"Kebebasan berbicara adalah landasan demokrasi yang fungsional dan Twitter adalah garda terdepan dunia digital tempat hal-hal penting bagi masa depan umat manusia diperdebatkan," kata Musk seperti dikutip BBC.com, Selasa (26/4/2022) yang diambil dari cuitan Elon Musk di Twiter.
Kontan cuitan ini menuai banyak debat di jagat medsos seluruh dunia. Free speech atau kebebasan berpendapat seperti apa yang dimaksud? Kalau kebebasan berpendapat yang dimaksud Elon Musk adalah benar-benar bebas tanpa mengindahkan etika, besar kemungkinan free speech ini akan cenderung menjadi hate speech.
Kalau free speech yang diharapkan Elon Musk ini benar-benar mendukung kebebasan tanpa mengindahkan norma, baik norma agama maupun norma budaya masyarakat, kemungkinan besar akan menimbulkan ketidaknyamanan diantara masyarakat.
Kalau free speech yang dimaksud ElonMusk adalah benar-benar bebas ngomong apa saja tanpa aturan, besar kemungkinan akan menimbulkan banyak kegaduhan.
Bagaimanapun juga setiap orang, kelompok masyarakat bahkan negara pasti punya etika. Pasti punya norma. Pasti punya budaya. Pasti punya Undang-undang. Terlepas dari bagaimana undang-undang itu mengaturnya. Demikian juga dalam hal demokrasi.
Twitter hanyalah platform yang memberikan kemudahan masyarakat untuk free speech atau berbicara melalui tulisan. Dia hanya sebagai platform, bukan aturan, bukan norma dan bukan undang-undang. Oleh karena itu meskipun Twitter mengklaim bahwa aplikasinya mendukung free speech, namun tidak serta merta bebas tanpa batas. Kalau benar free speech itu benar-benar bebas tanpa batas, lalu cuitan orang menimbulkan suatu kegaduhan, apakah Twitter bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkannya?
Kebebasan berpendapat, sesungguhnya bukanlah bebas tanpa batas. Kebebasan seseorang dalam berpendapat ataupun melakukan hal lainnya, selalu berbatasan dengan kebebasan ataupun hak orang lain untuk meakukan hal yang sama. Itulah, batas dari suatu kebebasan. Itulah arti bahwa bebas itu tidak bablas, bebas itu ada batasnya.