Saat ini, jarang pejabat publik ikut diskusi soal anti-korupsi. Terlebih, media massa kerap menyorot kinerja pemerintah yang terkait dengan kasus-kasus korupsi, khusus di daerah.
Tapi lain dengan Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang. Pagi tadi Pak Gubernur menghadiri sebuah diskusi bertema ‘Siapkah Anda Masuk Penjara, Apabila Salah Mengelola Keuangan Negara?’, yang digelar BPKP di Jakarta. Topik Dialog Nasional Pengelolaan Keuangan Negara yang diprakarsai oleh BPKP dan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI KASP) ini cukup aktual, apalagi banyak kasus korupsi menerpa pejabat pemerintahan yang akhirnya berakhir di penjara.
Sarundajang menjadi panelis bersama Direktur Pengawasan Internal KPK Buntoro, Kasubdit di Bareskrim Polri Kombespol Karyoto, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Prof. Dr. Eddy Mulyadi, Gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin, Direktur di Kejaksaan Agung Arnold Angkow, dan Aktivis ICW Emerson Yuntho.
Dalam paparannya, Pak Gubernur menyampaikan komitmennya dalam membangun daerah tanpa harus melakukan tindak pidana korupsi.
”Kami sudah memberi contoh maksimal kepada pemerintah kabupaten dan kotamadya dalam hal tata kelola keuangan negara, sehingga mendapat hasil audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” kata Sarundajang di depan para Auditor BPK dan Akuntan seluruh Indonesia. Baca tulisan saya: Anti-Korupsi, Kunci Kehadiran Investor Asing.
Menurut Sarundajang, kepercayaan dari institusi penegak hukum di bidang pemberantasan antikorupsi ini, menjadi tolok ukur bagaimana sikap SHS dalam menjalankan pemerintahan tanpa korupsi. Tampaknya, Pak Gubernur sudah menyiapkan materi, termasuk pengalamannya dalam pemberantasan korupsi. Apalagi selama menjabat Gubernur Sulu di periode ke-2 ini, banyak tantangan yang dialaminya, seperti fitnah dan pembunuhan karakter oleh para koruptor di daerah ketika menyuarakan anti-korupsi.
Dalam tulisan saya beberapa waktu lalu, sebanyak 33 propinsi di Indonesia, hanya satu yang propinsi yang memiliki laporan keuangan transparan. Di berita Koran Kompas, hingga saat ini hanya ada 15 daerah di Indonesia yang laporan keuangannya mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ke-15 daerah itu terdiri atas kabupaten, kota, dan satu provinsi, yaitu Sulawesi Utara (Sulut).
Tampaknya, ini menjadi salah satu perjuangan Sinyo Harry Sarundajang dalam memimpin daerah ‘Bumi Nyiur Melambai’. Tentulah tak mudah meraih gelar WTP untuk kantor pemerintahan. Apalagi, baru saja Sulut menggelar sejumlah Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang berlangsung secara marathon di tahun 2010.
Selain penghargaan WTP, BPK juga memberikan opini terendah dalam tingkatan pemberian pendapat hasil audit mereka terhadap 18 dari 151 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah atau LKPD. Ke-18 daerah itu memperoleh opini tidak wajar, yang artinya, seluruh laporan keuangan tidak memberikan keyakinan kepada auditor BPK dalam pemeriksaannya. Sayangnya, BPK tak merilis daerah mana saja yang memiliki laporan buruk itu.
Menurut saya usai menghadiri acara ini, penyampaian materi Sarundajang mengenai tata kelola keuangan negara ini, perlu mendapat apresiasi dari kita semua. Melalui pengelolaan keuangan yang bersih dan jujur, maka akan menciptakan masyarakat adil dan makmur, termasuk akan menyejukkan iklim perekonomian dan investasi.
Salam Kompasiana!