Puisiku puisi hancur, hancur-hancuran serupa ocehan anak jalanan bertahan menahan badan tetap tegak di tengah hujan menyetubuhi impian tergulat cacian, makian dan hinaan. Puisiku puisi hancur, hancur lebur seperti
sepur nganggur ditabrak
sepur mumur mirip orang kujur terbenam lumpur mencari bubur bermodal pupur. Puisiku puisi hancur, asal ngawur yang penting dapur ngebul sesekali ngibul, agar tenar meski dudul meniru si Kabul, lelaki pejabat bermodal dengkul biar
bahlul bicara
ngalor ngidul mengaku ustad, pikiran cabul asal bapak senang, selamat sudah ini
gundhul. Menunggu malam suling bersiul mengiringi goyang pinggul untuk si panjul Puisiku puisi hancur, sehancur nasib orang yang ingin jujur menjilat dubur syarat agar tidak masuk lubang kubur bedhug bertalu saat mengambil air berkumur mengutuk diri dengan penyesalan seumur-umur Sungguh, puisiku puisi hancur, sehancur harapan yang semakin kabur tidak ada penjelasan mengapa hanya segelintir orang boleh makmur banyak aturan tapi hidup semakin tidak teratur hanya semak belukar dan benalu tumbuh subur merangsang korupsi berkembang seperti jamur Yang lemah tersingkir mundur, Yang miskin sakit tak punya kesempatan memperpanjang umur Yang bodoh semakin
pah-poh Yang
ngalah semakin kalah Yang jaya berkuasa semena-mena Puisiku puisi hancur, bikinan orang kelamaan jadi penganggur mabuk mimpi kebanyakan minum anggur terbentur, tersungkur jadi pelacur tiap malam sibuk bertempur di atas kasur menahan tangis saat yang lain tersenyum dalam dengkur. Tuhan, puisiku puisi hancur Benarkah Engkau tidak sedang tidur? dari fasak.com
KEMBALI KE ARTIKEL