Saya sempat kaget membaca koran Tribun Manado hari ini. Sejumlah gadis belia alias anak baru gede (ABG) diamankan polisi, karena terlibat jaringan prostitusi terselubung. Polisi berhasil mengungkap kasus ini, setelah menangkap Steven M alias Vidi, warga Desa Lopana, Kecamatan Amurang Timur Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Di hari yang sama, berbagai situs jejaring sosial seperti facebook, twitter dan milis, tengah heboh oleh diskusi seputar tes keperawanan bagi siswa yang ingin masuk sekolah menengah atas (SMA). Usulan konyol tes kegadisan ini, pertama kali disuarakan oleh Anggota DPRD Provinsi Jambi Bambang Bayu Suseno.
Lantas, apa kaitannya perdagangan ABG di Sulut dan tes perawan di Jambi?
Ya, tidak ada kaitannya sama sekali. Kedua isu tersebut ‘cuma’ merupakan bahan perbincangan hangat di dunia maya dan warung kopi, hari ini. Bagi saya, isu tersebut harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah. Penegakan hukum harus diprioritaskan.
Perdagangan ABG di Sulut, sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat. Apalagi, kabarnya, sejumlah aparat pemerintah dan tamu dari Jakarta, turut menjadi konsumen jasa prostitusi para ABG. Sementara di lain pihak, nasib masa depan para ABG itu semakin tak jelas. Mereka bisa direkrut menjadi pekerja seks komersial (PSK) di daerah-daerah lainnya, seperti Papua, Jakarta, Surabaya, bahkan hingga ke luar negeri. Dan ini adalah titik awal kehancuran bangsa.
Seorang kawan akademisi di Universitas Sam Ratulangi mengungkapkan, terungkapnya jaringan perdagangan ABG di Sulut termasuk beberapa kasus trafficking beberapa waktu terakhir, diakibatkan adanya ketidaksetaraan jender yang masih terus terjadi di Sulut. Nah, ini artinya masih banyak tugas pemerintah dalam hal penyediaan lapangan kerja.
Saya tidak setuju dengan anggapan, bahwa tuntutan gaya hidup menjadi satu-satunya alasan yang menyebabkan banyak perempuan dan ABG terjerumus dalam kasus ini. Saya percaya, tak ada perempuan di dunia ini, yang rela dirinya terjerumus ke lembah nista.
Sedangkan untuk usulan tes perawan di Jambi, pemerintah harus segera menghentikannya. Jangan malah membuat polemik yang tak berujung. Semua orang terdidik sudah tahu, bahwa tes perawan sama saja dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). So, it’s over, Sir !
Untuk itu, pemerintah tak perlu bersikap lamban dan menunggu lama. Segera tanggap dan bekerja! Aparatur pendidikan segera memberikan edukasi ke para pelajar, minimal tentang pendidikan seks. Dan aparat penegak hukum, segera tindak tegas pelaku trafficking di negeri ini. Jika perlu, jadikan kasus trafficking seperti kasus korupsi, dengan mempublikasikan para tersangkanya, termasuk para hidung belang.
Salam Kompasiana !