Puasa artinya menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang dapat membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Secara esensi hikmah puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang dilarang syariat agama, pengendalian diri dari hawa nafsu.
Namun apakah esensi puasa tersebut sudah benar-benar kita raih? Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga semata. Ketika akan berbuka kita menyiapkan segalanya memasak makanan yang lain dari biasanya, menu yang disajikan beraneka macam dengan rasa yang begitu menggugah selera. Porsi yang dimasak juga bertambah, sehingga biaya belanja pun meningkat. Terkadang makanan yang disajikan tidak habis semua, meninggalkan banyak sisa. Sehingga makanan tersebut banyak yang terbuang percuma. Padahal sikap boros merupakan salah satu sikap yang dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya dalam Al-Qur'an Surat Al Isra' ayat 26-27, yang artinya "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS Al-Isra':26-27).
Di ayat lain Allah sangat tidak menyukai orang-orang yang suka berlebih-lebihan "Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-An'am:141). Terkadang juga karena lahap berbuka kita sering lupa makanan yang dimakan porsinya lain dari biasanya, membuat perut kekenyangan. Pada akhirnya rasa kantuk pun mendera. Sebagian malam yang seharusnya dimanfaaatkan untuk melakukan qiyamulail malah digunakan untuk tidur.
Jika hal demikian yang terjadi, ada yang harus dipertanyakan pada diri sendiri sudahkah esensi puasa itu kita raih? Puasa sejatinya mengajarkan kepada manusia untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu, menjauhkan diri dari sikap berlebih-lebihan. Jangan sampai saat bulan ramadhan selesai kita kembali mengumbar hawa nafsu seenaknya.