Kasus aksi penipuan dan pembobolan bank yang diduga dilakukan oleh Selly dan Melinda, menjadi berita favorit pecan ini. Kedua wanita cantik itu tampaknya mengalahkan berita rencana pembangunan Gedung DPR senilai Rp 1,2 trilyun. Kenapa publik lebih menyukai berita Selly dan Melinda daripada berita Gedung Baru DPR? Apakah karena Selly dan Melinda adalah ‘tokoh’ yang cantik dan seksi, sedangkan DPR adalah sebaliknya? Sebagai orang awam penikmat berita, saya melihat ada faktor kedekatan Selly dan Melinda dengan masyarakat. Di kasus ini, banyak masyarakat ingin mengetahui sepak terjang ‘ratu penipu dan ratu pembobol bank’. Apalagai biasanya, para penipu dan pelaku kriminal yang mendekam di penjara lebih didominasi oleh kaum Adam. Sementara untuk kasus ini, justru dilakukan oleh wanita, dan uniknya: cantik pula! Saya sendiri tak menyangka ada perempuan cantik yang begitu lihai menipu banyak orang. Selly terakhir terdeteksi menipu melalui jalur internet, sedangkan Melinda melancarkan aksinya melalui ‘orang dalam’ yang tentunya mengerti teknologi komputer. Kedua kasus ini jalan ceritanya masih panjang, dan sulit ditebak happy ending-nya, bak tayangan sinteron di televisi kita. Yang jelas, kasus ini membuktikan bahwa semakin tinggi perkembangan teknologi, maka akan semakin rentan kejahatan yang berbasis teknologi. Sangatlah sulit membentengi diri dari kejahatan teknologi, selain moral user dan sistem yang dibangun oleh pemerintah. Nah, kenapa berita Gedung Baru DPR kurang menarik perhatian pembaca atau publik? Tak usah ditanya lebih dalam. Karena kebanyakan orang sudah mengetahui bagaimana akhir ceritanya. Cuma orang yang baru belajar politik, jika beranggapan pembangunan gedung baru DPR akan dibatalkan. Paling-paling, statement yang nanti akan muncul dari mulut Ketua DPR
Marzuki Alie menyatakan, bahwa pembangunan gedung DPR akan ditunda. Tak mungkin batal… tak mungkinlah… Salah satu faktor kurangnya minat pembaca berita ini, karena banyak masyarakat sudah paham tentang politik, dibandingkan aksi kriminal khususnya penipu ulung. Apalagi, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan saat ini sudah meningkat, jadi kekhawatiran terhadap keberadaan aset di bank adalah sikap yang wajar. Sesuai saran rekan Kompasianer
Anang Muchtar,saya pun langsung memeriksa transaksi keuangan dengan bank tempat saya menyimpan uang. Di tulisan beliau berjudul
Pembobolan Bank Umumnya Melibatkan Orang Dalam (Sebuah Pengalaman) menjadi inspirasi bagi saya, bahwa sebaiknya setiap bulan memeriksa transaksi keuangan. Setidaknya, ada sebuah benang merah ketiga berita ini bagi para pmbaca dan penikmat berita, yakni membuat kita berpikir. Dengan berpikir, maka otak pun akan terasah menjadi cerdas.
Salam Kompasiana!
KEMBALI KE ARTIKEL