Bunga-bunga aneka warna bermekaran dengan indah, menghiasi taman yang tertata rapi. Burung-burung berkicau, menciptakan alunan musik alam yang menenangkan. Bangunan-bangunan kampus berdiri kokoh, selayaknya sebuah keyakinan yang berdiri di atas pondasi ilmu pengetahuan.
Hana, yang kini sedang menjalani hari-hari sebagai mahasiswi baru Fakultas Komunikasi, menikmati pesona suasana pagi di kampusnya ini. Ia baru saja menginjakkan kaki di dunia perguruan tinggi, dan ia merasakan semangat baru yang membara di dalam dirinya.
Langkah Hana terhenti sejenak saat matanya menangkap sebuah gazebo di area gedung Fakultas Psikologi, yang bersebelahan dengan Fakultas Komunikasi. Gazebo itu terbuat dari kayu jati tua, dengan atap dari jerami yang menaungi dua sosok mahasiswa yang tengah asyik berdiskusi.
Hana penasaran dengan keasyikan tersebut, ia pun melangkah mendekat. Dari kejauhan, ia bisa melihat seorang mahasiswa bertopi hijau sedang menjelaskan sesuatu dengan penuh semangat. Matanya berbinar-binar, suaranya bersemangat, dan gesturnya penuh ekspresi. Di hadapannya, seorang mahasiswa lain tampak serius mendengarkan, sesekali mengangguk dan menimpali dengan pertanyaan.
Hana terkesima dengan mahasiswa bertopi hijau itu. Ia terlihat begitu bersemangat dan berpengetahuan luas. Hana tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tetapi ia bisa merasakan aura positif yang terpancar dari pria itu.
Hana ingin menjadi sosok pembawa pesan-pesan yang inspiratif, mengungkap kebenaran, dan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Ia berharap suatu saat nanti, ia bisa menjadi seperti mahasiswa bertopi hijau itu, yang terlihat begitu bersemangat dan berpengetahuan luas.
Hana tersenyum, menikmati suasana asri dan penuh inspirasi di pagi ini. Ia pun melanjutkan langkahnya, menuju gedung Fakultas Komunikasi, dengan senyum masih menghias bibirnya dan semangat yang mengisi kalbunya.
Di suatu sore yang cerah, Hana asyik membaca buku di perpustakaan kampus. sinar keemasan mentari sore menembus ruangan baca, menciptakan suasana yang tenang dan nyaman. Hana larut dalam lembaran-lembaran buku, menyerap pengetahuan yang terpampang di hadapannya.
Tiba-tiba, pandangan Hana tertuju pada jendela besar yang menghadap ke halaman belakang perpustakaan. Ia melihat sosok yang tak asing lagi, mahasiswa bertopi hijau itu, sedang bermain bola dengan dua temannya. Yang mengejutkan, mereka tidak bermain dengan mahasiswa lain, melainkan dengan anak-anak remaja yang sepertinya berasal dari kampung di sekitar kampus.
Anak-anak itu terlihat sangat bersemangat, berlari kesana kemari dengan riang. Mereka tertawa lepas, menikmati permainan bola yang sederhana itu. Cowok bertopi hijau itu terlihat begitu bahagia, bermain bersama mereka.
Hana tersenyum tanpa sadar, menyaksikan pemandangan itu. Ia terharu melihat mahasiswa bertopi hijau itu begitu dekat dengan anak-anak kampung. Lagi-lagi cowok bertopi hijau itu memberikan semacam rasa nyaman dan kehangatan di hati Hana.
Amalia, teman Hana yang duduk di sebelahnya, menatap Hana dengan heran. "Kenapa kamu tersenyum?" tanyanya.
"Aku cuma lihat cowok bertopi hijau dari fakultas sebelah itu sedang bermain bola dengan anak-anak kampung," jawab Hana. "Mereka terlihat sangat bahagia."
"Oh," kata Amalia. "Aku juga pernah melihatnya. Dia memang suka main-main dengan anak-anak kampung."
Hana mengangguk, ia melanjutkan membaca, menikmati suasana tenang dan syahdu di perpustakaan. Tapi pandangannya sesekali terarah ke halaman belakang.
Di hari yang lain, Mentari sore mulai meredup, menghasilkan langit jingga kemerahan yang menawan. Hana berjalan santai di bawah naungan pepohonan rindang di kompleks kampus, menikmati suasana senja yang menenangkan. Ia baru saja menyelesaikan kegiatan kampus dan bersiap untuk pulang.
Tiba-tiba, sebuah topi hijau jatuh tepat di hadapannya. Hana terkesiap, menatap ke atas, mencari sumber topi itu. Ia melihat seorang cowok sedang memanjat pohon dengan gesit. penampakan itu terlihat familiar, ia adalah mahasiswa bertopi hijau yang beberapa kali ia lihat beberapa waktu belakangan.
Mahasiswa itu segera turun dari pohon, mendekati Hana dengan wajah yang sedikit gugup. "Maaf, topi saya jatuh dan bikin kamu kaget," katanya. "Tak sengaja, hehe."
Hana tersenyum. "Tidak apa-apa," jawabnya. "Saya kira topi ini milik orang lain."
Dengan mimik keheranan, Hana bertanya, "Ada urusan apa kamu manjat-manjat pohon segala?"
"Oh, iya," kata cowok itu. "Saya baru saja mengembalikan anak burung yang jatuh dari sarangnya. Ternyata, dia belum bisa terbang dengan baik, jadi saya harus memanjat pohon mengembalikan si burung ke sarangnya."
Hana tercengang mendengar cerita mahasiswa itu. "Wah, baik sekali kamu," katanya. "Kamu suka dengan burung?"
"Iya, suka," jawab mahasiswa itu.
"Nama saya Hana," kata Hana. "Kamu?" situasi yang akrab membuat Hana tidak sungkan membuka perkenalan.
"Nama saya Hani," jawab mahasiswa itu. "Senang bertemu denganmu, Hana."
"Senang bertemu denganmu juga, Hani," kata Hana. "Nama kita mirip ya."
"Iya, mirip," kata Hani. "Unik juga ya."
Mereka berdua tertawa, menikmati pertemuan yang tak terduga ini. Hana merasa senang bisa berkenalan dengan Hani, mahasiswa bertopi hijau yang baik hati, mudah akrab, dan sepertinya penuh perhatian. Ternyata Hana baru tahu sekarang kalau Hani dua angkatan di atas dirinya.
Pertemuan tak terduga itu menjadi awal dari sebuah kedekatan. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di kampus. Mereka berdua sama-sama menyukai suasana kampus yang asri, sering menghabiskan waktu di taman dengan rekan-rekan mahasiswa yang lain, berdiskusi tentang berbagai hal, atau sekadar menikmati secangkir kopi di kafe kampus. Hani, dengan semangatnya yang menular, entah bagaimana caranya selalu membuat hari-hari Hana penuh warna.
Suatu hari, Hana dan Amalia sedang melintas di halaman depan perpustakaan. Ia melihat Hani sedang berbincang dengan beberapa mahasiswa lain di sebuah gazebo. Mereka terlihat serius membahas sesuatu, dan sesekali mereka tertawa bersama. Hani yang melihat Hana melintas, melambaikan tangannya ke arah Hana.
Hana, yang pada awalnya memang penasaran, mendekati Hani. "Hai, Hani," sapa Hana. "Kamu sedang ngapain?"
"Oh, ini," jawab Hani. "Aku lagi ngobrol sama teman-teman dari Mapala. Kita lagi ngomongin tentang rencana pendakian di bulan depan."
"Mapala?" tanya Hana. "Kamu anggota Mapala?"
"Iya," jawab Hani. "Aku memang suka banget sama alam. Menjelajahi alam, mendaki gunung, itu adalah hobiku."
Hana tercengang. "Wah, keren banget," katanya. "Aku tidak tahu kalau kamu anggota Mapala."
"Iya, hehe," jawab Hani. "Aku jarang cerita tentang kegiatan Mapala. Aku takut kamu nggak tertarik."
Hana tersenyum. "Tertarik banget sih tidak, tapi bukannya nggak suka juga," katanya. "Aku mungkin ntar bisa belajar banyak hal dari kamu. Mungkin suatu saat nanti, aku bisa ikut menjelajah alam bersama kamu."
Hani tersenyum lebar. "Tentu saja," katanya. "Kapan saja kamu mau, aku siap menemani."
Hana merasa senang. Ia menikmati kebersamaannya dengan Hani. Ia menemukan banyak hal baru dan inspiratif dari Hani.
bersambung