UNDANGAN TERBUKA PARADE TEATER ALTERNATIF PRA FESTIVAL SENI SURABAYA 2011 Hari/ Tanggal | Rabu, 21 September 2011 Pukul | 15.00 - 23.00 Wib Tempat | Kompleks Taman Budaya Jatim, Jl. Gentengkali 85 Surabaya
Menampilkan 6 Teater JATIM : 1. Teater Roda (Lamongn) 2. Teater Kopi Hitam (Jombang) 3. Klinik Teater STKW (Surabaya) 4. Teater Sabda (Surabaya) 5. Teater Sendratasik (Unesa) 6. Slamet Japrak performance (Surabaya) ACARA INI GRATIS dan TERBUKA UNTUK UMUM _____________
Kerangka Acuan Kegiatan Parade Teater Alternatif Pra Festival Seni Surabaya 2011 Pendahuluan Teater telah banyak mengambil ruang-ruang publik untuk diinterupsi. Sebagai sebuah jedah atas keseharian, teater menjadi semacam ruang pembeda terhadap realitas. Sejak tahun 2010, Festival Seni Surabaya telah menghadirkan fenomena teater publik semacam ini sebagai bagian pelaksanaan Festival. Tahun 2011 ini, Festival Seni Surabaya mengambil tema Anomali Kebudayaan. Tema kita tahu adalah semangat, nilai yang hendak dikedepankan dalam sebuah festival. Semangat tentang siklus, perubahan, atau peralihan inilah yang ingin kami presentasikan sebagai cara baca terhadap realitas teater kita hari ini. Sebuah festival dimaksudkan sebagai cermin, kata Nirwan Dewanto. Kota yang melangsungkan festival ingin melihat kehadirannya sendiri dengan sebuah lanskap tematis yang diunggahnya. Bagaimanakah membaca Surabaya menggunakan sudut pandang Anomali Kebudayaan dan bagaimanakah perwujudannya dalam bentuk pertunjukkan teater (yang juga beranomali) adalah lambaran pertunjukkan teater pra Festival Seni Surabaya.
Risalah Artaud Sulit memang mengatakan secara spesifik tentang konsepsi ‘Teater Kejamnya’ (The Theater of Cruelty) Antonin Artaud. Teater yang diidealkan Artaud adalah gerakan budaya yang paling gila, dengan cara yang lebih khusus yaitu, menghancurkan illusi, yang menguasai daya hidup manusia di tengah kekejaman yang mengharu-birunya. Kontribusi Artaud adalah untuk menentang praktik teater konvensional. Secara bersamaan Artaud sangat skeptis terhadap bahasa. Artaud sangat membenci teater Barat yang syarat dengan dialog. Ia bertanya, mengapa Barat tidak bisa menghindarkan teater dari ketergantungannya dengan kata-kata (dialog)? Dialog, bagi Artaud, adalah sesuatu yang ditulis dan diucapkan - tidak secara khusus milik panggung tapi untuk buku-buku (teks naskah). Penggunaan dialog dalam teater itu, bagi Artaud, hanya metode untuk mengungkapkan 'konflik psikologis' di atas panggung dan untuk menciptakan 'teater ilusi' dalam konsep Aristotelian. Artaud terinspirasi dengan teater Timur, untuk mengembangkan gaya yang lebih bergantung pada suasana, gerakan, dan ruang atas dialog. Karena itu, Artaud mencoba menghancurkan bahasa sekaligus mencoba membuat bahasa lain. Dia ingin menciptakan bahasa berdasarkan tanda, bukan kata-kata, tetapi 'bahasa fisik' yang membebaskan diri dari aspek teater literer. Artaud merasa bahwa peran teater harus mengguncang manusia keluar dari puas diri dan merasakan kekejaman yang mengancamnya. Untuk mencapai hal ini Artaud percaya pada membalik semiotika konvensional teater. Karena itu ia menentang baik bahasa dan 'ilusi 'makna. Dengan pembalikan sebuah konvensi, Artaud ingin membebaskan diri teater dari beban makna, ia bahkan ingin menghapuskannya. Artaud menginginkan perlunya budaya untuk memberi makan pada pikiran manusia yang telah sekian abad dikuasai oleh kepura-puraan dan ilusi. Menurut Artaud perubahan harus mengarah kepada sesuatu yang sangat mengejutkan bagi masyarakat, dan dengan demikian melampaui harapan mereka yang selama ini diberikan oleh teater klasik. Kebutuhan perubahan dibuat Artaud membawa ide tentang kemampuan teater untuk mengungkapkan pikiran atau pengalaman batin. Ia membawa efek teater pada pikiran manusia untuk menjadi lebih besar daripada pengalaman nyata.
Membaca Kekinian Telah sejak lama teater kita hidup dalam ketergantungan terhadap dekor, tata cahaya dan pengelolaan panggung. Sebuah kemapanan yang kemudian membedakannya dengan pertunjukan tradisional, sekaligus membentangkan jarak dengan penontonnya. Distance, pada suatu waktu memang kita butuhkan agar panggung tetap mempertahankan diri sebagai bukan terusan realitas. Meskipun begitu jalan tengah yang ditawarkan oleh Arifin C. Noor untuk melibatkan penonton dalam pertunjukkan-pertunjukkan naskahnya, adalah formulasi yang boleh jadi menjadi benih yang mengandung banyak kemungkinan untuk dikembangkan. Naskah-naskah Arifin C. Noor melahirkan beberapa interupsi terhadap kemapanan posisi pertunjukkan dan penonton. Interupsi yang secara laten telah menyatakan keluasan dan keluesan teater terhadap perubahan ungkapan. Maka dekorasi, tata cahaya, sound, properti, dan pertunjukkan secara umum tidak melulu jatuh pada satu ungkapan dramaturgi yang baku. Teater Artaud, hadir ketika rezim kekuasaan (bahasa) mampu mengendalikan pikiran manusia. Karenanya, ketika gaya teater ini hadir di tengah rezim orde baru, ia tidak saja mampu membedah kebuntuan ekspresi, tetapi juga, mampu membongkar kesadaran teater adalah kerja otonom. Teater bukan budak sastra. Kini kondisi yang sama sedang terjadi di negeri ini. Tidak hanya rezim bahasa yang telah menguasai makna tetapi, rezim teknologi informasi dan komunikasi telah menguasai kehidupan. Manusia dipaksa hidup dalam ruang digital, tanpa bersentuhan secara fisik dan rohani. Akibatnya, kebuntuan komunikasi sering terjadi dan makna mengabur dalam ruang digital. Pada suatu saat ketika kebuntuan komunikasi (seperti yang dilawan Artaud) jebol, mau tidak mau kita harus menanggung risiko dan mempersiapkan diri, untuk melihat tidak saja teater kejam di atas panggung, tetapi juga di rumah pemimpin agama, di pesantren, di gereja, di lapangan bola, di tanah sengketa, di kampung-kampung kumuh, di gedung dewan, di istana negera. Kita hanya tinggal menunggu waktu!
Nama dan Tema Kegiatan Kegiatan ini bernama “Parade Teater Alternatif Pra Festival Seni Surabaya 2011” dengan tema “Anomali Kebudayaan” . Waktu dan Tempat Pelaksanaan Parade Teater Alternatif Pra Festival Seni Surabaya 2011 ini dilaksanakan di areal Taman Budaya Jawa Timur, pada 21 September 2011.
Penyaji Penyaji dalam kegiatan ini berasal dari komunitas teater di Jawa Timur yang dipilih oleh pelaksana festival dengan urutan penyajian sebagai berikut:
No Penyaji Waktu Venue 1. Teater Roda (Lamongn) 30’ Pendopo TBJT 2. Teater Kopi Hitam (Jombang) 30’ Pelataran TBJT 3. Klinik Teater STKW (Surabaya) 30’ Pelataran TBJT 4. Teater Sabda (Surabaya) 30’ Pelataran TBJT 5. Teater Sendratasik (Unesa) 30’ Warung kopi TBJT 6. Slamet Japrak performance (Surabaya) 30’ Pendopo TBJT
Ketentuan Penyajian - Satu tim penyaji maksimal terdiri atas 10 orang.
- Pertunjukkan dilangsungkan pada panggung out dor di kompleks Taman Budaya Jawa Timur, Jl. Genteng kali, Surabaya.
- Penyaji bebas menyajikan bentuk pertunjukkan dan melakukan eksperimen seluas-luasnnya atas penghadiran dekor, lighting, musik, dialog, gerak, lagu dll unsur pertunjukkan ke dalam pertunjukkan berdurasi 30 – 45 menit.
KEMBALI KE ARTIKEL