Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Resepsi Pernikahan Politik Demokrat dan PAN

29 November 2011   08:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:03 739 1
[caption id="" align="alignright" width="360" caption="Saya berhasil mengabadikan diri di depan panggung pelaminan Ibas-Aliya, karena seluruh tamu dilarang berfoto-ria di depan Pak Beye. (foto:dok.pribadi)"][/caption]

Judul di atas bisa dibilang sudah basi. Tapi, setelah menghadiri acara resepsi pernikahan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Siti Rubi Aliya Rajasa, barulah saya merasakan ‘aura’ politik itu.

Hari Sabtu, akhir pekan lalu, saya menghadiri undangan pernikahan Ibas dan Aliya, di salah satu hall di Jakarta Convention Center (JCC). JCC ini terdapat beberapa hall, sedangkan yang disewa keluarga Pak Beye untuk resepsi ini, adalah hall yang berukuran sedang.

Saya sudah tiba di lobi JCC menjelang pukul 18.00 WIB.  Saat itu, sangat sulit mencari lokasi parkir mobil, karena petugas melakukan sterilisasi protokol Istana Negara. Beruntung, saya datang lebih awal, sehingga tak terlalu sulit menemukan lokasi parkir yang masih tersisa.

Di lobi JCC sudah terlihat ramai. Ratusan tamu secara berkelompok memasuki gedung acara resepsi. Sejumlah tamu yang hadir umumnya para politisi dan kalangan selebritas. Sisanya, saya kurang mengenal kerabat dari keluarga besar Pak Beye dan Pak Rajasa.

Menjelang pukul 7 malam, kedua mempelai datang ke JCC bersama iring-iringan dari pengantin, bersama dengan ibu, ayah, serta keluarga kedua mempelai. Dan pukul 19.00 WIB, acara resepsi dimulai, diawali dengan pembacaan doa oleh Prof Dr Arif Rahman.

Nah, di sinilah ‘perjuangan’ saya dimulai. Tak terbayangkan saya bersama seluruh tamu undangan yang jumlahnya lebih dari 3.000 orang bersalaman dengan mempelai dan juga keluarga. Jika acara salaman lancar, maka diperkirakan akan mencapai waktu 3 jam lebih.

Antrian tamu ini memang luar biasa panjangnya. Mengularnya antrian ini, juga disebabkan oleh proses pemeriksaan yang dilakukan pihak panitia dan Paspampres. Ini bisa dimaklumi, karena yang punya hajatan adalah orang nomor satu di negeri ini. Selain itu, Sang Besan cukup dikenal di kalangan pebisnis.

Selama dua jam saya berdiri di barisan antrian. Akhirnya, di depan saya sudah terlihat panggung pelaminan. Pak Beye dan Pak Rajasa tampak sumringah ke setiap tamu yang menyalaminya.

Selama dua jam itu, ada banyak hal yang saya temui. Umumnya adalah gossip dari dua orang tamu yang saling berinteraksi. Mereke berbincang layaknya orang super power yang bisa mengatur negara. Dari mulai perbincangan tentang kebijakan global Presiden Obama hingga mengguritanya kapitalisme dunia. Seakan-akan, mereka-lah pemilik dunia ini.

Hal yang hangat adalah Sang Empunya acara ini, turut dibahas. Menurut Tamu A (saya menggunakan inisial nama), Ibas belum layak menjadi calon presiden tahun 2014, karena usianya yang sangat belia dan tak berpengalaman. Sedangkan menurut Tamu B, Ibas bisa menjadi calon presiden, asalkan mendapat dukungan penuh dari Pak Beye.

Perdebatan keduanya layaknyanya obrolan warung kopi. Meski diselingi canda tawa, tapi obrolan keduanya cukup menarik dan berkelas. Hiruk pikuk alunan musik di sepanjang antrian, rasanya kurang menarik. Kedua tamu yang ada di depan saya ini, bisa jadi merupakan isi kepala semua tamu yang hadir termasuk saya. Bisa juga pertanyaan ini sudah muncul di banyak kalangan.

Dalam hati saya, sosok pemimpin bukan ditentukan oleh harta dan tahta. Setiap pemimpin yang berhasil di Indonesia adalah mereka yang dicintai oleh rakyatnya. Saat ini, tak ada lagi pemimpin arogan dan korup yang bisa melekat di hati rakyat. Keterpilihan seseorang menjadi presiden sangat ditentukan oleh kualitas dari dalam dirinya, dan bukan oleh besarnya harta ataupun kekuasaan saat ini.

Salam Kompasiana!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun