juga berfungsi sebagai kegiatan bertukar berita alias ngerumpi.
Setelah beberapa lama, sambil tetap berendam, tiga anak itu beristirahat dan memulai percakapan.
"Bagaimana ajakanku kemarin? Apakah kalian berminat ikut berlatih silat kepada Ki Jagabaya?" Widura membuka percakapan. "Daripada aku sendirian, pikirku lebih baik kalau ada teman yang sama-sama belajar. Makanya aku mengajak kalian."
"Itu aktifitas yang menarik, aku mau ikut," kata Murti.
"Setelah mendengar ceritamu di perjalanan kemarin, aku jadi ingin ikut juga. Aku juga sudah bilang ke orang tua ku dan mereka tidak mempermasalahkan," Sogol menimpali.
"Wah, asyik nih, kalau begitu bagaimana bila nanti sore kita ke rumah Ki Jagabaya.
Maka di sore itu, tiga anak laki-laki yang berusia sekitar sepuluh tahunan mendatangi rumah Ki Jagabaya. Sebuah rumah yang cukup bagus dari rata-rata rumah warga desa yang lain. Rumah yang perlahan diperindah dari hasil kerja sebagai pengawal di masa muda Ki Jagabaya.
Seseorang yang sudah berumur terlihat duduk di teras rumah. Rambut orang itu telah berwarna abu-abu. Ia menikmati segarnya udara sore yang diselingi aroma berbagai tanaman yang tumbuh di sekitar halaman rumah. Walau telah berusia, tubuh orang itu menyisakan kekekaran di masa mudanya.
Langkah-langkah kecil Widura dan dua orang temannya menyeberangi halaman rumah Ki Jagabaya. Sejenak setelah sampai di dekat teras rumah Widura lalu berucap salam, "Permisi Ki Jagabaya, kami mohon ijin bertamu."
"Oh iya, ayo duduk di sini," Ki Jagabaya mempersilahkan tamu kecilnya sambil menepuk sisi tempat duduknya.
Tiga anak itu pun mendekat dan duduk di dekat Ki Jagabaya.
"Kalian ini Widura, Sogol, dan Murti, toh?" tanya Ki Jagabaya.
Tiga anak itu segera mengangguk berbarengan.
"Aki dengar dari ayahnya Nak Widura, kalian mau belajar silat, betul?" Ki Jagabaya bertanya.
"Betul Ki Jagabaya," Widura menjawab dan menambahkan, "Lalu saya mengajak teman-teman. Ternyata dua teman saya ini juga tertarik ingin belajar silat."
"Bila kalian berlatih silat dan nantinya sudah bisa membela diri, jangan suka bikin masalah. Ingat yah, yang namanya bela diri digunakan untuk membela diri bukan untuk bikin gara-gara, apalagi menyakiti orang lain. Kalian paham?" Ki Jagabaya menasehati.
"Iya Ki Jagabaya," tiga bocah itu menyahut.
"Latihan silat bukan hanya latihan memukul dan menendang saja. Ada latihan lain yang menguatkan tubuh yang itu juga harus dijalani. Latihan ini bisa dilakukan sambil bekerja. Selain itu ada juga latihan kelincahan dan latihan daya tahan," tutur Ki Jagabaya.
Tiga anak itu manggut-manggut, tapi alis mata mereka agak berkerut.
"Latihan sambil bekerja itu yang seperti apa, Ki Jagabaya?" Murti bertanya.
"Misalnya kalian membawa air, menimba air, dan mencangkul di kebun itu juga bisa disebut latihan. Itu dapat memperkuat tubuh. Jadi, semakin sering kalian membantu pekerjaan orang tua, itu makin bagus untuk tubuh kalian," Ki Jagabaya menjelaskan.
"Oh begitu ya," sahut Murti mulai paham. Sementara dua bocah yang lain ikut manggut-manggut.
Bersamaan dengan itu, seorang wanita seumuran Ki Jagabaya terlihat keluar dari pintu. Rambutnya mulai memutih, wajahnya teduh, dan bibirnya melukiskan senyum. Wanita yang merupakan Nyi Jagabaya itu membawakan minuman air kelapa muda untuk tamu-tamu kecilnya.
"Saya dengar dari dalam ada suara tamu. Ternyata tamunya tamu kecil-kecil toh," Nyi Jagabaya berkata lembut sambil tetap tersenyum, "Ayo kalian nikmati suguhan sederhana dari Nyai."
"Terima kasih, Nyi," jawab tiga bocah itu hampir bersamaan.
Lalu malu-malu mereka bertiga menyeruput minuman yang menyegarkan itu. Setelah meminum suguhan dari Nyi Jagabaya, Widura bertanya, 'Apa ada lagi yang harus kami lakukan, Ki?'
"Sepertinya sudah cukup, mulai besok sore kalian bisa datang ke sini berlatih," ucap Ki Jagabaya.
Widura, Sogol, dan Murti akhirnya meminta diri kepada Ki Jagabaya setelah mengucapkan terima kasih. Mulai besok tiga anak ini akan ada aktivitas baru selain membantu orang tua masing-masing dan bermain.