Publik Indonesia sempat dikejutkan dengan berita seputar aksi kekerasan di Kabupaten Mesuji Lampung. Video dan sejumlah foto yang beredar menimbulkan kontroversi, karena dianggap telah direkayasa visual.
Saya sendiri terkaget-kaget menyaksikan publikasi seputar Mesuji di media massa. Peristiwa ini terlihat sebagai tayangan sadis untuk sebuah pemberitaan. Untunglah, sebagian tayangan dan foto telah diedit. Tapi pertanyaannya kemudian, apakah benar telah terjadi aksi kekerasan tersebut? Jika benar, lokasi tepatnya dimana dan kapan?
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hingga kini masih meneliti rekaman video, yang sebelumnya ramai disebutkan sebagai pembantaian di Mesuji. Ini terkait adanya temuan baru, yaitu laporan media asing yang menyebutkan sebagian adegan video pemenggalan kepala terjadi di Thailand Selatan. Bahkan, sejumlah warga di Mesuji meragukan jumlah korban yang tewas, karena berita du media dianggap berlebihan.
Celakanya, media asing seperti BBC News, turut latah membuat judul. Saya baca sampai merinding, karena judulnya "Pemerintah Indonesia Menyelidiki Kasus Pemenggalan Kepala Petani" pada Rabu (15/12/2011). Judul yang mirip juga diberitakan kantor beritaAssociated Presskemudian CBS News.
Sangat disayangkan, sebuah peristiwa kemanusiaan di Mesuji akhirnya bergeser menjadi kasus rekayasa video atau foto. Di forum-forum internet pun sudah banyak sumpah-serapah terhadap pihak-pihak yang meloloskan tayangan tersebut, tanpa melalui verifikasi terlebih dahulu. Akibatnya bisa ditebak, aparat penyidik, termasuk Komnas HAM, mengalami kendala di lapangan dalam pengungkapan kasus Mesuji.
Meski ada dugaan rekayasa teknologi dalam kasus Mesuji, tapi saya setuju dengan investigasi menyeluruh. Kasus kekerasan ini harus terungkap, dan menindak para pelakunya sesuai hokum yang berlaku. Saya lebih berharap kepada pers, agar topik pemberitaan di Mesuji yang awalnya menggunakan istilah ‘pembantaian’ dan ‘pemenggalan kepala’, segera diganti menjadi ‘aksi kekerasan’.
Dalam sebuah peristiwa chaos menurut hukum, pelaku yang melukai korban hingga tewas bukan berarti sebagai pelaku kekerasan. Bisa jadi pelaku tersebut berupaya membela diri dari ancaman keselamatannya. Demikian sebaliknya, korban yang tewas tidak bisa dianggap pihak benar, karena bisa jadi korban sebelumnya melakukan provokasi dengan senjata tajam atau senjata api.
Untuk itulah, di sini peran aparat penegak hukum harus lebih maksimal bekerja. Terungkapnya kasus kekerasan di Mesuji secara terang-benderang, akan membuka mata kita dan termasuk mata hati kita, tentang sebuah peristiwa kemanusiaan. Ini harus diungkap demi keadilan hukum dan supaya kejadian seperti ini tak terulang kembali di manapun.
Salam Kompasiana!
Jackson Kumaat on :