Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Ketika Rohaniwan Digugat, Apa Bisa?

27 Agustus 2012   20:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 489 1
Di Bawah Kolong Jembatan, Austus 28, 2012

Banyak dari kita tidak mengerti apa kata dan pernyataan umum kita bahkan bisa dikatakan opini, maupun uneg2 yang dapat mempengaruhi oranh lain.

Kali ini saya tidak akan membicarakan soal fatwa, opini, pernyataan para rohaniawan yang ada di dunia lain, hanya di Indonesia saja.

Sebagai seorang rohaniawan, apalagi sebagai seorang yang mendapat julukan Ulama, Padri, Pemimpin dalam bidang spiritual adalah suatu Hak Kehormatan yang besar sekali.

Pertama namanya bertambah, dari nama yang di berikan dari lahir, maupun yang di berikan sejak kecil, sampai nama yang diberikan setelah lulus sekolah tinggi.
Misalnya jika saya nama lahir nya, Unknown.....sejak kecil diberikan nama Joko, lalu di berikan akte kelahiran (maklum saja saya adalah anak yatim piatu, yang tergeletak di pangkuan ibunda saya yang telah tewas oleh perang di pinggir jalan di kota Soerabaya) ditembus oleh peluru lalu saya diberikan nama belakang atau marga atau fam atau last name (dalam bahasa Inggrisnya). Jika saya sekolah lulus masuk jadi tukang becak nama saya bertambah, menjadi Letnan Dua, lalu menjadi Letnan Satu, lalu menjadi Kapten sampai akhirnya pensiun menjadi Kolonel. Maklum saja bukan tukang becak Karbitan. Yang dari Kapten langsung menjadi Jendral bintang 4......hahahaha....Bukan nyindir jendral2 Karbitan di Indonesia......hahahahah.

Demikian juga seorang yang memilih....saya katakan MEMILIH Secara SUKARELA untuk Menjadi Rohaniawan. Karena saya sebagai tukang Becak juga memilih secara SUKARELA, bukan Wajib.

Tanggung Jawab seorang yang telah memilih Dirinya Sendiri menjadi Rohaniawan adalah semakin besar saja. Karena apa dan tindak tanduk nya akan semakin di perhatikan orang banyak dan di ikuti maupun di tiru orang banyak. Dalam arti YOUR WORD CARRY MORE WEIGHT. Istilahnya kalau pernyataan atau opini Dosen, Guru, Pejabat lebih memiliki BOBOT dibanding pernyataan seorang tukang becak apalagi tukang becak yang sudah pensiun.

Jadi cukuplah mengenai tukang becak, kembali ke topik yang sebenarnya, yaitu menurut saya pribadi yang awam, di mana seorang rohaniawan adalah
1. Pilihan spiritual seseorang untuk mengabdi dirinya sepenuhnya untuk ALLAH, dan membantu manusia menjebatani antara Surga dan kehidupan di bumi ini.
2. Memberikan spiritual nasehat kepada manusia lainnya di bumi ini.
3. Menjadi Pengingat dan Pemberi Peringatan kepada manusia lainnya di bumi.

Selama sejarah manusia kita sendiri melihat terutama di Indonesia, berdirinya kesultanan, penjajahan2 dimulai dari niat baik tersebut.

Dimana Niat Baik atau Good Faith akhirnya menjadikan diri mereka berada dalam Posisi Tergugat.
1. Apakah Opini atau pernyataan mereka itu Perlu di Ikuti?
2. Apakah Opini atau pernyataan mereka itu memiliki Makna yang Harfiah dan perlu dilaksanakan dengan cara yang Harfiah juga?
3. Apakah Opini atau pernyataan mereka itu harus di gunakan dengan Kekerasaan?
4. Apakah Opini atau pernyataan mereka itu superseded (dalam bahasa Hukum Sipil) undang2 Sipil?
5. Apakah Opini atau pernyataan mereka yang berdasarkan Teokratis dapat digunakan di pemerintahan Manusia yang menganut Demokrasi (from the people, for the people, so help me God)?
6. Apakah Common sense digunakan dalam mengartikan Opini dan Pernyataan mereka?
7. Apakah ini kesalahan manusia sendiri untuk menggugat Opini atau pernyataan mereka yang mereka akui mewakili ALLAH?
8. Apa Jalan Tengah dalam Penerapan Opini atau pernyataan Mereka ini dalam penerapannya di dalam kehidupan masyarakata umum yang menujung tinggih Hak Asasi Manusia dan Supermasi Hukum Sipil seperti Pancasila dan KUHP?
9. Bagaimana menggugat Opini atau pernyataan mereka ini, apakah melalui Hukum Manusia atau melalui Hukum Spritual?

Dalam era globalisasi dan internet dimana sejuta opini atau tanggapan mengenai penggugatan para Rohaniawan sudah banyak sekali di lontarkan, bahkan di Amerika sendiri sudah banyak terjadi selama Amerika berdiri sebagai suatu negara Demokrasi. Untuk membuktikannya silahkan para pembaca Kompasiana membacanya sendiri di Arsip Negara ini link nya......Click disini supremecourt.gov

Saya menggunakan US Supreme Court sebagai contoh karena banyak sekali kemirimpan, latar belakang berdirinya negara Indonesia ini dengan Amerika Serikat. Dan Indonesia adalah salah satu negara terbesar di dunia yang menganut sistem Demokrasi, dimana transisi antara negara terjajah dengan beberapa daerah otonomi kesultanannya menjadi Demokrasi. Dimana UUD, dan Pancasila menjadi dasar negara. Sedangkan Hukum Pidana dan Perdata masih menggunakan sistem penjajahan.
Progress transisi penggunaan HUKUM Peninggalan Penjajahan sekarang ini memasuki taraf transisi, dimana setiap hukum dan tata cara hukum yang ada, maupun opini dapat di GUGAT, oleh sebab itu dibentuk lah setelah era reformasi yang disebut Makamah Konstitusi (MK). Dimana setiap hukum, opini, atau kebijaksanaan manusia di Indonesia itu di uji materinya.

Lalu yang menjadi pernyataan yang ada adalah
1. Bagaimana dengan penyataan para Ulama/ Rohaniawan yang ada di Indonesia?
2. Karena Mereka mendapat dana dari Manusia bukan dari ALLAH, apakah mereka bisa di Uji atau di Gugat pernyataan atau opini nya?
3. Jika mereka mendapat dana dari manusia, apakah mereka memiliki hak menolak untuk di Gugat di pengadilan Manusia yang membiayainya?
4. Atau apakah perlu di bentuk lagi satu birokrasi yang mengawasi para rohaniwan ini?
5. Karena mereka juga lahirnya sebagai manusia dengan nama yang dilahirkan sebagai manusia bukan setengah Dewa atau Dewa penuh, apakah mereka juga harus mendapat hak yang sama dengan manusia Indonesia lainnya?

Untuk menjawab ini tentunya perlunya banyak diskusi yang GOOD FAITH atau berniat Baik dan Dewasa. Karena dalam Kehidupan Bermasyarakat Sipil, kita semua harus memiliki TOLOK UKUR atau SETARA. Tanpa kesetaraan ini, Dialog mengenai hal ini akan memperpanjang debat kusir sampai akhirnya membuat masyarakat yang HANYA ingin menikmati Kehidupan yang Nyaman dalam Membersarkan dan Berkeluarga dengan anak2 nya memberikan OPINI bahwa Para Rohaniawan ini sudah Irrelevant. Tentunya masyarakat tidak ingin menjadi Apatis, atau menganggap para Rohaniawan ini menjadi irrelevant. Karena secara jujurnya masyarakat sangat menghormati mereka. Dan setiap manusia memiliki Panggilannya, ada yang menjadi Rohaniawan, ada yang menjadi Guru, menjadi Penyanyi, Pelawak.

Jadi bagaimana pendapat para pembaca Kompasianan yang budiman?
By Jack Soetopo
Tulisan ini aslinya di tulis pada tanggal Januari 5, 1985.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun