Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Tidak Enakan Menjadi Malapetaka untuk Diri Sendiri: Belajar dari Kisah Epos Mahabharata

24 Desember 2022   00:58 Diperbarui: 24 Desember 2022   01:14 250 2
Kisah Mahabharata adalah kisah yang berasal dari India yang dianggap suci dan istimewa bagi pemeluk ajaran Hindu. Banyak sekali kisah-kisah di dalamnya yang bisa kita ambil mengenai kehidupan bermasyarakat dan berbagai sifat manusia.

Manusia sendiri adalah makhluk yang rumit yang diberi akal oleh tuhan untuk lebih memahami apapun dibanding makhluk lain di Bumi. Manusia memiliki beragam sifat mulai dari yang baik hingga jahat.

Dalam kisah Mahabharata sendiri, banyak sekali yang bisa kita ambil sebagai nilai-nilai kehidupan yang kerap kali dilupakan manusia. Mengisahkan berbagai macam sifat manusia, perebutan harta dan tahta sampai kasih sayang sesama makhluk. Inilah mengapa kisah Mahabharata menjadi salah satu kisah yang dianggap suci karena kisahnya yang masih berhubungan di kehidupan modern.

Dalam kisah "Epos Mahabharata" terjemahan Nyoman S. Pendit, Bab 22: Semua Dipertaruhkan dalam Permainan Dadu, mengisahkan Yudhistira yang kalah bermain judi dengan Sakuni. Ia telah mengorbankan segalanya demi untuk bisa memenangkan permainan tersebut, namun apa daya, tipu daya Sakuni tidak bisa ia lawan dan akhirnya segala harta yang dipunyanya habis. Karena suatu keajaiban, Dewa Brahma menolong Yudhistira dan mengembalikan segala harta yang dipunyanya.

Tidak terima dengan hal itu, Korawa kembali memanggil Dharmaputra untuk sekali lagi Yudhistira bermain judi dengan taruhan barang siapa yang kalah, maka ia dan saudara-saudaranya harus menjalani hidup dalam pengasingan dan pembuangan hutan rima selama 12 tahun, pada tahun ke-13 mereka harus hidup menyamar selama setahun penuh, apabila dalam tahun itu ada yang mengenali mereka maka harus dibuang ke pengasingan selama 12 tahun lagi. Dan benar saja, Yudhistira kalah dalam judi tersebut yang membuat Pandawa harus pergi ke pengasingan selama 12 tahun.

Dalam hal ini, setelah kekalahan bertubi-tubi di babak pertama, seharusnya Yudhistira bisa saja menolak ajakan kedua Dharmaputra, namun karena perasaan tidak enakan tersebut, ia tidak bisa menolak. Padahal semua orang tahu bahwa Yudhistira pasti akan kalah lagi. Meskipun menolak ajakan bermain dadu dianggap tidak sopan, dan Yudhistira telah berjanji untuk tidak membuat orang lain tidak senang atau marah, Yudhistira masih bisa menolak dengan alasan ia tahu bahwa ini hanya tipu muslihat dan jebakan yang lain, ia berhak membela dirinya sendiri demi menjaga nama baiknya dan keluarganya, namun Yudhistira berkata lain.

Di kehidupan bermasyarakat manusia saat ini juga, kerap kali kita merasa tidak enak untuk menolak ajakan orang lain, namun jika jatuh ke lubang yang sama itu beda persoalan. Kerap kali kita berfikir untuk memberi orang tersebut kesempatan kedua, namun apa daya jika sebenarnya tidak pernah ada kesempatan kedua bahkan ketiga? Jalan satu-satunya adalah memiliki pendirian sendiri dan berani berkata "tidak", berani menolak sesuatu yang sebenarnya bisa kita lakukan, meski harus dengan membuat perasaan orang lain tidak nyaman atau tidak enak.

Perasaan bukan hanya tentang orang lain, tapi juga diri kita sendiri, bagaimana kita juga memiliki kehidupan dan hak yang setara. Diri kita sendiri perlu dibela agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Dari kisah Yudhistira ini, kita bisa belajar bahwa kita bisa untuk menolak sebuah ajakan daripada harus berurusan dengan malapetaka yang akan merepotkan kita di lain hari. Kita punya hak juga untuk menolak, dan melindungi diri dari sesuatu hal lebih buruk lagi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun