Lagu :
Rita manis...Rita manis...ya Rita Manis...
Pandang tak jemu...Pandang tak jemu...
Aku terlena pandang pertama...aku terlena pandang pertama...
Cerita :
Lagu legenda Hitam Manis Koes Plus yang liriknya dirubah menjadi Rita Manis itu merupakan lagu kenangan nostalgia saat pertama Ningsih berkenalan dengan suaminya yang memulai lakukan pendekatan dan merayu Ningsih atau Rita.
Dimana suaminya menjadi terlena pada pandang pertama.
Ini kisah tentang Margaretha Setianingsih yang biasa dipanggil Ningsih.
(Veldhuyzen Family generasi ke 3 dan anak ke 5 dari Agnes Evertine Veldhuyzen).
Kisah tentang kakak perempuan ku yang terbaik dan tersukses.
Ningsih yang tercantik berparas indo Belanda...Bule dan Pintar tapi humble dan juga Aktif, Berjiwa Sosial serta Berhati Mulia seperti Emas.
Aku tidak asal memuji dengan penilaian yang subyektif tapi dengan penilaian yang obyektif dan berdasarkan pendapat dari orang-orang lain misalnya :
Ningsih, Cantik indo Belanda...orang bule.
Gaung kecantikan indo Belanda nya hingga ke lingkungan Keraton. Lho kok bisa ?
Ya, ketika tahun 1990 an, aku bekerja sebagai Konsultan dalam artian bahasa Jawa atau kependekan dari Konkonane Sultan alias Suruhannya Sultan.
Saat itu aku bekerja sebagai Pejabat Pemberi Kredit pada salah satu Bank milik Sri Sultan Hamengku Buwono ke 10.
Dimana untuk pencairan kredit pinjaman yang berjumlah milyaran rupiah, harus ada pembahasan dan persetujuan dari Komaris atau Pemilik Bank yang saat itu dijabat dan dikuasakan ke Kanjeng Gusti Pangeran Haryo atau KGPH Hadiwinoto adik kandung Sri Sultan HB X.
Seperti biasanya saat aku menghadap beliau dan menunggu di ruang sekretaris nya May (bukan nama sebenarnya), tiba-tiba si May bertanya dengan suara yang agak kencang sambil kaget : Roy...tibake Kowe iku Londo yo ?
Aku pikir Kowe iku wong Tionghoa...
(Roy... ternyata kamu itu Belanda ya ?
Aku pikir kamu orang Tionghoa).
Aku hanya tersenyum dan dalam hati bertanya si May kok bisa tahu ya ? Padahal aku dimanapun tidak pernah beri pengakuan bila aku indo Belanda.
Kata si May lagi : ya...kemarin kakak mu Ningsih bertemu dengan Dee (bukan nama sebenarnya) sahabat May kuliah.
Diruang itu juga ada Sekretaris Sri Sultan HB X dan Sekretaris-sekretaris Direktur.
Semua pada bertanya ke aku : Iya, to...Roy ?
Aku hanya tersenyum saja...dan dalam hati berkata : waduh kebongkar deh keaslian ku...
May berkata lagi : Iya lho kakaknya yang bernama Ningsih itu cantik banget indo Belanda... orang bule.
Dan aku balas perkataan May : Hey...Kalian semua juga cantik-cantik dan ayu-ayu tenan lho...
Kemudian mereka semua berkata serentak : Roy Gombal...
Aku hanya tertawa kecil...he...he...he...
Ningsih, Pintar tapi rendah hati...humble.
Ningsih juga pintar saat di sekolah, dari sejak Sekolah Dasar hingga SMA selalu dapat juara kelas.
Aku pernah satu alumni sekolah SMA Santa Maria Surabaya.
Ketika itu guru mata pelajaran Sejarah yaitu Ibu Tartik yang kebetulan rumahnya persis disebelah rumahku, bercerita didepan kelas saat mengajar :
Kakaknya Roy yang bernama Ningsih itu Pintar banget...waktu penjurusan masuk IPA sempat satu semester, tetapi dia rendah hati dan pilih Budaya karena ingin kuliah jadi Sejarahwan Arkeolog.
Saya bangga sama dia dan senang ikuti jejak saya jadi Sejarahwan.
Enggak kayak adiknya tuh si Roy...Bodoh karena kebanyakan main melulu...
Rumahnya tiap hari hampir puluhan teman-temannya datang main jadi tempat nongkrong sampai larut malam.
Gak pernah belajar...makanya Bodoh...
Kemudian disambut Tertawa oleh semua murid di kelas....Ha...Ha...Ha...
Kemudian kata Ibu Tartik lagi : Tapi suami saya yang RT itu malah senang dan pernah ngomong ke Roy : Om...Tikno senang kalau ada Roy dan teman-temannya pada ngumpul...
Karena lingkungannya jadi Ramai dan Aman...
Kata Bu Tartik lagi : Tuh si Roy sudah bodoh...eh malah dapat pujian...aneh ya...
Kemudian disambut Tertawa lagi oleh semua murid dikelas ku...Ha...Ha...Ha...
Ningsih, Kakak yang Hatinya Paling Baik versi Papi Tjipto.
Pada suatu hari aku dipanggil Papi :
Roy sini...Kakakmu yang hatinya paling baik itu Ningsih...
Nih...baca surat dari nya...
Isi surat itu...Papi tidak usah kuatir masalah kuliah Roy...
Biar Ningsih yang jamin dan didik Roy agar bisa berhasil hidupnya nanti...
Kata papi aku lagi :
Jadi kamu Roy harus "diasingkan" kuliah ke Yogyakarta dan tinggal sama Ningsih.
Karena kamu sudah terlalu banyak teman di Surabaya jumlah nya sampai ratusan dan kerjaannya ngumpul-ngumpul terus sampai pagi...
Mana bisa kamu belajar serius...pasti terganggu...
Jadi kamu pindah ke Yogyakarta untuk kuliah dan belajar hidup disana dengan Ningsih.
Ya, benar semua keperluan kuliah sudah disiapkan oleh Suami Ningsih yang menurut penilaianku sebagai kakak ipar yang terbaik.
Mulai form pendaftaran, info jadwal test hingga info lokasi test.
Dan dibuatkan kamar pribadi lengkap dengan tempat tidur dan meja belajar.
Ningsih Wonder woman pejuang tangguh, tekun, tabah, tegar, tidak pernah meratap dan tidak cengeng.
Kemudian aku pindah ke Yogyakarta kuliah di sana dan tinggal serumah dengan Ningsih.
Tinggal didesa didaerah Sinduadi Sleman.
Hidup dengan suasana didesa yang sepi sunyi sangat berbeda sekali 180 derajat dengan hidup di tengah kota Surabaya yang hingar bingar...
Saat itu Ningsih sudah lulus S1 Arkeologi dan hidupnya sangat sederhana sebagai Pegawai Negeri dan Suaminya juga Arkeologi pegawai negeri.
Namun Ningsih kuat tangguh menjalaninya.
Apalagi disaat suaminya pindah tugas ke Bandung.
Bersamaan saat itu sedang hamil anak ke 2 di Sam.
Betapa susah payah hidupnya...
Dia harus bangun subuh untuk mandikan Dani dan siapkan sarapan Dani anak pertama nya ke sekolah SD yang kadang aku bantu antarkan ke Sekolah naik peed atau sepeda...
Kadang juga Dani diantar Ningsih naik motor dengan perut buncit sedang hamil Sam sekalian berangkat ke kantor.
Kantor Ningsih jauh di luar kota di daerah Prambanan jaraknya hampir 20 km dari rumah.
Tentunya sangat berbahaya bagi seorang wanita hamil naik motor dijalanan luar kota yang penuh sarat dengan kendaraan besar seperti Truk dan Bis.
Dan itu dilakukan setiap hari dilaju langsung berangkat pagi dan pulang sore hari.
Sesampainya dirumah sore hari harus bereskan rumah, mandikan Dani dan siapkan makan juga temani belajar.
Keseharian kegiatan Ningsih saat itu ibarat Wonder woman.
Pejuang yang gigih dan ulet juga tagguh tegar tanpa mengeluh, meratap dan tidak cengeng.
Apalagi saat lahiran si Sam, pagi-pagi jam 6 aku dibangunkan...
Roy bangun antar aku ke Rumah Sakit, sudah mau melahirkan nih... ketubanya sudah pecah.
Ningsih yang setir motor nya, karena aku harus bawa tas koper keperluan rawat inap ke Rumah Sakit Panti Rapih yang jaraknya hampir 3 km dari rumah.
Ningsih nyetir sambil nyengir-nyengir nahan sakit perutnya.
Tapi sampai juga di Rumah Sakit dengan selamat di pagi-pagi itu hingga sore baru melahirkan si Sam.
Atau menahan sakit dan sesekali berteriak mengerang-ngerang kesakitan selama 10 jam lamanya...baru jabang bayi bisa keluar dilahirkan.
Wuh... kalau ingat-ingat lagi saat itu, benar-benar Ningsih ibarat Wonder woman asli...
Ningsih, bijaksana, berpikir positif dan selalu ingin berkembang maju.
Pada awal 1990 an suaminya dapat tugas belajar program S2 Master di Perancis selama 4 tahun.
Jadi Ningsih hidup terpisah lagi dengan Suami.
Untuk menghilangkan rasa kesedihan nya ditinggal jauh oleh suami. Ningsih memutuskan pindah sementara ke Jakarta hidup dengan mertua sambil merawat ke dua anaknya dia kuliah lagi program S2 Master di Universitas Negeri di Salemba.
Setelah suaminya selesai kuliah di Perancis dan pulang ke Indonesia ditugaskan kerja di Medan.
Ningsih memutuskan untuk ikut pindah ke Medan dan bekerja di sebuah Perguruan Tinggi Negeri Pariwisata milik Pemerintah.
Kemudian Ningsih kuliah lagi program S3 Doktoral di Universitas Negeri di Medan.
Disamping pernah itu beberapa kali lulus Sandwich Program keahlian profesi hingga ke Universitas Leiden di Belanda dan di London, Inggris .
Menjadi salah satu Putri terbaik bangsa.
Minggu lalu aku chatting via WA dengan Ningsih...
Aku tanya : Oh ya, mau tanya...kapan jadi Profesor ? Kan sudah penuhi syarat sudah S3 tiga tahun, sudah jadi dosen pengajar lebih dari 10 tahun dan tinggal tulis karya ilmiah...
Dan dibalas : Ya, sedang proses dan Doa kan ya...
Aku jawab balas : Ya, Pasti aku Doa kan selalu,
"To My Best Sister Who Inspiring All Women to be Successful."
Tentunya menjadi salah satu Profesor di Indonesia hanya ada segelintir orang saja yang bisa berhasil mencapai nya.
Sudah dapat dibilang sebagai Salah satu Putra Putri Terbaik Bangsa Indonesia.
Tentunya juga menjadi Kebanggaan Keluarga.
Khusus nya Veldhuyzen Family.
Ningsih, taat beragama, berjiwa sosial dan berhati mulia seperti emas.
Selagi pegang Hp aku ditanya istri, lagi ngapain ? Chat lagi sama Ningsih ? Minta bantuan lagi ?
Diberi lagi bantuan ?
Aku hanya menganggukan kepala.
Gak bosan dia ?
Benar-benar hati kakak mu Ningsih itu seperti Emas logam Mulia.
Kata istri aku seperti itu...
Aku renungkan lagi dari aku masih kecil Ningsih selalu bantu aku.
Sudah seperti salah satu Firman yang berbunyi :
"Ketika Aku haus, kau beri Aku minum. Ketika Aku lapar kau beri Aku makan. Ketika Aku tak punya rumah kau beri Aku tempat tinggal untuk berteduh."
Dulu aku berpikir mana ada orang yang sanggup akan lakukan Firman Tuhan seperti itu.
Tetapi setelah menjalani hidup Ternyata Ada yang melakukan dan taat beragama melakukan sama persis dengan yang tercantum dalam Firman Tuhan seperti tersebut,
Yaitu kakak ku Ningsih yang paling Peduli dan paling mau tahu...
Ternyata tidak hanya dilakukan membantu kepada aku saja, namun berderma juga kepada semua saudara-saudara yang sedang kesusahan, terutama pada saat dampak Pandemi Corona Covid-19.
Ningsih benar-benar patut dibanggakan dan jadi inspirasi suri tauladan bagi semua... khususnya generasi penerus Veldhuyzen Family.
Cerita ini ditulis terinspirasi dari sebuah kisah nyata.
Penulis :
Robert Setiadji - Roy