Banyak orang yakin dan percaya bahwa dalam setiap kesempatan selalu hanya menobatkan satu oang pemenang. Dan tentu saja karena itu selalu menyisakan yang lainnya sebagai pecundang. Apakah Sampeyan juga mempercayai kredo itu?
Pendapat ini bisa jadi benar jika diterjemahkan dalam lingkup suatu pertandingan. Entah itu dalam skala Olimpiade, Asian Games, Sea Games yang baru berlalu, PON yang akan segera digelar ataupun sekedar lomba tujuhbelasan di kampung. Namun dalam kehidupan nyata, gelar pemenang tidak selalu menjadi monopoli satu orang atau grup. Semua orang berhak menjadi pemenang dan semua orang, tentu saja sebaliknya, juga memiliki peluang menjadi pecundang.
Dalam dunia bisnis, kalau kita sudah dapat memperbesar dan merebut pangsa pasar, apakah dengan demikian dapat diartikan kita telah keluar sebagai pemenang sementara yang pangsa pasarnya kecil harus menerima disebut pecundang? Dalam lingkup yang lebih mikro, apakah jika kawan kita punya bisnis yang lebih baik, punya jabatan yang lebih tinggi, punya kekayaan yang lebih menggunung ataupun punya mobil mewah berederet-deret yang padahal tidak akan pernah bisa dikendarai sekaligus, layak disebut pemenang? Sementara kita yang bisnisnya skala kecil dan biasa-biasa saja, tidak punya jabatan tinggi –jangankan jabatan tinggi, jabatan rendah pun juga tidak punya ataupun hidup pas-pasan, lalu serta merta layak disebut sebagai pecundang?
Pemenang dan pecundang tidak selalu ditakar dengan ukuran agregat. Pemenang dan pecundang diukur dengan takaran personal yang lebih spesifik dan unik yang hanya berlaku untuk masing-masing perusahaan ataupun pribadi yang telah ditetapkan sebelumnya. Kalau pagi ini kita menargetkan siang nanti akan makan siang dengan sambal terasi dan ternyata siang nanti kesampaian makan sambal terasi, itu sudah lebih dari cukup kita menyandang gelar pemenang. Sebaliknya bagi yang menargetkan makan siang dengan sushi tetapi dapatnya sambal terasi, tidak bisa serta merta kita sebut sebagai pecundang dibanding kita. Dia memang pecundang, tetapi berdasarkan target pribadinya, bukan berdasarkan target kita.
Kalau kita bukan pejabat dan tetangga kita pejabat, tidak selalu tetangga kita adalah sang pemenang kalau di sisi lain ternyata banyak tetangga lain yang lebih senang ngobrol dan bercengkerama rame-rame di rumah kita daripada di rumah sang pejabat. Lebih banyak orang yang datang ke rumah kita dengan wajah kusut tetapi selalu pulang dengan wajah yang lebih cerah. Lebih banyak lagi orang yang datang dengan tangan kosong tetapi pulangnya selalu membawa kantong.
Kalau saja saat ini sampeyan masih belum berhasil keluar sebagai pemenang menurut ukuran-ukuran ”konyol” orang lain –tentu saja selalu bersifat materi, harta dan tahta!, jangan pernah berkecil hati. Karena bisa jadi menurut ukuran-ukuran yang telah kita yakini, kita justru sudah berada lebih tinggi diatas podium pemenang.
Selamat pagi, selamat berkatifitas, dan selamat menjadi pemenang bagi diri sendiri.
[silo@bandung, 08/12/2011]
________________________________________
SIMAK JUGA:
Kita Semua Juara
Menjadi Sukses dan Terkenal Ala @poconggg
Juara Sejati Tak Perlu Medali
Serius Atawa Main-main
Publikasi
Berbagi
Qurban
Kemasan
Kebenaran
Waktu
Pemuda
Pengalaman
Menjadi Luar Biasa
Belajar Pada Onta