Kemarin sore saya iseng mendengar berita di Radio Elshinta. Biasanya, saya mendengar Radio Gen FM karena bisa membangkitkan keceriaan di tengah macet Ibukota. Betapa terkejut saya mendengar live report adanya banjir dari Bandung yang dipandu Sang Penyiar, Niken.
Belasan mobil tidak berfungsi mesinnya akibat terendam banjir di Jl. Dr. Djundjunan. Hujan deras yang mengguyur Kota Bandung membuat jalan raya di depan pusat perbelanjaan Bandung Trade Center (BTC) itu banjir sepanjang 100 meter dengan tinggi melebihi satu meter. Saluran drainase tidak mampu menyerap dan menampung air hujan yang sangat banyak sehingga menjadi banjir yang mengakibatkan mobil mogok. Kemacetan pun tidak terbendung lagi sampai meliputi Kota Bandung bagian barat, utara, serta tengah.
Sejumlah mobil yang terjebak banjir dalam kondisi parah, karena genangan air mencapai atap, khususnya mobil berjenis sedan. Beruntung, pengendara dan penumpangnya berhasil menyelamatkan diri di tengah hujan deras.
Ini agak aneh bagi saya yang jarang mengunjungki Kota Kembang. Curah hujan di Bandung sebenarnya tak begitu tinggi, jika dibandingkan dengan Bogor. Sedangkan secara geografis, Bandung terletak di dataran tinggi, yang jauh dari pantai seperti Jakarta.
Lokasi banjir Rabu sore (14/12/2011) berada di sekitar Pasteur, yang menjadi akses utama keluar-masuk kota Bandung melalui akses tol Cipularang. Di kawasan ini terkenal dengan mal BTC dan sejumlah hotel berbintang. Lantas, kenapa di lokasi ini bisa banjir?
Di tengah gencarnya berita kasus ‘Suster Ngesot’ versus Satpam Apartemen, berita banjir di Bandung ini kurang menyita perhatian publik. Meski nyaris luput dari media massa, namun media sosial seperti twitter lumayan ramai kicauan soal banjir ini.
Menurut saya, banjir di kawasan Pasteur Bandung ini disebabkan oleh buruknya saluran drainase. Bertambahnya tingkat hunian di Bandung yang sebagian besar merupakan pendatang, ternyata tak diimbangi oleh antisipasi pemerintah setempat. Konon, meluapnya Sungai Citarum yang membelah kota Bandung, tak mampu menampung curah hujan yang cukup tinggi meski dalam waktu singkat.
Seperti dilansir Kompas.com pada 2009 lalu, Sungai Citarum diambang kerusakan vatal akibat mismanajemen lingkungan dari pemerintah. Akibatnya, daerah seperti Kertasari, Majalaya, Baleendah, hingga Margaasih mengalami pencemaran lingkungan berat disertai banjir yang mengancam tiap musim hujan.
Bencana banjir di Bandung kemarin, sudah sepatutnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah setempat. Ini juga bisa menjadi pelajaran penting bagi Bang Kumis, dalam menangani masalah banjir di Jakarta. Apalagi, hingga kini proyek pembenahan got di Jalan MH Thamrin, Jalan Sudirman dan Jalan HR Rasuna Said belum juga tuntas di musim penghujan saat ini.
Bukan cuma Jakarta. Kota-kota lainnya juga harus mengantisipasi datangnya musim penghujan yang disertai banjir. Sudah banyak pengalaman derita masyarakat, yang selalu menjadi korban akibat banjir. Banjir juga menyebabkan terganggunya roda perekonomian, termasuk di sektor pariwisata.
Salam Kompasiana!
Jackson Kumaat on :