Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Skenario Intelijen Asing di Draft Otsus Plus Papua ?

5 Februari 2014   13:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:08 4742 26
Beberapa waktu yang lalu tepatnya Senin (19/1) draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Otonomi Khusus (Otsus) Plus di Tanah Papua diparipurnakan oleh DPRP dan ditandatangani oleh Gubernur Papua Lukas Enembe. Salah satu dari isi RUU tersebut yang sangat kontroversial yaitu pada pasal 299 yang berisi “Referendum apabila UU ini tidak dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat”.

Selain dari pasal tersebut, di dalam draft RUU Otsus Plus ini juga direncanakan adanya pembentukan “Gubernur Jenderal” yang berkedudukan sebagai pucuk pimpinan dalam pemerintahan (kedudukannya di atas Gubernur Papua & Papua Barat). Selanjutnya pada Pasal 17 berisi tentang permintaan Pemprov “agar Pemerintah Pusat melimpahkan secara terbatas kewenangan kerjasama dengan negara/badan luar negeri”. Untuk mengatur jalannya pemerintahan, kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri tidak dapat dilimpahkan kepada pemerintah provinsi, karena sangat berpotensi untuk melegitimasi atau penguatan bagi wilayah masing-masing yang pada akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya perpecahan bagi bangsa Indonesia. Dengan kata lain apabila di Indonesia ada sebutan sebagai “Gubernur Jenderal” maka gubernur tersebut dapat melaksanakan kegiatan “bebas berpolitik” baik dalam maupun luar negeri, yang dapat dijadikan sebagai alat untuk melobi dan akhirnya lepas dari Indonesia. Apalagi di wilayah Papua, banyak negara-negara yang sudah tergiur akan sumber daya alam yang ada di wilayah Papua.

Jika dilihat dari beberapa point di atas, apabila Pemerintah Pusat memberikan pengesahan terhadap RUU tersebut menjadi sebuah UU, maka Provinsi Papua sudah 95% menjadi sebuah negara (Mirip sebuah Negara Federal), sedangkan apabila RUU tersebut tidak disahkan oleh Pemerintah Pusat, maka sesuai dengan isi pasal 299 dalam RUU tersebut yang telah diyakini oleh “si pembuat” bahwa RUU tersebut merupakan hasil pemikiran dan keinginan dari rakyat papua, ini sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua Komisi D DPR Papua, Yan Permenas Mandenas menilai bahwa dalam pembahasan draft Otonomi khusus (otsus) plus yang berisi tentang revisi UU Nomor 21 Tahun 2001, yang telah dibahas di Majelis Rakyat Papua (MRP) terkesan tertutup dan dipaksakan.

Hal inilah yang akhirnya Pihak Asing dapat membuat agenda rahasia untuk merebut/ merongrong Papua untuk merdeka dengan cara menyebarkan isu Papua merdeka yang saat ini terus dikembangkan oleh kelompok separatis Papua baik di dalam maupun di luar negeri. Isu yang dikembangkan kelompok separatis Papua antara lain demokratisasi dan pelanggaran HAM. Isu-isu inilah yang sering dimanfaatkan oleh LSM asing atau kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk dieksploitasi dan dipolitisasi di forum internasional.

Isu tentang tuntutan referendum dari sebagian masyarakat Papua seperti yang tertera dalam RUU Otsus Plus pasal 299 untuk memisahkan diri dari NKRI diduga juga tidak lepas dari campur tangan dan kepentingan pihak asing, yang memang sengaja ingin memecah-belah NKRI.

Kasus lepasnya Timor Timur menjadi salah satu contoh adanya campur tangan kepentingan dan kekuatan dari pihak asing di Indonesia. Sehingga patut diduga dan diwaspadai bila organisasi internasional dan LSM tertentu berupaya mendorong dan mendukung aksi-aksi separatisme di Papua. Antara lain, dengan menggunakan kedok dan bersembunyi di balik isu HAM dan demokratisasi.

Dugaan bahwa gerakan separatis yang ada di Papua mendapat dukungan dari pihak asing sebenarnya tidak berlebihan, sebab Papua merupakan wilayah yang paling mudah dirancang oleh pihak asing untuk dilepaskan dari NKRI dengan berbagai alasan. Alasan-alasan yang sering di politisasi adalah letaknya wilayah paling timur, adanya klaim tentang perbedaan ras, dan masih dipermasalahkan tentang integrasi masyarakat Papua ke dalam masyarakat Indonesia.

Kelompok separatis Papua selama ini terus berupaya mencari dukungan dunia internasional dengan menciptakan opini terjadinya pelanggaran HAM di Papua, seolah-olah ada perlakuan tidak adil dari pemerintah pusat maupun aparat keamanan kepada masyarakat Papua. Kelompok separatis Papua tersebut justru berupaya untuk menarik dan melibatkan dunia internasional untuk mendukung perjuangan mereka dan campur tangan dalam penyelesaian masalah Papua.

Adapun adanya dugaan pihak asing untuk mendukung separatis Papua tersebut, perlu dicermati dan diwaspadai. Sebab, sesungguhnya ada permainan dan kepentingan tertentu di balik aktivitas kegiatan pihak LSM asing yang dapat merugikan pemerintah RI. Kelompok tersebut dalam melakukan kegiatan selalu berkedok sebagai jurnalistik, penelitian, medis, keagamaan, atau aktivitas kemanusiaan lainnya. Untuk itu, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, jangan sampai mau diintervensi dan diobok-obok oleh pihak asing. Bila terdapat masalah seperti tuduhan pelanggaran HAM dan ketidakadilan di Papua, seyogyanya masalah itu diselesaikan secara internal dalam negeri saja. Sebab, persoalan di Papua merupakan masalah internal dalam negeri sehingga harus diselesaikan sendiri oleh bangsa Indonesia, tidak perlu melibatkan pihak asing.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun