Bahwa politik itu dinamis, semua bisa memahaminya. Bahwa apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP PPP Arsul Sani adalah juga bagian dari dinamisnya politik itu. Banyak "gimmick-gimmick" politik yang ramai dilontarkan di masa-masa menuju pencapresan.
Bahwa "gimick-gimick" itu bisa dianggap serius, sekadar pancingan atau main-main, sangat tergantung juga bagaimana cara kita memandangnya. Orang-orang politik, para politikus, mereka yang berada di parlemen, hampir setiap saat "bergimmick-ria".
Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP, yang sudah diberi mandat oleh kongres untuk menentukan figur capres dari partainya, bisa kita pahami juga hari-hari ini dan ke depannya bukannya tidak pusing. Ke depannya dalam artian ke waktu untuk mendaftarkan siapa calon dari partai berlambang banteng moncong putih ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Karena waktunya relatif masih lama, yakni mulai pertengahan Oktober 2023 mendatang, Megawati tentunya masih menimbang-nimbang dengan matang, memperhitungkan semua aspek, membuat kalkulasi politik dengan mengedepankan harapan kemenangan.
Harapan kemenangan tentunya juga menjadi landasan bagi partai, atau gabungan partai-partai politik, dalam merumuskan pendapat akhir terkait sosok yang layak dicapreskan.
Apalagi PDIP, yang dua kali memenangkan Pemilu, konsisten mendukung Joko Widodo, dan sejak awal meyakini kepemimpinan mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu hanya sebatas 2 periode, sehingga pasca Pilpres 2024 akan ada pemimpin bangsa yang baru.
Dari persfektif politik, apa yang disampaikan Arsul Sani sebenarnya wajar-wajar saja. Soal pencapresan, atau siapa dijagokan oleh siapa, mungkin sudah menjadi perbincangan sehari-hari di kalangan anggota parlemen. Namun, dimensinya bisa menjadi lebih luas jika hal itu disampaikan dalam sebuah forum yang melibatkan media juga.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi III DPR dengan Gerakan Rakyat Anti Madat dan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta, pekan lalu di kompleks parlemen, Senayan, sebenarnya Arsul Sani spontan saja melemparkan pernyataan soal figur-figur yang selama ini disebut-sebut dijagokan sebagai calon presiden.
Pada kesempatan itu Arsul secara berseloroh menyatakan bahwa rekan-rekannya di Komisi III DPR tersebut adalah andalan di partainya masing-masing. Seloroh Arsul disertai tambahan terkait jagoan dari partai-partai tersebut untuk Pilpres 2024.
Saat memperkenalkan Supriansa, politikus Golkar, misalnya, Arsul menambahkan tentang Airlangga Hartarto yang akan menjadi capres dari partai beringin itu. Arsul juga memamerkan rekan-rekannya yang lain.
Habiburokhman, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, yang memperjuangkan Prabowo Subianto sebagai capresnya. Lalu, giliran memperkenalkan politikus PDIP Johan Budi, Arsul menyatakan bahwa partai tempat Johan Budi bernaung bakal mengusung salah seorang kader yang juga digadang sebagai bakal capres. "Kalau yang sebelah saya ini (menunjuk Anggota PDIP Johan Budi), capresnya Ganjar Pranowo.
Soal capres dari PDIP tampaknya menjadi hal yang sangat sensitif. Apalagi dibicarakan dalam sebuah forum. Tak mengherankan jika seloroh Arsul lantas mengundang komentar dari sejumlah kader PDIP lainnya.
Seperti yang dikemukakan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, "Persoalan pencapresan adalah ranah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri," tegas Bambang Pacul.
Oleh karena itu, tegasnya, tidak ada satu pihak di internal partai yang boleh melanggar hal tersebut sebagaimana amanah Kongres PDI-P. Ketua Komisi III DPR ini kemudian meminta semua pihak menghormati keputusan Kongres PDI-P tersebut.
Semua kader PDI-P juga tegak lurus untuk menaati keputusan Megawati terkait pencapresan. Walau demikian, jika ada orang luar berpendapat, monggo saja..