Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Partai Demokrat Pick The Wrong Fight

19 Februari 2012   05:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:28 251 2
Denpasar, 19 Febuari 2012

Sungguh sangat menyedihkan memang uang dan begitu banyaknya nama-nama hebat di partai Demokrat yang boleh dikatakan ahli dalam berpolitik praktis, sampai akhirnya harus mencari kambing hitam dengan para jurnalis dan media massa Indonesia.

Mengapa sampai sedemikian rendahnya?

Kejadian demi kejadian yang menimpa para anggota partai ini membuat banyak pengamat politik menggeleng-geleng kepala. Bahkan PR mereka hancur lebur sedemikian hingga akhirnya mereka seperti paranoid.

Dalam top stories nya Kompas.com hari ini dengan headline "Boikot Media, Bentuk Kegagapan Politisi Demokrat." Really?

It's coming out from Ketua Biro Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Partai Demokrat, Jemmy Setiawan.
Sampai pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya sendiri tercengang dengan memberikan pernyataan umumnya kepada kompas.com Sabtu (18/2/2012).

"Saya yakin ini bukan pernyataan resmi DPP, sudah tidak aneh kalau nanti muncul bantahan," katanya

Sampai Yunarto meencoba membela Partai Demokrat dengan mengatakan, "Ini bentuk kegagapan sebagian besar kader, orang-orang baru yang masih hijau dalam berpolitik, lebih bersikap reaktif dibandning produktif, dalam menghadapi manuver, media dan komunikasi publik."

Really, Yunarto?

Apa anda sudah terlalu bias sehingga anda mencoba membela partai ini?

Faktanya,
Dalam berita yang di siarkan oleh kompas.com, Sabtu, 18 Februari 2012, dalam siaran pers nya Jemmy Setiawan,yang menjadi Ketua Biro Bidang Hukum dan HAM Partai Demokrat mengatakan,"Bukan sekali atau dua kali Demokrat diadu domba di depan publik oleh media. Kini, saatnya kepada seluruh kader Partai Demokrat untuk melakukan boikot terhadap media yang terindikasi punya tendensi politik dalam menghancurkan Partai Demokrat."

Dan tambah parah lagi, Setiawan menambahkan, "Ini adalah bentuk perlawanan terhadap media yang tidak berimbang dalam memberikan porsi pemberitaan, atau bahkan timpang menyampaikan informasi. Seluruh instrumen Demokrat harus segera sadar akan gendang yang dimainkan oleh lawan-lawan yang ada. Sedapat mungkin, setiap kader harus hindari menjadi oknum narsis yang selalu nongol di media, padahal hal itu bagian dari jebakan-jebakan politik."

Mengapa saya katakan membela?

Karena gaji dan kedudukan ini bukan buat anak anak yang masih HIJAU, atau ABG. Ini adalah Politik Praktis yang serius.

Kesalahan yang terjadi adalah, mulut dari para anggota partai Demokrat itu suka terlalu banyak di muka media. Sedangkan medai massa delah menjalankan kewajibannya untuk meliput dan mengajukan haknya untuk bertanya kepada para anggota PD ini.

Kesalahan fatal yang sangat di sayangkan, bahwa mereka harus PICK THE FIGHT With Media Massa. Padahal inilah kesempatan yang sangat bagus untuk seluruh pimpinan PD berintrospeksi dan mencoba menyelesaikan persoalan internal maupun korupsi di dalam tubuh partai mereka sendiri.

Dengan mencoba mengkambing-hitamkan media massa, sungguh suatu langkah yang tidak akan memberikan jalan keluar yang nyata.

Keanehan ini justru terjadi didepan para ahli politik dan sederet penjabat dari PD yang bertitel setinggi langit. Mulai dari guru besar, dosen sakti, mantan CEO, mantan direktur, dan ahli politik.

Sungguh sangat disayangkan, mereka lupa dari pelajaran dasar dalam berpolitik yang lebih dikenal di universitas Politic 101.

Apak susahnya dengan mengatakan "No Comment."

Ibarat melihat para pemimpin di PSSI yang selalu saja tidak dapat mengadakan negosiasi dengan good faith, dan bermusyawarah untuk mencapai mufakaat, dengan semua pengelola klub sepak bola di Indonesia. Tanpa harus melibatkan pihak FIFA, dan pengadilan abitrase.  Sudah seharusnya mereka secara dewasa, menahan diri untuk tidak berlaku seperti anak ABG, yang suka ngambek.

Ini menujukan bahwa kepandaian otak, tidak diiringi dengan kedewasaan jiwa, seperti becak tanpa tukang becak yang mengerti bahwa genjot becak itu capek sekali, setiap hari panas terik, dan kalau hujan, basah kehujanan. Jika ada penumpang, anda lihat saja, tukang becak bergilir antri dengan rapi, tidak seperti tukang motor ojek yang suka berebut bakal penumpang di perempatan.

Oleh sebab itu makin terlihat, bahwa para anggota PD ini seperti anak anak ABG yang manja, dan tidak pernah merasa bertanggung jawab terhadap tindakan dan ucapan yang mereka keluarkan. Semua serba diTUNJUK, seperti PNS, saja.

Mental di Tunjuk ini yang tidak habis-habisnya ada di kancah partai politik,dan pemerintahan, sehingga kita para pengamat, dan rakyat melihat dengan pandangan yang sangat sedih sekali.

Solusi


*Kembalikan kepada profesionalisme sebagai pelaku politik praktis.
*Jadikan individu yang bertanggung jawab atas ucapan dan perbuatan masing-masing.
*Jangan lagi menjadi seperti anak manja yang selalu merengek-rengek seperti meminta perlindungan.
*Kesalahan harus di bongkar dengan tegas.
*Buktikan diri bahwa Korupsi itu harus di hapus.
*Stop membuat kebohongan untuk menutupi kebohongan.
*Halal, bukan saja makanan tetapi pikiran dan otak harus halal.

Pelajari buku "The Art Of War".....Jalan-jalan ke toko Gramedia di sana sudah tersedia.

Untuk Partai Demokrat ingat pesan ini “Inside Every Good Dog is A Great Dog”.



Jack Soetopo

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun