UNTUK mengusir roh-roh jahat, masyarakat Sulawesi Tengah kerap menggelar ritual balia tampilangi dengan menginjak-injak bara api tempurung yang masih menyala. Aksi ini merupakan ritual masyarakat adat Suku Kaili yang bermukim di wilayah Palu, Donggala dan Parigi, Sulawesi tengah. Ritual ini biasanya ditujukan untuk pengobatan. Dengan hanya diiringi tabuhan gendang dan lantunan lagu pujian pada Tuhan para penari yang terdiri dari lelaki dan perempuan paruh baya itu memulai aksinya. Ritual ini oleh masyarakat adat Kaili di Parigi disebut balia tampilangi. Meski terlihat mudah, namun tidak sembarang orang bisa menjadi penarinya. Para penari dalam ritual adatnya hanyalah mereka keturunan dari penari balia sebelumnya. Ritual balia dilakukan untuk mengusir roh jahat yang mengganggu manusia. Pada praktiknya juga ditujukkan untuk penyembuhan penyakit tertentu. Awalnya sejumlah penari mulai mengikuti irama gendang yang ditabuh oleh tiga orang pria. Tarian itu dilakukan sambil berjalan melingkar dan juga mengayun-ayunkan parang sambil memotong batang dan daun pisang yang diletakkan di tengah-tengah lingkaran penari. Setumpuk batok kelapa yang sudah dibakar dan menjadi arang yang menyala lalu diinjak-injak oleh tujuh penari tua itu. Ritual menginjak-injak bara api diyakini bisa mengusir roh jahat yang mengganggu manusia. Sebelumnya, tujuh penari ini menari hingga kesurupan kemudian menginjak-injak bara api hingga berulang-ulang. Anehnya, meski menginjak bara panas, telapak kaki mereka tidak terlihat melepuh atau terbakar. Luar biasa. Sebelumnya, ritual balia ini hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan Suku Kaili, suku terbesar di Sulawesi Tengah. Namun dalam perkembangannya ritual ini kian meluas. Sekarang masyarakat umum pun, utamanya suku Kaili di Palu, Donggala dan Parigi kerap menggelar ritual ini. Jika belum pernah melihat ritual balia tampilangi, berikut link videonya yang dapat didownload langsung:
http://www.ziddu.com/download/9441902/Balia-4.mp4.html Foto: Jafar G Bua/Kompasianer/2010
KEMBALI KE ARTIKEL