Tak percaya. Itulah rasa yang ada dalam benak dan pikiran saya ketika akhirnya saya hadir juga dalam acara Blogshop Kompasiana dan Roadshow film “Negri 5 Menara” di Gedung BI Surabaya. Saya sendiri tidak pernah menyangka bahwa akhirnya saya bisa menjadi anggota dari komunitas kompasiana. Awal yang sungguh tak terduga, dari hobi menulis, akhirnya bisa bertemu dengan komunitas penulis.
Berawal dari membaca tulisan admin berjudul ( UPDATE ) Pendaftaran Blogshop dan Roadshow Film “Negri 5 Menara” di Tiga Kota tanggal 8 maret 2012, diikuti rasa ragu untuk ikut atau tidak dengan mengisi kolom komentar ‘daftar nggak yaa’. Yang pasti, ada satu kata yang terus berbisik di dalam hati, bermanfaat. Setidaknya karena acara ini terselenggara dengan semangat Man Jadda Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Ternyata, akhirnya daftar juga dan ikut acaranya.
Dalam kegiatan Blogshop dan Roadshow Film “Negri 5 Menara” di Surabaya kemarin, saya datang pukul 08.45 WIB, masih sepi. Hanya ada empat perempuan muda berdiri di dekat pintu masuk. Karena masih sepi, saya berinisiatif melihat-lihat kota Surabaya dari atas gedung BI. Tampak tugu pahlawan sebagai latar belakang utama. Mmmm…ternyata, melihat segala sesuatu dari atas itu memberi kesan tersendiri, setidaknya bisa melihat lebih detil kerumitan sebuah kota. Apa mungkin para pemimpin bangsa saya juga bisa melihat segala kerumitan di dalam negaranya ya, mengingat posisi mereka yang saat ini berada diatas, mestinya mampu melihat segala sesuatu dengan sedikit lebih detil.
Sekitar pukul 09.30 WIB mulai tampak berdatangan satu persatu peserta blogshop. Ternyata, kebanyakan dari mereka masih muda-muda dan sepertinya masih berstatus mahasiswa. Benar juga, saya mengenal salah satu dari mereka yang ternyata mahasiswi IAIN Surabaya. Mereka datang bersama dengan teman-temannya satu kampus. Wah, jadi berasa tua nih… ^_^
Sesaat kemudian, muncul wajah yang tidak asing bagi saya, dia adalah mas Iskandar Zulkarnaen atau yang biasa disapa mas Isjet. Tapi, karena belum pernah kontak sama sekali meski sudah berteman di kompasiana, niat mau menyapa kalah sama rasa sungkan. Hehe.. ^_^.
Ada lagi wajah yang datang kemudian, juga tidak asing bagi saya, yaitu pak Wijaya Kusumah, yang biasa disapa om Jay. Saya agak surprise melihat perawakan om Jay. Tingginya tidak lebih tinggi dari saya, padahal kalau melihat fotonya, saya mengira om Jay orangnya tinggi besar, hehe… ^_^. Sekali lagi, niat untuk menyapa kalah sama rasa sungkan. Akhirnya saya hanya bisa melihat dan mengamati sosok mereka dari jauh. ^_^
Dan ada dua wajah lagi yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati, “ seperti pernah lihat, tapi apa benar itu orangnya “. Dan, ah ternyata benar, mereka adalah pak Johan Wahyudi dan mbak Arie. Pak Johan yang memperkenalkan mbak Arie membuat saya harus memalingkan wajah untuk memastikan sosoknya. Benar, itu mbak Arie. Dan, pada saat sesi pak Johan selesai, saya pun menghampiri dan menyapa mbak Arie. Yang satu ini tidak perlu sungkan, karena sama-sama perempuan dan sebelumnya sering kontak lewat kedatangan di lapak. Selain itu juga pernah kontak lewat pesan di kompasiana. ^__^
Terus terang, sebenarnya mas Ahmad Fuadi lah yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk ikut acara blogshop kompasiana. Novelnya, Negri 5 Menara, adalah satu-satunya novel yang berlatar pendidikan pondok pesantren, sesuatu yang baru dalam dunia novel. Oleh sebab itu, saya ingin melihat langsung penulisnya, syukur-syukur bisa berbincang meski sesaat. Karena menurut saya, beliau termasuk khoirunnaas, dan hanya dengan mengikuti acara kompasianalah saya bisa bertemu dengan beliau.
Menulis, saya yakin semua orang pasti bisa melakukannya. Yang membedakan adalah niat dan kemauan. Berbagai cara menulis, motivasi menulis dan tips-tips menulis sudah banyak ditulis oleh para jawara menulis di kompasiana. Bila ingin membeli bukunya pun mudah, bisa datang ke toko buku atau membeli lewat internet. Tapi, tidak semua jawara menulis bersedia dan mampu membagi ilmu dan pengalaman, atau istilah kerennya sharing, dengan baik dan tanpa menggurui.Terkadang, semangat juga baru bisa didapat jika kita bertemu langsung dengan mereka, melihat sosok mereka dan berbincang dengan mereka.
Banyak hal yang telah dibagi, baik oleh pak Johan Wahyudi dan mas Ahmad Fuadi. Sayang saya tidak bisa mengikuti sampai sesi terakhir, sehingga saya tidak bisa berbagi tentang materi dari mas Iskandar Zulkarnaen atau mas Isjet. Masing-masing pembicara memberikan nuansa yang berbeda. Pak Johan berbicara dengan gayanya yang penuh semangat dan mas Ahmad Fuadi dengan gayanya yang low profile.
Acara dibuka oleh pak Nurhadi selaku wakil dari iB Syariah Bank Indonesia, sebagai sponsor utama film Negri 5 Menara. Pak Nurhadi menyampaikan bahwa nuansa inspiratif, kemitraan dan persahabatanlah yang membuat iB Syariah berminat mensponsori kegiatan Blogshop dan Roadshow Film “Negri 5 Menara”. Dimana ketiga hal tersebut seiring sejalan dengan tujuan iB Syariah yang ingin memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya untuk semua kalangan tanpa melihat ras, suku, bangsa atau agama.
Sesi pertama diisi oleh pak Johan yang mampu membius peserta blogshop dengan menunjukkan bahwa sebuah tulisan mampu merubah kehidupan seseorang, terutama dalam hal finansial. Sebagai seorang guru dengan penghasilan sekitar 4 – 5 juta sebulan, pak Johan mampu memiliki hutan jati dan saat ini sedang membangun sebuah ruko. Semua itu didapatkan dari honor royaltinya sebagai penulis yang bisa mencapai 8 digit. Bukan hanya itu, sebagai penulis pak Johan berkesempatan mendapat pendidikan S3 gratis. Woww, sungguh luar biasa.
Pak Johan yang mulai mantap menulis sejak tahun 2006 mengatakan bahwa salah satu tugas guru adalah sebagai pengembang pendidikan, bukan penikmat buku melainkan penulis buku. Sebagai seorang penulis, guru akan mampu menggali terus keilmuannya. Hal itulah yang menjadi motivator utama pak Johan menekuni dunia tulis menulis. Dan untuk membuat tulisan yang bagus serta layak untuk dibeli, maka seorang penulis harus banyak membaca. Budgetnya untuk membeli buku pun tidak tanggung-tanggung, minimal satu juta sekali belanja. Angka yang sungguh fantastis menurut saya. Tapi, memang begitulah seharusnya jika benar-benar ingin menghasilkan tulisan yang berkualitas, harus banyak membaca. Terbukti, dari enam buku yang diberikannya ke penerbit, lima bukunya lolos cetak.
Selain honor royalti yang cukup fantastis, menurut pak Johan ada keuntungan lain menjadi seorang penulis yaitu berdakwah ( menyebarkan kebaikan ), menguasai ilmu dengan sangat baik, menambah wibawa dan kesahajaan, serta bisa menjadi teladan di lingkungan kerja. Tentunya semua itu harus dibarengi dengan sikap seorang penulis yang baik yaitu reseptif akomodatif ( bersedia menerima kritik ), mampu menggali ide yang baik ( meski hanya dengan membaca tulisan orang lain ), selain itu seorang penulis juga harus mampu menjadi pembaca, pendengar dan pembicara yang baik.
Maka dari itu, pak Johan wanti-wanti untuk menghindari satu sifat yang dapat merusak jiwa seorang penulis yaitu MALAS. Mulailah segera menulis dari topik yang sederhana, yang dikuasai, mulai dengan kerangka berpikir, pelajari buku sebanyak mungkin serta jangan lupa untuk bersosialisasi.
Tiba sesinya mas Ahmad Fuadi, saya benar-benar merasa surprise dengan penampilannya. Dengan baju kotak-kotak warna merah, entah itu baju favoritnya atau hanya kebetulan saja, mas Fuadi tampil dengan gayanya yang low profile. Memulai sesinya dengan perkenalan lewat video kecilnya, yang saya amati justru sosok amaknya. Maklum, saya kan memang sudah mak-mak, jadi saya juga fokus pada amaknya. ^__^.
Banyak pertanyaan yang mampir di otak saya, bagaimana sosok Amaknya, apa yang dilakukan Amaknya saat berbeda argumentasi dengan mas Fuadi ( saya yakin pasti sangat sulit, ^__^ ), lalu apa yang ada dalam benak dan pikiran Amaknya ketika beliau menyimpan semua surat-surat dan buku harian mas Fuadi saat di pondok. Melihat setumpuk surat yang ditampilkan, saya bisa merasakan hubungan yang begitu dekat antara seorang ibu dengan anaknya.
Begitu pula halnya dengan sosok wanita lain, yaitu istrinya. Ada kata-kata bijak yang mengatakan " dibalik kesuksesan seorang laki-laki ada dua perempuan yang berdiri disampingnya, yaitu ibunya dan istrinya ". Setahu saya namanya Yayi, seperti yang ditulis mas Fuadi dalam kata pengantar novelnya. Saya yakin, mbak Yayi juga tidak kalah hebatnya dengan Amak, bisa mengetahui bakat dan kemampuan suaminya serta membantu membukakan jalan dengan membawakan sebuah oleh-oleh dari Australia yang sangat bermanfaat yaitu buku dalam bahasa Inggris tentang cara membuat novel. Mas Fuadi sendiri mengakui bahwa istrinya bisa dikatakan sebagai penulis kedua dalam novelnya Negri 5 Menara karena memang istrinyalah yang mengedit novel itu.
Pada akhirnya hanya ada satu kesimpulan, sebuah kesungguhan dan keikhlasan. Ya, sebagai orang tua maupun pendamping hidup seharusnya juga memiliki semangat MAN JADDA WAJADA. ^__^
Mendengarkan dengan seksama saat mas Fuadi bercerita tentang usahanya melakukan riset untuk menulis novel, memunculkan satu kesimpulan bahwa mas Fuadi benar-benar telah membuktikan ampuhnya kata-kata motivator yang didapatnya pertama kali saat mondok dulu yaitu MAN JADDA WAJADA. Buku-buku tebal yang semuanya dalam bahasa Inggris membuktikan bahwa usahanya tidak setengah-setengah.
Dengan rumus Why, What, Howdan Whennya mas Fuadi akhirnya bisa menghasilkan sebuah tulisan yang baik yaitu novel Negri 5 Menara. Bukan sebuah usaha yang mudah, karena memang dibutuhkan kerja keras dan kesabaran untuk mewujudkannya. Saya sendiri belum menonton filmnya karena belum ada kesempatan, tapi insya Allah saya akan menontonnya beserta keluarga.
Ketika mas Fuadi menampilkan foto buku catatannya, ada satu kalimat lagi yang menarik perhatian saya, yaitu kalimat nomor dua dibawah tulisan Man Jadda Wajada, tapi saya tidak sempat mengingat tulisan arabnya. Kalimat kedua yang dipelajari adalah Barangsiapa yang jalan ( pada jalan yang benar ) maka akan sampai pada tujuan. Ya, dan usaha yang dilakukan diatas rata-rata orang lain melakukannya, pasti akan menghasilkan sesuatu yang lebih dari orang lain.
Ketika banyak peserta mengambil foto bersama mas Fuadi, sayapun tidak ketinggalan. Paling tidak saya ingin menunjukkan kepada anak saya, ini lho mas Fuadi, hehe… ^__^. Saya juga sempat meminta mas Fuadi untuk menuliskan sepatah dua patah kata untuk anak saya, dan beliau bersedia menuliskannya di lembar pertama novelnya. To fauzan, DREAM,FIGHT, IKHLAS.
Begitulah cerita sepanjang keikutsertaan saya di dalam acara Blogshop dan Roadshow Film “Negri 5 Menara” di Surabaya. Terimakasih kepada semua yang berperan untuk terselenggaranya acara ini, terimakasih juga kepada semua pembicara yang telah berbagi ilmu dan pengalaman. Pastinya banyak manfaat yang akan mampu membawa kepada kehidupan yang lebih baik, baik dari segi ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Keinginan untuk menuliskan semua hal yang baik minimal sudah saya lakukan. Semoga bermanfaat. Sampai ketemu lagi di acara kompasiana yang lain.
DREAM, FIGHT, IKHLAS. MAN JADDA WAJADA.