Publik serasa di bawa ke dalam ranah emosional,dalam memberikan penilaian. Penilaian yang bersifat subjektif pun muncul. Ustad ialah seorang public figure yang sangat mulia,lalu?. Pada saat ia melakukan kekeliruan,apakah kemulian itu musnah? Hakikatnya setiap manusia memiliki kemulian ialah dengan memilikinya (Akal,nafsu dan naluri) dengan adanya fungsi itu manusia dikatakan mulia karena memiliki potensi untuk mencapai kebaikan ataupun keburukan. Ustad termasuk bagian dari manusia dan ustad memiliki potensi sama dengan manusia lainnya pernah,terkadang dan bahkan sering berbuat kekeliruan.
Muncullah wacana "Bukankah apa yang dilakukan Ustad itu sebuah penodaan agama?" . Bukankah banyak pula mayoritas yang beragama di setiap berita tetapi menyalahi aturan agama. Kita boleh berguru kepada Ustad ataupun pemimpin agama manaupun. Tapi jadikanlah ia hanya sebagai media kita medapatkan ilmu. Masalah integritas dengan ucapannya biarlah hanya yang berangkutan dan Tuhannya saja yang mengetahui,jadikanlah itu sebagai media ilmu bagi publik. Mari kita jadikan itu sebagai pengingat kita bahwa wacana berita ini sebagai pengajaran bahwa " Kita boleh belajar kepada siapapun tetapi jadikanlah panutan kita itu kepada Rasulullah dan Allah sebagai tujuan kita. Karena Rasulullah adalah sebaik baiknya panutan" dan begitu pun bagi umat beragama yang lain jadikanlah pemimpin agama sebagai media dan tujuan kita hanya kepada Tuhan kita semata-mata. Jangan biarkan waktu anda  terbuang dengan perbincangan ini,apalagi menghakimi yang bersangkutan,karena hakim hanya satu,ialah Tuhan. Sibukkan kegiatan kita dengan kualitas terbaik,apalagi saat ini Bangsa yang tangguh ini sedang di beri ujian dengan bencana alam. Alangkah baiknya kita gunakan waktu kita untuk membantu saudara-saudara kita itu dengan sesuatu yang bermanfaat. Marillah kita hakimmi diri kita sendiri agar menjadi pribadi yang terbaik.