Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung Pilihan

Meniti Jalanan Setapak 4

29 Oktober 2024   06:34 Diperbarui: 29 Oktober 2024   06:40 45 3
Peristiwa penyergapan yang mendebarkan pun akhirnya telah usai. Orang-orang dalam rombongan pedagang yang ditumpangi Widura dan ayahnya tidak ada yang terluka.

Ki Pambudi sebagai pengawal menyarankan Ki Saudagar Rajasa agar tetap melanjutkan perjalanan dengan formasi waspada hingga keluar dari tepian hutan. Setelah menjauh dari wilayah tepian hutan, semua orang kembali menaiki kereta yang memuat berbagai barang dagangan itu, suasana tegang pun mereda.

"Terima kasih, Ki Baskara karena bersedia membantu mengusir begal tadi," ucap pedagang yang bernama Ki Rajasa setelah terlepas dari wilayah yang dirasa rawan.

"Ah, biasa saja Ki. Bukankah Ki Rajasa juga berbaik hati memberi kami tumpangan. Akan sangat tidak sopan bila hanya berdiam diri ketika menjumpai rekan seperjalanan mendapat masalah," ucap Ki Baskara.

Sekitar waktu tengah hari, rombongan memasuki sebuah desa kecil. Ki Rajasa memutuskan berhenti sejenak di sebuah warung. Memang di saat ini adalah waktu mengisi perut dan mengistirahatkan kerbau penarik kereta. Karena hanya sebuah desa kecil, warung yang ada juga sangat sederhana.

Saat rombongan yang diikuti Ki Baskara ini memasuki warung, hanya ada seorang pengunjung. Seorang lelaki paruh baya yang nampaknya sedang dalam perjalanan jauh.

Setelah duduk, makanan dan minuman pun segera dipesan. Penjaga warung yang ternyata seorang wanita segera menyiapkan makanan. Tidak lama kemudian, seorang gadis kecil menyuguhkan minuman. Ternyata warung ini dikelola oleh seorang ibu dan anak gadisnya yang usianya sebaya Widura.

"Wah, pelayanannya cepat sekali," puji Ki Rajasa sambil tersenyum ke arah gadis kecil.

Si gadis hanya tersenyum tersipu, dan ibunya lalu menyahut, "Terima kasih Ki Saudagar. Syukurlah kalau Ki Saudagar puas. Semoga Ki Saudagar juga berkenan dengan rasa hidangan warung kami nantinya."

Setelah beberapa saat menunggu, rombongan Ki Rajasa pun sudah menikmati makan siang mereka. Sementara yang di dalam warung makan, kerbau di luar juga makan.

Setelah semua hidangan habis, saat Ki Baskara akan membayar, Ki Rajasaa mencegahnya.

"Ki Baskara, tidak perlu membayar makanan ini, biar saya saja. Walau tidak seberapa, itung-itung sebagai balas jasa untuk pertolongan tuan," ucap Ki Rajasa.

Ki Baskara yang awalnya mencoba dengan halus menolak, akhirnya menerima permohonan pedagang itu.

"Ki Saudagar, apakah mempunyai dagangan pakaian wanita? Mungkin kalau ada yang cocok saya akan membelinya," ucap wanita pengelola warung setelah menerima pembayaran.

"Wah, tentu ada Nyai. Setiap dari Kotaraja saya selalu membawa beberapa perlengkapan perempuan untuk saya jual ke desa-desa yang saya lewati," jawab Ki Rajasa bersemangat. "Akan saya bawa masuk ke warung saja, biar Nyai bisa memilih di sini."

Ki Rajasa langsung memerintahkan kepercayaannya untuk mengambil sebungkus besar kain dari kereta. Di pihak lain, Nyai pemilik warung membelalakkan matanya dan menganga. Setelah tersadar, wanita itu segera membersihkan sebuah meja, dan lapak penjualan pakaian perempuan dadakan pun tergelar hanya untuk melayani seorang pembeli.

Setelah memilih-milih, Nyai pemilik warung membeli sepotong pakaian untuk dirinya dan sepotong pakaian yang lebih kecil untuk anak gadisnya. Setelah pilihan ditentukan, dengan jurus godaan maut, Ki Rajasa menawarkan apakah tidak sekalian membelikan pakaian untuk sang suami. Tapi sayangnya jurus godaan maut itu gagal meluluhkan hati Nyai pemilik warung. Suaminya itu ternyata akan marah-marah bila ia dibelikan sesuatu tanpa persetujuannya. Nyai pemilik warung menjelaskan bahwa suaminya agak pelit kalau untuk dirinya sendiri, tapi bila untuk istri dan anaknya, sikap itu tidak berlaku.

Ki Rajasa dan rombongannya tertawa mendengar hal itu. Memang sikap suami yang seperti itu bukan sesuatu yang aneh, tapi kalau sampai marah-marah itu agak ekstrim. Nyai pemilik warung hanya tersipu menanggapi tawa para tamu di hadapannya.

"Betapa senangnya Nyai mendapat suami yang sangat baik," ucap Ki Baskara bergurau.

Lagi-lagi Nyai pemilik warung hanya bisa tersipu malu.

Setelah jual-beli terselesaikan, Ki Baskara meninggalkan warung mengikuti Ki Rajasa. Perjalanan pun dilanjutkan kembali.

"Sepertinya Ki Baskara dan Widura membawa keberuntungan buat saya hari ini. Tadi ikut membantu mengusir begal, kemudian saya mendapatkan pembeli," ucap Ki Rajasa berkelakar.

"Ah, Ki Saudagar bisa saja," jawab Ki Baskara sambil tertawa.

Jalanan dari sini hingga ke desa Ngalam kini relatif aman. Situasi kejiwaan semua anggota rombongan juga lebih tenang. Setelah berada di atas kereta, Widura memberanikan diri bertanya kepada Ki Pambudi, "Paman Pambudi sudah lama jadi pengawal?"

"Paman jadi pengawal sejak usia dua puluhan, dan sekarang usia paman sudah tiga puluhan. Berarti itu sudah sepuluh tahunan. Apakah menurut kamu itu lama?" jawab Ki Pambudi sekaligus bertanya balik.

"Ehm, itu lumayan lama juga ya," Widura berkata sambil menggaruk dagunya dan keningnya berkerut sebelum bertanya lagi, "Paman Pambudi, apakah berguru silat di padepokan? Soalnya paman hebat, sanggup berkelahi melawan dua orang sekaligus."

"Oh begitu ya. Ha ha," Ki Pambudi sedikit tersenyum menanggapi sanjungan dari Widura. Lalu ia melanjutkan, "Paman tidak pernah berguru di padepokan manapun. Paman dahulu dilatih oleh ayah paman. Waktu masih muda, ayah paman juga seorang pengawal upahan. Jadi ilmu bela diri ayah paman lumayan mahir."

Widura manggut-manggut mendengar jawaban Ki Pambudi. Lalu ia memandang ke arah ayahnya dan bertanya, "Mengapa ayah menyuruh aku belajar silat kepada Ki Jagabaya? Mengapa bukan ayah sendiri yang melatihku seperti Ki Pambudi? Bukankah tadi ayah bisa berkelahi menghadapi penjahat?"

"Karena ilmu silat ayah tidak seberapa bila dibandingkan Ki Jagabaya. Ayah hanya bisa sedikit bertarung hanya untuk membela diri. Ayahmu ini hanya seorang petani pula, tidak punya banyak pengalaman bertarung. Jadi, tidak banyak yang bisa ayah ajarkan ke kamu," Ki Baskara menjawab dengan sareh.

Widura lalu memandang Ki Pambudi dengan pandangan bertanya.

Ki Pambudi seolah memahami isi kepala Widura lalu berkata kepadanya, "Paman tidak tahu menahu tentang keahlian ayahmu, tapi ayahmu benar bahwa pengalaman bertarung akan memperkaya kemampuan bela diri seseorang. Mungkin Ki Jagabaya itu punya pengalaman di dunia persilatan."

"Apa benar begitu, ayah?" Widura segera bertanya.

"Iya benar. Di masa mudanya, Ki Jagabaya pernah berguru di padepokan. Lalu setelah itu beliau bekerja sebagai pengawal seorang saudagar. Jadi pengalaman bertarungnya lumayan banyak. Makanya saat memasuki masa tuanya, beliau dipercaya jadi Jagabaya di desa kita," kata Ki Baskara.

Widura mengangguk-angguk setelah mendengar kisah Ki Jagabaya desanya. Ia baru tahu ternyata Ki Jagabaya itu punya pengalaman sebagai pesilat.

Matahari telah condong ke sisi langit bagian barat ketika Ki Baskara berpisah dengan kelompok dagang Ki Rajasa. Ki Baskara hanya bersedia diantar sampai desa yang dilalui jalan utama. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun