Ada pemandangan menarik dalam acara silaturahmi para pendiri Partai Demokrat di Hotel Sahid Jaya Jakarta (13/6/2012). Pak Beye yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat menghadiri acara tersebut tanpa kehadiran Cak Anas, ketua umum partai berlambang mercy tersebut. Ini adalah kali kedua Cak Anas tak hadir dalam acara Demokrat sehari sebelumnya di kediaman Pak Beye.
Seperti dalam tradisi acara politik kita, biasanya foto wajah ketua umum partai biasanya terpasang di dalam ruang acara. Tapi saya tak melihat hal itu. Justru yang muncul adalah foto berukuran besar wajah Pak Beye dan Ventje Rumangkang, Ketua Umum Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat.
Dan kekuatiran saya terjawab sudah. Ketika acara dimulai, Cak Anas memang tak hadir. Kursi undangan untuk Cak Anas, akhirnya diisi oleh Ketua Umum FKPD Ventje Rumangkang dan Ketua DPR RI Marzuki Alie. Idealnya, kursi yang ditempati Pak Merzuki adalah milik Cak Anas. Ketidak-hadiran Cak Anas menimbulkan tanda tanya bagi saya.
Entah bermaksud untuk menyindir kader partai yang terlibat masalah hukum, dalam pidatonya Pak Beye membahas soal kasus korupsi yang melibatkan politisi. Tampaknya, Pak Beye tak terima partainya disoroti media massa, menyusul banyak kasus korupsi yang menyeret para yuniornya. Akibatnya, Demokrat sering menjadi bulan-bulanan dari lawan politiknya, sehingga membuat partai korup identik dengan Partai Demokrat.
Tapi Pak Beye berkilah, bahwa tak hanya kader Partai Demokrat yang korupsi. Para kader di parpol lain juga turut terlibat kasus korupsi. Bahkan menurutnya, korupsi yang dilakukan politisi parpol lainnya lebih parah.
Pak Beye mengaku memiliki data terkait fakta dan angka kasus korupsi yang dikumpulkan selama ini. Di jajaran DPRD tingkat provinsi selama 2004-2012, korupsi yang dilakukan oknum Partai Demokrat mencapai 3,9 persen. Di atas Partai Demokrat, masih ada 4 partai lainnya. Persentasenya berturut-turut adalah 34,6 persen, 24,6 persen, 9,2 persen, dan 5,32 persen. Totalnya 75 persen. Bandingkan dengan Partai Demokrat yang hanya 3,9 persen.
Selain itu, kasus korupsi di jajaran DPRD tingkat kabupaten/kota, jumlah oknum Partai Demokrat yang terlibat mencapai 11,5 persen. Menurut Pak Beye, di atas Partai Demokrat ada dua parpol lainnya, masing-masing 27 persen dan 14,4 persen. Sedangkan di level jajaran menteri, anggota DPR, gubernur, hingga bupati/wali kota, jumlah kader Partai Demokrat yang terlibat ‘hanya’ 8,6 persen. Di atas Partai Demokrat, ada dua parpol, masing-masing 33,7 persen dan 16,6 persen.
Sayangnya, Pak Beye enggan menyebut nama asal kader partai politik yang lebih parah korupsinya dari Partai Demokrat. Pak Beye juga tak menyebut lembaga yang melakukan penelitian tersebut. Asumsi saya, mungkin karena alasan etika dan estetika.
Pak Beye mengklaim, Partai Demokrat adalah partai yang antikorupsi. Sebagai presiden, ia mengaku tetap konsisten dalam melakukan pemberantasan korupsi. Partai yang dibinanya tidak akan melindungi para kader yang terlibat kasus korupsi.
Sebelumnya Pak Beye berpidato, para pendiri dan deklarator Partai Demokrat merasa khawatir, jika masalah di internal partai tidak diperbaiki dengan serius, maka tingkat dukungan publik terhadap partai bakal terus melorot hingga di bawah 10 persen. Bahkan, bukan tidak mungkin hasil Pemilihan Umum 2014 akan berada di bawah capaian Demokrat pada Pemilu 2004, yakni sebesar 7,45 persen.
Hingga akhir acara, baik Pak Beye dan pihak panitia tak mengklarifikasi alasan ketidak-hadiran Cak Anas. Meski demikian, dari obrolan sejumlah peserta menyebutkan, bahwa ketidak-hadiran Cak Anas terkait dengan isi pidato Pak Beye dan adanya tuntutan dari sejumlah kader agar Cak Anas mengundurkan diri. Yang jelas, pihak panitia mengaku sudah mengirimkan undangan resmi ke Cak Anas, tapi tampaknya yang bersangkutan berhalangan hadir.