Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Selama Janur Kuning Belum Melengkung

24 Januari 2023   18:20 Diperbarui: 24 Januari 2023   18:21 466 1
FRASA "Selama janur kuning belum melengkung" terbiasa dipakai sebagai pengumpamaan atas sesuatu yang belum pasti, sejatinya dalam kaitan keabsahan berpasangan. Pasangan dalam status berpacaran, atau bahkan bertunangan, masih bisa putus. Selagi janur kuning belum melengkung, apapun masih bisa terjadi.

Frasa di atas itu pun menjadi lazim dipakai dalam persfektif politik sekarang ini, khususnya dalam interaksi penggabungan partai-partai. Bisa dikatakan, tidak ada partai atau koalisi yang sudah terbentuk sekali pun yang tidak terserempat perumpamaan tersebut. Semua saling mengklaim. Semua saling mengutarakan jargon lama, bahwa politik itu dinamis. Bahwa apapun bisa terjadi, juga pada "last minute" atau menit terakhir.

Maka, bisa dianggap wajar dan sah-sah saja jika partai atau koalisi pun tidak sekadar saling klaim, atau saling lempar pujian, tetapi juga saling sindir. Itulah yang terjadi hari-hari ini, ketika mereka diburu waktu untuk menentukan pilihan.

Dua kemitraan partai yang sudah terbentuk, yakni Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), sama-sama meyakini segera memperoleh tambahan partai.

KIB yang beranggotakan Golkar, PAN dan PPP termasuk yang sudah sejak awal menegaskan keyakinannya akan mendapat tambahan anggota baru. Baik partai parlemen atau non parlemen. KIB dikesankan tengah intensif merayu PKS untuk bergabung. KIB sebelumnya optimistis bisa meningkatkan kekuatan dengan tambahan dua partai non parlemen.

Terkini, KIB bahkan mempersilakan Gerindra dan PKB bergabung dengan mereka. Padahal, Gerindra dan PKB sudah menjalin kemitraan dalam KIR. Frasa "Selama janur kuning belum melengkung" dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto.

Frasa itu disampaikan Yandri Susanto sebagai respon atas pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Sebelumnya, Prabowo Subianto menegaskan bahwa partainya dan KIR masih membuka diri untuk partai lain.

Menanggapi itu, Yandri cepat meresponnya dengan berbalik mengajak Gerindra dan PKB bergabung ke KIB. "Komunikasi dengan semua partai baik. Sebelum janur kuning melengkung, kalau istilahnya orang mau menikah ya sebelum ijab kabul semua masih bisa terbuka," begitu antara lain dikemukakan Yandri Susanto.

Seperti sering disampaikan, Yandri kembali menegaskan tentang solidnya KIB. Koalisi Golkar, PAN dan PPP itu tidak pernah meributkan masalah pencapresan, karena KIB memprioritaskan penyamaan visi, misi dan platform koalisi.

Mungkin karena itu juga KIB jarang menerima sentilan terkait pencapresan dari partai lain. Itu berbeda dengan partai atau koalisi lain. Pembentukan sekretariat bersama (sekber) Gerindra dan PKB, misalnya, ditimpali sentilan terkait indikasi kekecewaan salah satu partai anggotanya, yakni PKB.

Pembentukan sekber KIR itu tak mengurangi resistensi atas dugaan rapuhnya kemitraan antara Gerindra dan PKB. Kubu Demokrat menyebut, pembentukan sekber tak mengurangi letupan kekecewaan dari kubu PKB karena sikap petinggi Gerindra yang belum juga menentukan capres dan cawapres yang diusung.

Gerindra sudah lama memposisikan Prabowo Subianto sebagai capres di Pilpres 2024. Itu tak bisa ditawar-tawar lagi. Namun, pasca peresmian kemitraannya dengan PKB pada 13 Agustus 2022 di Sentul, Jabar, KIR belum juga mendeklarasikan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung.

Kubu PKB sejak awal sudah memberikan isyarat menerima Prabowo Subianto sebagai capres. Namun, PKB meminta jatah cawapres untuk Ketua Umumnya, Muhaimin Iskandar. Itulah yang belum terealisasi hingga detik ini.

Gerindra tampaknya belum sreg dengan duet Prabowo-Cak Imin. Itu sebenarnya identik dengan apa yang terjadi di kubu sebelah, khususnya pasca pengusungan Anies Baswedan sebagai capres oleh NasDem. Anies dan NasDem masih menolak opsi dari Demokrat dan PKS yang memajukan jagoannya masing-masing sebagai cawapres, yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan Achmad Heryawan.

Hal itu juga yang membuat pembentukan Koalisi Perubahan masih terkendala. Itu juga yang membuat Demokrat dan PKS masih gamang, antara tetap berencana bermitra dengan NasDem atau bergabung dengan partai atau koalisi lain.

Selama janur kuning belum melengkung, seperti diumpamakan Yandri Susanto di atas, maka apapun masih bisa terjadi...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun