Segera Emil, anak pertamaku, membuka pintu rumah dengan tangan mungilnya. Tentu dibantu oleh mbah utinya. Senyum bayi yang sudah menginjak 16 bulan itu merekah. Gigi-gigi kecilnya mungil dan putih terlihat jelas.
Ekspresi-ekspresi lucunya seolah digunakan untuk menyambutku. "Tatatatata. Yahyahyah" itu suara yang kerap keluar dari mulut mungilnya. Entah makna apa yang terkandung dalam deretan kalimat itu. Aku hanya sanggup mengartikan, "Emil senang ayah pulang".
Aku pun langsung menyahut tubuh mungilnya sambil bilang beragam kata, yang mungkin Emil juga tidak paham artinya. Bagiku itu ga penting, yang terpenting aku bisa menggendong bayi lucuku itu.
Momen-momen seperti itu sangat menyenangkan. Segala rasa capek dan rindu rontok seketika. Karena sebagai ayah perantau atau LDR, momen bertemu anak tidak dapat dilakukan setiap hari.