Jadi penulis yang baik, itu adalah penulis yang telah menulis. Apakah anda berpikir menulis itu mudah?
Menulis adalah proses dari kehidupan Manusia, dimulai dari kecil, Balita, SD, sampai kita dewasa.
Proses penulisan ini harus dilihat dari berapa sentuhan, pemasukan, informasi yang didapatkan seseorang.
Jadi, sebagai manusia yang sudah diatas 18 tahun, proses kedewasaan, proses penulisan seseorang itu dilakukan pengaruhi oleh apa yang dibaca, didengar, diimani, diyakini, dihayalkan, dimimpikan, dirindukan, diangankan, diserap dari faktor-faktor yang ada di luar dirinya.
Kombinasi antara karakter diri, gene, latar belakang, perkembangan emosi, perkembangan jiwa, perkembangan fisik dengan pengaruh dari luar, inilah yang akan membentuk karakter seseorang.
Demikian juga, dalam diri penulis proses ini sama berlakunya.
Oleh sebab itu, seperti di Kompasiana, justru terjadi proses demikian. Seperti kehidupan di alam yang nyata, di Kompasiana terjadi proses yang sama.
Tidaklah heran, sebagai manusia ada yang suka membaca tulisan-tulisan bagi penulis yang mereka kenal, secara maya.
Ada yang suka mengadakan perkumpulan, berkoncoan, sehingga munculnya genre-genre yang disukai. Dan ini suatu aset yang ada.
Ada yang suka SARA, suka Negatif, suka Esek-esek, suka bawah perut, suka S*X, suka politik, suk ngerumpi, suk gosip, suka green, suka ekonomi, suka debat, debat kepercayaan, suka penulisan tentang pengembangan iman, suka pengeritik pengembangan hidup, dan masih banyak lagi.
Secara pribadi, banyak dari Kompasioner yang saya secara pribadi kenal, tetapi mereka tidak mengenal saya. Sehingga saya dapat mengetahui dimana interest mereka dalam berbagai hal.
Ada yang tetap keukeh, mempertahankan pandangan pribadi mereka, karena mereka merasa itu suatu yang perlu di bicarakan, dituliskan, didebatkan.
Tipe seperti ini adalah Aktivis.
Ada juga tipe yang santai saja, tetapi reserve mempertahakan pandangannya yang sudah ada.
Sekali lagi mengenai Kompasiana, adalah tempat bagi jurnalis warga yang Gratisan, tidak dibayar Kompas, tetapi bisa membangun Brand Name sehingga bisa Mengkapitalisasikan keterampilan Menulis, dan mengamat demi Kesejahteraan Keluarga, dan dirinya.
Ada yang mengkapitalisasikan dengan menjadi aktivis sosial, Politik, dan diri. Misalnya akan menjadi, sudah menjadi politikus, menjadi mantan tentara, mantan koruptor, mantan preman, mantan wartawan, mantan pengusaha, dan pengusaha sendiri.
Jadi, kesimpulan saya sangat sederhana, dalam Kompasiana, menjadi penulis Gratisan, itu Cuek Saja kalau di Kritik.
Artinya, silahkan mengeluarkan isi hati, baik itu jelek, kesal, marah, sebel, mewek, nangis, narsis, silahkan saja. Karena apa?
Karena itu adalah bagian dari manusia menjadi Dewasa, menjadi tambah ilmu.
Bahwa dunia ini adalah Liberal, tidak ada yang menyuruh anda menjadi penulis jelek, penulis bagus, penulis SARA, penulis mewek, Penulis Curhat, Penulis Esek-esek.
Andalah penulis itu sendiri.
Andalah penulis yang bertanggung jawab sendiri.
Saya contohkan keadaan Indonesia yang penuh Kebobrokan Mental, terlihat di dalam kehidupan sehari-hari.
Dimana kita bisa melihat?
Di Jalan-Jalan.
-Ada pengemudi kendaraan yang Semau Gue, semaunya saja, terobos lampu merah, terotoar, bahkan halaman rumah orang juga di lewati.
-Ada sampah yang tidak bisa di urus oleh penduduknya sendiri. Semuanya Buang Sampah Sembarangan, bahkan sampai ada Anggapan bahwa Jalan raya, Kali, Sungai, adalah Jamban buang Tinja, dan Tong Sampah.
-Jika ada si RI 1 datang, semuanya seperti anak manis, dicat bagus, di buat seolah2 Indah dan Asri.
-Jalan dan gorong-gorong yang sebenarnya Tugas dan Tanggung Jawab Negara yang Penjabatnya yang dilantik, seperti MALAS, COPAS, KORUPSI dan Berpustun Ria.
Dan anehnya, Mereka jika berbicara soal Kepercayaan, seperti dunia ini hanya Tempat Sementara, seperti Imigran Gelap di Indonesia, yang ingin ke Australia.
-Dan para Dosen, Profesor, dan Ahli hanya SIbuk Dengan Proyek-proyek Kacangan, yang dibiayai oleh Dana dari Luar Negeri. Mereka hanya Mencopas, menterjemahkan Tulisan-tulisan dari bahasa lain, ke bahasa Indonesia.
Apakah hal ini SALAH?
Tentunya saja, jawabannya Harus di Lihat, dari mana kata SALAH itu di Ucapkan.
Jika diucapkan oleh para koncoisme tentunya baru didengarkan. Tetapi kalau yang mengatakan itu orang yang tak dikenal, bahkan tukang becak, apalah artinya sama sekali.
Jadi Cuek Saja, kalau anda ingin menulis. Yang terlihat itu dari tulisan seseorang, akan di bandingkan dengan kehidupan pribadinya.
Jika ada yang bilang Indonesia itu Indah, tergantung dari mana melihatnya. Karena tanpa manusia, Indonesia sudah Indah.
Contohnya Bogor, Bandung, Jakarta, Tangerang, Bekasi, tanpa Manusia nya Daerah ini Indah. Manusianya lah yang melihat, menganalisa, dan melakukan APA Yang Baik, dan Bagus sehingga Kota-kota ini Indah.
Jika mengatakan MK, Hakim kok yang diangkat Maling2, dan Koruptor, adahal di Indonesia ada ribuan Hakim, profesi Hakim yang ada sekolah khusus.
Jawabannya sama seperti di atas, pemerintah Indonesia seperti para pemimpin kelas Kambing, bahkan mempermalukan dirinya sendiri dengan mengangkat Hakim bukan dari jajaran Kehakiman.
Ibarat, KASAD, diangkat dari jajaran Tukang Becak. Kan Salah Kaprah.
Salah Kaprah pun masih bisa didebatkan, tergantung siapa yang mengatakan Salah Kaprah.
Tidaklah Heran, jika dilihat, Polisi, Kehakiman, Politik, mudah sekali di ubah-ubah...karena pada dasarnya itu semua bisa DI Musyawarahkan dan DiMufakaatkan.
Artinya Semua Bisa di atur.
Banyak yang marah soal, Tambang Indonesia.
Tetapi, ketika di tanya, apakah anda para pengeritik punya Kredibilitas, Kemampuan, Kapital mengolah Tambang dengan Benar, untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia.
Mereka TIDAK PUNYA JAWABAN SAMA SEKALI.
Dari Dahlan Iskan, sampai SBY, sampai Jokowi sekalipun, tidak Punya Jawaban sama sekali. Bahkan Menteri Keuangan, Berbicara di muka Mahasiswa, bicara soal Bagaimana Indonesia Bisa menjadi Negara Maju, didepan Para Ahli dari Negara Maju.
Apakah ini sesuatu Kelucuan...dan Kesalah Kaprahan.
Wong, ahli seperti saya, dan ahli-ahli lainnya sudah Mengatakan hal tersebut 45 tahun yang lalu, bahkan ahli sebelum saya sudah mengatakan kepada presiden Soekarno.
Jadi Apa yang Baru pernyataan Menteri Keuangan?
Nothing.... hanya buang angin saja.
Oleh sebab itu Tidak lah Heran Habbie, dulunya dipakai sebagai Pakar Dirgantara, padahal Pakar Digantara aslinya sudah ada sebelum beliau, tetapi karena beliau itu seorang yang lebih Hebat, dan Independen, makanya Beliau akhirnya Duduk manis saja, bekerja di perusahaan luar negeri yang Hebat, yang justru mensuplai pengetahuan modern mengenai dirgantara.
Apakah Habbie Salah?
Tentu saja tergantung siapa yang mengatakan salah.
Bagi Ahli Dirgantara yang bekerja di perusahaan dirgantara hebat di luar negeri. Mereka berpikir, untuk apa mengurus Manusia, kalau Kambing saja mudah diurus, dan diatur.
Lucunya, Dahlan Iskan, mengatakan bahwa Merpati 'AKAN' Menjadi Pesawat Umrah?
Weleh.... mas Dahlan... wong bayar Asuransi dan Avtur saja Tidak Bisa. Dan, mas Dahlan hanya Duduk Manis Membangun Dongeng Mimpi Yang Indah di Telinga.
Membicarakan soal Smelter. Lebih Lucu lagi.
Memangnya Smelter itu Gampang?
Ada yang bilang Gampang dan Menggiurkan Keuntungannya. Lalu kalau Gampang dan Menguntungkan, Mengapa pemerintah, dan swasta Indonesia TIDAK BANGUN Smelter?
Membangun Smelter itu butuh Suplai Listrik, Mas Dahlan. Kan anda yang seharusnya menjadi ketua PLN, membangun PLT disetiap daerah yang akan dijadikan Smelter.
Wong.... di Timika, saja Freeport yang Bangun sendiri PLT, dan PLN tinggal Tidur Manis, Menerima suplainya, lalu di jual kepada penduduk dengan mencari keuntungan.
Jadi PLN adalah Perusahaan CALO terbesar di Papua., bagaimana di pulau2 lainnya?
Fakta in tidak mau di ketahui UMUM, karena semua pura-pura TIDAK TAHU. Apalagi si Amien Rais, yang pura-pura tidak tahu, malu-malu mau.
PLN di Jakarta, saja Suplai listriknya di SUBSIDI, pemerintah sudah membayar setiap tahunnya lebih dari 70 Triliun, hanya Jabotabek saja.
Liberalisasi Jalan Tol saja sudah Salah Kaprah. Wong Jalan itu kan bisa diambil dari dana APBN, dengan sistem Pajak, dan Bond RI US Dollar yang bisa dijual di dalam negeri.
Untuk Apa buat Tol, jadi Bottleneck system sumber Macet.
Apalagi di tengah Kota Metro Surabaya, Bali, di Jakarta, dan Jabotabek.
Jasa Marga menjadi perusahaan ABADI, yang mengambil dana pengendara. Padahal Dana Pembangunan Jalan Raya Negara itu bisa di POOL dengan menggunakan Makro System, mulai dari pemungutan dana di SIM, STNK, baik pribadi, maupun komersial kendaraan.
Cara lainnya adalah Bond RI US Dollar dan Rupiah, yang di jual sebagai instrument bagi para pensiunan, investor dalam negeri, penduduk Indonesia yang PNS saja bisa membeli nya, tambah para pengusaha dalam negeri, bank-bank lokal.
Oleh sebab itu jadi penulis, CUEK aja, seperti Pejabat2 Indonesia, dan Politisi Kelas Negara Mau Malas Maju Status Quo yang ada.
Salam Satire Penulis Yang Baik
Jack Soetopo