Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Nestapa di Bawah Tandan Sawit, Dokumenter, dan Nasib Buruh

7 November 2014   22:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:22 85 0
April 2014 lalu saya menyusuri jalur selatan dari Palangkaraya menuju Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Saya ditemani Jopi Peranginangin, pegiat Sawit Watch, lembaga nirlaba yang memusatkan perhatiannya pada advokasi lingkungan dan buruh pada perkebunan sawit skala besar.


Sawit Watch melansir data bahwa saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara terbesar pengeksport minyak kelapa sawit di dunia. Indonesia juga menjadi negara terluas perkebunan kelapa sawitnya. Luasannya lebih dari 13 juta Hektare. Dan, kita menjadi pemasok 43 persen dari kebuthan minyak sawit dunia. Lalu, ada sekitar 4,9 juta jiwa yang menjadi buruh di perkebunan-perkebunan sawit dari Sumatera, Kalimantan sampai Sulawesi. Itu belum termasuk pekerja di tingkat manajemen. Di pasaran dunia 1 barrel minyak sawit bisa mencapai US $803. Nilai 1 barrel sekitar 158 liter.

Coba kita lihat hitungan sederhana produksi minyat sawit; dari sekitar 1 hektare kelapa sawit bisa dipanen paling kurang 1,5 ton tandan buah sawit segar. Itu bisa menghasilkan sekitar 300 liter minyak sawit. Maka hitunglah dengan harga per barrel tadi. Lupakan dulu berapa biaya produksi dan sarana produksi yang dikeluarkan semasa tanam, perawatan hingga panen, tapi coba pikirkan berapa besar keuntungan perusahaan sawit skala besar itu? Apalagi mereka mempekerjakan buruh dengan harga murah. Tentu itu penghematan luar biasa bagi perusahaan, namun penghisapan peluh para buruh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun