'ulama' ( dalam tanda kutip ) baru bisa disebut ULAMA ( dengan huruf besar ) bila berani menyatakan partai sebagai kelompok - kelompok yang merasa benar pada dirinya sendiri dan alat untuk mencari kekuasaan adalah bentuk lain dari firqoh yang haram hukumnya. Firqoh inilah yang menjadi alasan kuat saya mendukung Gus Dur ketika membawa NU keluar dari partai politik untuk kembali kekhittah. "
" Lalu bagaimana dengan PKB yang dilahirkan Gus Dur ?", sontak seorang kyai pendukung salah satu partai bertanya pada saya. Pak Kyai ini lupa orang sekelas Gus Dur tentu faham jika NU akan lebih besar sebagai ormas ketimbang menjadi partai dan sebagai ulama yang sangat menghormati perbedaan Gus Dur tak akan menyeret umat kedalam firqoh. " PKB dilahirkan pada saat Gus Dur sedang bercanda dalam sebuah karnaval politik yang ambivalen ", demikian jawaban saya. Maka tak heran saat tokoh - tokoh beramai ramai mendirikan partai untuk memenuhi syahwat kekuasaan, Gus Dur malah menjadikan partai yang dilahirkannya sekadar alat menyampaikan sebuah kalimat " begitu saja kok repot " yang membuat repot semua tokoh - tokoh politik untuk menutupi kemunafikannya masing - masing.
Dari Gus Dur kita mendapat isyarat bagaimana partai sebenarnya tak lebih dari ' panggung srimulat ' tempat berkumpulnya ' pelawak - pelawak berbakat ' yang tidak pernah tamat ' taman kanak - kanak '. Dan kini isyarat itu makin jelas dengan kehadiran sosok mulai dari ruhut sitompul sampai lufthi hasan ishak yang membuat kita sering tertawa terbahak - bahak.
Tentu saja apresiasi patut kita berikan pada partai - partai yang terbukti sah dan meyakinkan memberikan kontribusi besar dalam pembangunan dunia lawak di Indonesia. Dan konon kabarnya, dunia lawak menjadi sangat riuh ketika seorang wartawan meminta tanggapan Sutan Bathugana tentang partai demokrat yang kader - kadernya banyak terlibat kasus korupsi. Dengan rasa percaya diri ia malah berkata, " Mantap tuh barang ! "