Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Energi Nuklir dan Angin atasi segala Masalah

27 Mei 2013   15:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:57 318 0


Seringya kemungkinan ancaman pemadaman bergilir listrik PLN di ibukota Jakarta dan beberapa di beberapa kota lain pada jaringan PLN Jawa-Bali seyogyanya benar-benar dapat menjadi suatu pelajaran amat berharga bagi penduduk Indonesia tentang krisis listrik dengan segala implikasi negatif yang dapat segera melanda dalam beberapa tahun kedepan.

Pihak PLN memang telah melakukan sejumlah langkah strategis guna menghindari terjadinya pemadaman, diantaranya dengan gencar menghimbau lewat media iklan tv agar masyarakat atau khususnya pelanggan PLN pada saat bersamaan dengan periode rencana pemadaman bersedia menghemat listrik dengan memadamkan lampu atau perangkat listrik berdaya setidaknya 50 watt pada setiap rumah tangga. Dengan asumsi bahwa apabila langkah penghematan ini dilakukan 50% dari sekitar 20 juta pelanggan PLN se Jawa-Bali maka kekurangan daya yg dihemat akan pas dengan jumlah penurunan pasokan listrik yg terjadi selama sekitar 2 minggu.

Beban puncak rata-rata 14.850 MW.
Total kapasitas terpasang daya PLN se-Jawa Bali saat ini: 18.468 MW dengan komposisi sumber energi yg berasal dari: PLTA 5% | PLTG Geothermal 5% | PLTU Gas 19% | PLTU BBM 29% | PLTU Batubara 42%. Namun dengan cara pemadaman bergilir tidak lah cara tepat mengatasi kekurangan pasokan listrik Indonesia saat ini.


Sejak beberapa tahun belakangan para ahli energi dan analis kelistrikan bahkan telah mewanti-wanti bakal terjadinya krisis listrik nasional, apabila Indonesia tidak tanggap dalam mengantisipasi krisis kekurangan pasokan listrik. Dengan prakiraan pertumbuhan kebutuhan daya listrik nasional per tahun yg tumbuh 5% - 7% maka dalam jangka 7-10 tahun y.a.d kebutuhan nasional akan menjadi berlipat dua kali, dan Indonesia akan memasuki bahaya kegelapan pemadaman listrik bergilir apabila tingkat penyediaan pasokan yg ada hanya terus berjalan dibawah angka proyeksi pertumbuhan. Cukup banyak upaya tanggap yg layak dan mendesak untuk segera dilakukan Pemerintah, a.l: melakukan penyesuaian cetak dasar sumber energi kelistrikan nasional, menggalakkan penggunaan sumber energi non-konvensional sebagai sumber daya kelistrikan nasional, kampanye pendidikan dan pemasyarakatan penghematan listrik, dll.

Penduduk Indonesia mesti menyadari benar bahwa dengan terus menipisnya cadangan BBM dan gas bumi, maka ketergantungan akan sumber energi bahan bakar fosil mesti segera dialihkan ke sumber non-konvensional. Walaupun negeri ini pun memiliki cadangan sumber batubara yg tinggi: 30 milyar ton, namun ditengah mulai berlakunya kampanya pengurangan emisi gas karbon global -CO2 sisa pembakaran BBM dan Gas- sesuai Protokol Kyoto yg diberlakukan sejak Februari 2005 dan disetujui juga oleh pemerintah Indonesia, maka pembakaran batubara yg intensif berdampak merugikan dari sisi kelestarian lingkungan hidup dan percaturan pergaulan antar bangsa.

Indonesia dipandang pula sebagai negeri yg kaya akan potensi sumber panas bumi / geothermal -total potensial kapasitas 20.000 MW- yang sesungguhnya patut dikedepankan sebagai alternatif sumber kelistrikan nasional di masa mendatang. Walaupun tingkat ongkos produksinya lebih mahal dibanding pembangkit PLTU bahan bakar gas dan BBM, namun jika diberlakukan rangsangan khusus berupa insentif investasi progresif, maka para analis berkeyakinan bahwa pembangunan PLTG Geothermal akan dapat menjadi menarik minat investor. PLTG pun dipandang tergolong penghasil energi yg ramah lingkungan.

Nuklir PLTN sebagai alternatif sumber energi non-konvensional patut diperhitungkan matang-matang aspek kerugian & keuntungannya dan tidak serta-merta dipandang berlebihan efek menyeramkan berkenaan sisi potensi bahaya kebocoran radiasi. Instalasi PLTN berteknologi mutakhir yg kebanyakan dibangun di Eropa dan AS dalam operasinya bahkan dipandang sebagai salah sistem pembangkit listrik yg teraman di dunia bahkan jika dibandingkan dengan pembangkit sistem lain sekalipun.

Dan terakhir dan bukan hal sepele, masyarakat telah cukup lama pula bersabar dalam menyikapi pembenahan kedua BUMN terkait dengan bisnis pengelolaan sumber energi nasional: Pertamina dan PLN, dan berharapan agar keduanya dapat berkinerja cukup sehat. Upaya penyehatan bisnis kedua BUMN ini pantas untuk selalu dicermati terus menerus agar tidak lagi memerlukan subsidi atau bahkan merugi berkepanjangan seperti yg terjadi hingga saat ini

BPPT- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Batan - Badan Tenaga Atom Nasional mengemukakan kepada Pemerintah agar mempertimbangkan beroperasinya pembangkit listrik tenaga nuklir ( PLTN ) guna memasok kebutuhan energi listrik se Jawa-Bali pada tahun 2016, dan satu dekade selanjutnya jika memungkinkan untuk membangun PLTN di luar Jawa-Bali. Pilihan penyediaan listrik tenaga nuklir dikehendaki dapat masuk kedalam skenario Power Mix untuk masa depan yang persiapan pra-konstruksi sudah perlu dimulai pada waktu dekat.

Rencana Pemerintah menjadikan PLTN sebagai pilihan sumber daya energi untuk menghadapi krisis listrik di masa mendatang haruslah ditanggapi dengan hati-hati oleh semua pihak. Pembangkit nuklir hendaknya tetap menjadi pilihan paling akhir dalam kerangka skenario penyediaan kebutuhan energi nasional dengan dengan memprioritaskan pengembangan energi terbarukan, energi fosil yang lebih ramah lingkungan dan bersih., selain kebijakan energi yang berwawasan keadilan bagi segenap masyarakat, demikian terungkap menurut Berita BPPT dari forum seminar "Penerapan Teknologi dalam Pencegahan Kecelakaan Industri" di Puspiptek Serpong pada akhir Desember y.l. Pilihan pembangunan PLTN untuk penyediaan tanaga listrik nasional harus dicermati dari berbagai aspek, yaitu aspek teknologi, keamanan dan dampak lingkungan, aspek sosial budaya, disamping tentunya kesiapan sumber daya nasional dalam mengoperasikan fasilitas tsb nantinya.

Sebagai akibat salah urus dan inefisiensi PLN dalam perancangan pada masa lalu, yang diperparah dengan kondisi krisis ekonomi berkepanjangan yang menghimpit Indonesia sejak 1998 sampai sekarang yang menjadikan minimnya alokasi anggaran Pemerintah yang tersedia untuk biaya pemeliharaan infra struktur dan jaringan listrik yang telah dibangun, maka penyediaan listrik untuk Jawa-Bali menjadi terancam krisis giliran pemadaman listrik mulai tahun 2004.
Sebagian besar pasokan sumber energi listrik di Jawa-Bali bersumber dari pembangkit listrik tenaga air dan pembangkit dengan sumber energi bahan bakar minyak / gas. Kapasitas terpasang PLN untuk melayani listrik Jawa-Bali pada tahun 2002 adalah sekitar 18.000 MW, dengan kondisi beban puncak sekitar 13.7000 MW.

Sementara ini PLN hanya mampu memenuhi permintaan kurang dari 50% kebutuhan permintaan listrik khususnya di Jawa-Bali yang pertumbuhannya 7%-10% per tahun. Dengan tingkat konsumsi energi listrik nasional berjalan tumbuh di atas 7% per tahun serta semakin menipisnya ketersediaan cadangan tambang BBM dan gas bumi di Indonesia ditambah dengan semakin terbatasnya keberadaan wilayah aliran sungai di p.Jawa yang dapat dimanfaatkan menjadi PLTA, suka atau tidak suka, maka pencarian akan sumber daya energi alternatif termasuk didalamnya pembangunan PLTN, memang mesti telah dipikirkan matang-matang sejak sekarang.

Prakiraan perbandingan per Kwh biaya pengadaan listrik dengan sumber energi geotermal dengan pembangkit dengan BBM adalah $ 0.045 : $ 0.05. Sedang biaya listrik dengan sumber energi nuklir bernilai 2 kali lipat lebih mahal yakni $ 0.1 - $ 0.14 per Kwh.

Sekitar tahun 1995/1996 ketika Menristek dijabat oleh Dr. B.J. Habibie sempat timbul reaksi publik yang luar biasa hebat dalam menentang rencana Pemerintah yang tengah mulai menyiapkan rencana pembangunan PLTN berkapasitas 600 MW di Semenanjung Muria, Kab. Demak, Jawa Tengah. Setelah dapat menimba pelajaran yang amat berharga dari pengalaman pada masa lampau , maka kini Menristek /Ka. BPPT selaku pihak yang paling bertanggungjawab dalam menentukan garis kebijakan tentang pembangunan PLTN, tentulah dapat menetapkan kebijakan teknologi yang tepat sasaran demi kepentingan nasional pada masa mendatang.

Badan Energi Atom Internasional IAEA - International Atomic Energy Agency menyambut baik dan mendukung rencana Pemerintah Indonesia untuk membangun PLTN : Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan siap membantu guna memastikan kelayakan perihal standar keamanan yang sebaik-baiknya. Dukungan tersebut dinyatakan oleh Direktur IAEA Muhammad El-Baradei dalam ceramahnya dihadapan forum ilmuwan dan staf Kantor Menristek di ruang pertemuan utama gedung BPPT Jakarta hari Jumat 9 Desember yl. Dalam ceramahnya Dr. El-Baradei menggarisbawahi pentingnya upaya pengamanan energi nasional bagi kepentingan setiap bangsa, terutama dalam menghadapi kesenjangan energi di dunia.
Saat ini rencana pembangunan PLTN telah semakin mantap guna dapat direalisasikan di Indonesia agar dapat beroperasi pada tahun 2016. Untuk mana Pemerintah Indonesia aktif melakukan pendekatan kerja sama dengan beberapa negara industri maju maupun negara pengguna PLTN, yakni Korea Selatan, Jepang, Iran, Rusia serta yang terakhir yakni Australia; maupun dengan mengundang tokoh terkemuka ahli nuklir Internasional guna memberikan paparan strategis perihal kemajuan terkini dalam pembangunan PLTN, baik dalam sisi teknologi maupun manajemen konstruksi pengamanan PLTN.
Walau dikenal sebagai pemilik sumber daya alam yang relatif kaya, Indonesia sejak dekade terakhir menghadapi tantangan serius ketersediaan energi nasional, mulai dari kondisi penyandang status negara "net exporter oil" sejak tahun 2000 ditengah fluktuasi harga BBM yang selalu tinggi; disamping terjadinya krisis listrik di berbagai propinsi (luar p.Jawa) saat ini ditengah kebutuhan / "demand" tenaga listrik nasional rata-rata 10% per tahun yang tidak dapat terpenuhi dengan suplai kapasitas existing serta minimnya pembangunan proyek prasarana pembangkit listrik.


Sesungguhnya telah cukup lama sejak lebih dari 2 dekade yang silam ---dibawah era kepemimpinan Menristek BJ Habibie 1974-1998--- Pemerintah telah menggariskan rencana dasar "blue print" pembangunan PLTN sebagai salah satu alternatif sumber energi nasional. Berdasar kajian komprehensif atas berbagai aspek menetapkan rencana pembangunan PLTN di Kabupaten Jepara yang berlokasi di Semenanjung Muria Propinsi Jawa Tengah.
Rencana pembangunan PLTN mendapat tentangan penolakan keras dari kalangan Environmentalists, yang antara lain mengajukan alasan faktor keamanan reaktor PLTN maupun kerawanan lokasi terhadap ancaman gempa.
Dr. El-Baradei menyatakan, bahwa selama 20 tahun terakhir dalam dunia pembangunan PLTN IAEA telah mencatat serangkaian kemajuan dalam hal aplikasi pengamanan PLTN maupun teknologi sumber daya nuklir yang lebih optimal. Dr. El-Baradei menegaskan, bahwa kasus kecelakaan reaktor di Chernobyl - Rusia terjadi akibat "mis-management" : kesalahan dalam tata kelola operasional proyek serta kesalahan dalam desain rancangan reaktor yang tidak optimal.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa pembangunan PLTN di wilayah rawan gempa seperti halnya Jepang maupun Indonesia, dapat tetap dioperasikan dengan aman apabila terlebih dahulu melalui serangkaian tahapan analisa pengamanan seperti yang secara ekstensif dilaksanakan oleh Pemerintah Jepang. Teknologi nuklir seperti halnya pilihan teknologi lain, tak'kan pernah ada yang dapat menjanjikan jaminan "absolute safety" 100%, yang terpenting adalah Pemerintah dapat menyadari sepenuhnya antara keuntungan dan resiko. Dr. El-Baradei akhirnya menegaskan bahwa penerimaan meluas dari masyarakat adalah kunci sukses dalam setiap proyek pembangunan PLTN.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun