Entah angin apa yang berhembus di internal Partai Demokrat. Baru-baru ini, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Melani Leimena Suharli tiba-tiba meniupkan isu calon presiden dari Partai Demokrat adalah Ani Yudhoyono, yang tak lain adalah istri presiden kita, Pak Beye.
Padahal, Pak Beye pernah menegaskan seluruh anggota keluarganya tak akan ikut dalam bursa calon presiden pada 2014 mendatang.
Tapi faktanya, dukungan terhadap Bu Ani bergulir dalam rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat (MTPD), beberapa waktu lalu. Sebenarnya, Ini bukan kali pertamanya nama Ani muncul. Oktober tahun lalu, Reform Institute menyebut sejumlah nama yang layak sebagai kandidat calon presiden 2014 mendatang. Salah satunya, Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Lantas, kenapa Melani Leimena ngotot mencalonkan Bu Ani di bursa Pilpres 2014? Apakah tak ada lagi kader terbaik Partai Demokrat selain Bu Ani?
Ini tentunya menarik sebagai peta politik nasional masa depan. Mau tak mau, kompetitor dan partai koalisi Demokrat turut berhitung-hitung dengan isu ini. Meski sekilas terkesan prematur, tapi isu Bu Ani dicalonkan sebagai Presiden 2014, tampak seksi.
Dalam konteks yang sama tanpa menghilangkan unsur gender, Bu Mega yang kalah dalam Pemilu 2009 lalu jelas sedang menyusun agenda politik. Sebagai lawan politik, PDI Perjuangan tentu akan mempersiapkan serangan balik dalam meramaikan pantas politik nasional. Perlu diketahui, biasanya para politisi masih menyimpan ‘amunisi’ karena Pemilu masih dua tahun lagi. Kemungkinan, isu ini akan lebih semarak setahun atau enam bulan menjelang Pemilu Legislatif.
Adalah Taufik Kiemas yang juga suami Bu Mega di hari yang sama dengan statement Melani, meminta semua tokoh nasional yang sudah lanjut usia tetapi tetap bersikukuh untuk maju sebagai capres 2014, segera sadar. Menurut Taufiq, mereka harus memberi ruang bagi tokoh muda.
Dalam teori politik, menurut saya, pernyataan Taufik tersebut bukan ingin menegaskan bahwa istrinya tak akan maju kembali. Bagi saya, pernyataan Taufik tersebut justru sebagai reaksi kompetitor, yang menyampaikan pesan terselubung. Pertama, Taufik kesal terhadap Demokrat yang ingin mempertahankan kekuasaan untuk ‘ketiga kalinya’ lewat anggota keluarga presiden. Kedua, Taufik sebenarnya ingin Demokrat segera mengumumkan capres lain yang usianya muda. Ibarat sedang bermain kartu, kubu Demokrat dan PDIP bersikukuh menyimpan kartu truf-nya, hingga lawannya lengah.
Setidaknya, dari dua konteks isu yang disampaikan Demokrat dan PDIP ini, membuat masyarakat semakin cerdas. Di satu sisi, publik belum lupa Pak Beye tak akan merestui anggota keluarganya bertarung di Pilpres 2014, tapi di sisi lain publik sebenarnya sudah bosan dengan capres PDIP yang tak kunjung berubah dalam 3 kali Pemilu.
Semoga, pendidikan politik ini berguna bagi kita semua, agar nantinya kita tak keliru memilih pemimpin negeri ini, untuk Indonesia yang sejahtera dan terbebas dari korupsi.
Jackson Kumaat on :
| My Blog | Kompasiana | Website | Facebook | Twitter | Posterous | Company| Politics |