Kecelakaan kereta api di Pemalang dilaporkan telah menewaskan 36 orang dan masih banyak korban luka. Salah satu korban meninggal yang teridentifikasi adalah teman saya. Pada hari yang sama kereta Bima menabrak KA Gayabaru menewaskan 4 orang. Pada bulan puasa, kereta api Logawa terguling di Jawa Timur. Di susul kereta anjlok di Manggarai. Apakah semua itu hanya karena human error?
Di tengah ketakutan karena bom tabung LPG kini ditambah ketakutan bertransportasi. Transportasi udara begitu mengerikan. Kini kereta api pun seperti monster pencabut nyawa berjalan. Mobil dan motor seperti sekumpulan serangga yang begitu semrawut bergerak acak, jika perlu saling menabrak. Ketika kita berhati-hati tingkat tinggi pun tidak ada jaminan kemungkinan besar selamat.
Seorang teman meninggal kecelakaan karena rem blong setelah mobilnya keluar dari bengkel. General check up kendaraan baru saja dilakukan, tetapi rem tiba-tiba blong. Saya sendiri pernah mengalami kejadian serupa. Sehari setelah servis di bengkel, pelumas kopling bocor sehingga pedal kopling tidak berfungsi. Bayangkan jika mobil anda melaju tanpa bisa mengubah posisi gear. Gas terpaksa diinjak supaya mobil tidak berhenti mendadak. Saya bersyukur bahwa saya masih selamat dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Contoh-contoh tersebut hanya sebagian kecil dari sekian banyak kecelakaan yang menghilangkan nyawa orang lain hanya karena suatu sebab yang dianggap sepele, human error yaitu manusia yang lalai, ceroboh, tidak professional sehingga membahayakan nyawa orang lain. Bagi saya, human error bukan penyebab utama. Human error hanya satu dampak dari penyebab lain yang lebih berbahaya, yaitu ekonomi koruptif. Ekonomi koruptif saya beri penekanan pada berjalannya sistem ekonomi kapitalis yang menggunakan korupsi sebagai pelumas sehingga roda ekonomi lebih cepat berputar. Pada pola ini, sungguh mengerikan, karena nyawa manusia tidak lebih berharga dari sekerat roti.
Korupsi mewabah tidak hanya di sektor pemerintah, tetapi juga sektor-sektor swasta. Target efektif dan efisien dalam mencapai laba menjadi tujuan utama sehingga korupsi pun dilakukan sepanjang mendukung pencapaian tujuan. Inilah ciri utama ekonomi kapitalis berpelumas korupsi. Contoh sangat banyak,misalnya sudah menjadi rahasia umum bahwa pengadaan barang penuh dengan manipulasi. Pemesanan besi untuk konstruksi misalnya dianggarkan untuk yang kualitas satu. Tapi pada pembangunan di lapangan dipasang kualitas dua. Belum lagi komposisi yang turun perbandingannya sehingga kualitas konstruksi menjadi sangat buruk meskipun sekilas pandang sama indahnya.
Model ekonomi berpelumas korupsi, saya sudah menuliskannya disini. Peran calo dan sebagainya memang berdampak pada putaran ekonomi yang lebih cepat, daya beli (sebagian) rakyat meningkat. Tapi harus diakui bahwa ekonomi biaya tinggi sedang terjadi. Biaya tiket menjadi lebih mahal. Kualitas pelayanan semakin buruk. Sebagai contoh, dalam kereta senja yang kecelakaan diisi 600 an penumpang. Di kereta Gayabaru lebih parah lagi. Tanpa kecelakaan pun orang bisa mati naik kedua jenis kereta tersebut karena begitu penuh sesak. Manusia tak ubahnya ikan asin yang berderet, berhimpit dan tumpang tindih. Pada akhirnya, manusia harus membayar sesuatu yang tidak memberikan manfaat, bahkan cenderung kontraproduktif seperti kehilangan nyawanya.
Jika bisa disebutkan apa kejahatan tertinggi dari ekonomi berpelumas korupsi, maka hal itu adalah diabaikannya tanggung jawab sosial baik oleh perusahaan maupun institusi. Abai terhadap tanggung jawab sosial berimbas pada perilaku pengusaha yang mencari keuntungan secara membabi buta sehingga menisbikan nilai-nilai kemanusiaan, mencari laba tanpa memperhatikan keselamatan nyawa orang lain. Sebagai contoh, over kapasitas semestinya tidak terjadi pada kereta api senja jika nilai perusahaan mengajarkan tanggung jawab sosial. Korban pun tidak akan sebanyak itu. Buktinya korban di kereta Anggrek sangat sedikit karena penumpang tidak berjubel dan tumpang tindih. Jika penumpang di anggrek sama jumlahnya dengan di KA senja (3x lipat dari yang seharusnya dibolehkan) maka dapat dipastikan ada korban nyawa juga karena terhimpit, terjepit dan terbentur kesana kemari.
Jika ditelusuri lebih lanjut, dapat diuraikan bahwa nilai perusahaan merupakan cerminan nilai-nilai individu yang ada pada entitas tersebut. Ketika perusahaan tidak menempatkan pentingnya memperhatikan keselamatan dan nyawa orang lain, meskipun berbisnis, maka orang-orang di dalamnya pun tidak perduli akan keselamatan nyawa orang lain. Ketika perusahan menghalalkan segala cara asal laba, maka demikian juga orang-orang di dalamnya. Mencermati hal ini, maka menjadi tidak mengherankan jika kemudian solusi yang ditawarkan kembali koruptif seperti menaikkan tarif, meminta kenaikan gaji, karena semua itu sudah menjadi lingkaran setan yang saling meracuni.
Tanggung jawab sosial bukan sesuatu yang diawang-awang. Tanggung jawab sosial bukan pula diwujudkan dalam “hiburan” jangka pendek seperti buka pasar murah atau memberi pengobatan gratis. Tanggung jawab sosial paling konkrit adalah jika menyatu dalam proses bisnis sehingga masuk dalam perhitungan ketika bekerja mencari laba. Sehingga pertanyaan sederhana selalu terpateri: Apakah tindakan ini membahayakan keselamatan nyawa orang lain atau tidak? Apakah internal dan quality control sudah berjalan sebagaimana mestinya? Dengan demikian maka diharapkan tidak banyak nyawa melayang sia-sia karena keserakahan para pencari laba.