Bicara soal hantu kayaknya menarik. Mulai dari hantu kampong, hantu komunisme, hantu terorisme, dan yang lagi hangat akun hantu. Kesannya, penempelan kata hantu cukup menyeramkan. Hiiiii, takut! Apalagi kalau para hantu sudah canggih dan buka akun hantu di blog. Oh, seram….
Di jaman ini, pemanfaatan hantu untuk merubah perilaku orang lain ternyata masih cukup efektif. Biarpun katanya sudah modern dan “takut” kepada Allah, nyatanya masih lebih takut dengan hantu. Tidak percaya? Coba saja pasang tulisan di ujung gang, “hati-hati kencing disini kesambit hantu” niscaya tidak ada yang berani kencing di tempat itu. Masih tidak percaya? Tengok saja, banyak kompasianer yang takut dengan akun hantu kan? Hahaha.
Lebih parah lagi, ada yang begitu takut dengan pluralism dan demokrasi sehingga muncul sebutan hantu pluralism dan hantu demokrasi. Mereka yang ketakutan biasanya menginginkan keseragaman dan anti kritik. Kalau pun boleh mengkritik lalu ditambahi embel-embel “boleh kritis tapi jangan sinis” atau “kritik pakai akun yang jelas, jangan seperti pengecut”. Jadi secara spesifik mereka takut dengan yang saya beri nama hantu kritis, hantu yang hobinya ngekritik.