Pasal 1 Penetapan tersebut berbunyi, Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu (lengkapnya KLIK).
Agaknya, penetapan ini juga telah menjadikan adanya agama - aliran kepercayaan yang diakui negara dan tak diakui negara. Kenyataan Negara hanya mengakui adanya Agama (dalam artian sesuai dengan makna serta versi kamus bahasa Indonesia) serta syarat-syarat sesuatu yang (bisa) disebut agama (sesuai versi Kementerian Agama). Akibatnya, menurut Undang-undang ini, Negara hanya mengakui agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khong Cu (Confusius), dan Islam. Padahal, masih banyak aliran kepercayaan - spritualitas asli Nusantara, yang bisa disebut agama; dalam arti agama sebagai adanya tata tertib dan keteraturan menyembah Ilahi dan hubungan dengan sesama manusia.
Dengan Undang-undang Penodaan Agama, negara bisa menghukum siapa pun yang melanggar undang-undang tesebut. Akan tetapi tidak ada kewajiban - keharusan pada rakyat Nusantara agar menjadi salah satu pemeluk - umat beragama.
Ada catatan perhatian saya pada pasal satu, yang justru membuka peluang terjadinya konflik intern umat beragama, yaitu ... penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia; dan penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Umat beragama atau siapa pun dilarang melakukan penafsiran yang berbeda tentang ajaran agama, maka itu adalah pelanggaran hukum; bisa dikenakan pasal penodaan agama
Umat beragama atau siapa pun dilarang melakukan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama
Agaknya, kelengkapan perundang-undang untuk melengkapi undang-undang penodaan agama tersebut belum atau tidak ada. Negara belum mempunyai tolok ukur baku, yang bisa digunakan sebagai pembanding, jika seseorang melakukan pelanggaran keagamaan sehingga bisa dikenakan pasal penodaan agama. Dan jika pasal tersebut mau diterapkan (katakanlah pada ruang peradilan), maka
Negara harus mempunyai buku putih ajaran-ajaran agama dari semua agama yang diakui pemerintah. Di dalamnya ada ajaran-ajaran main stream dari agama-agama tersebut, dan berlaku (diharapkan ada pemahaman dan dilakukan) pada masing-masing umat beragama. Sehingga jika terjadi salah penafsiran, salah kegiatan, dan seterusnya (atau menyimpang dari buku putih tersebut), maka bisa dihukum; diadili menurut undang-undang penodaan agama
Konsekuensi logis dari yang pertama (1), adalah siapa pun (terutama dari kalangan intern umat beragama) dilarang mengajarkan sesuatu yang berbeda dengan ajaran yang main stream serta melakukan tindakan-tindakan sesuai (seturut) ajaran yang berbeda tersebut
Dan jika benar-benar mau konsekuen, maka semua aliran-aliran - sekte - organisasi agama dan keagamaan yang mempunyai ajaran yang berbeda tersebut, harus tidak diberi hak hidup - dilarang - dibubarkan; dan tokoh-tokohnya diadili - dipenjarakan sesuai pasal penodaan agama. Dengan demikian, semua sekte - mazhab - aliran - ormas keagamaan - orang-orang tertentu, atau siapa pun yang menggunakan (ajaran-ajaran) agama untuk melakukan kekerasan - teror - aksi brutal - bahkan tipuan dan pelanggaran serta kejahatan seksual, harus diadili sebagai orang yang melakukan penodaan agama
Sayangnya, undang-undang ini, pada tataran pelaksanaannya, telah salah kaprah dan asal-asalan; undang-undang ini, hanya dipakai atau hanya digunakan untuk menghantam mereka atau aliran yang dituduh sesat serta menyesatkan. Jika di negeri ini tak ada kewajiban untuk rakyat Indonesia menjadi umat beragama (dan ini satu keuntungan untuk rakyat Indonesia), maka sebetulnya Negara harus memberi kebebasan kepada mereka yang tak beragama - memberi kebebasan kepada semua aliran keagamaan dan kepercayaan - semua mazhab - semua sekte - dan seterusnya.
Negara hanya bisa mengadili mereka yang dituduh (oleh orang-orang atau tokoh agama) melakukan penodaan agama, namun tanpa tolok ukur ajaran-ajaran agama yang benar dan berlaku umum di/dalam negara.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.