Mohon tunggu...
KOMENTAR
Parenting Pilihan

Pentingnya Mengajarkan Anak Tentang Seksualitas Sejak Dini

18 Juni 2023   13:19 Diperbarui: 18 Juni 2023   16:39 335 5
Belakangan ini kita sering mendengar obrolan anak-anak tentang "pacaran".

'Eh...kamu tahu nggak...si A sekarang pacaran sama si B lo."

Menurut psikolog, Elly Risman bahwa anak-anak sudah mendengar istilah "pacaran" sejak dalam kandungan. Nah looo...

Secara sadar atau tidak banyak dari ibu atau calon ibu yang sedang mengandung membicarakan tentang hal itu.

"Itu yang kita lupa," demikian lanjut Ibu Elly.

Menurut Ibu Elly, jaman sekarang anak mengenal istilah "pacaran" pada usia 12 tahun itu sudah terlalu tua.

Berbeda dengan anak-anak yang lahir tahun '70-80' an yang mengenal istilah itu atau mengalami masa pubertas pada kisaran usia 12-13 tahun. Hal itu tidak berlaku untuk anak-anak era sekarang, era milenial.

Ibu Elly mengatakan bahwa anak-anak millenial mengenal istilah "pacaran" jistru pada masa TK.

Yang perlu diingat adalah bahwa semakin baik gizi dan baiknya "rangsangan" dari sosial media yang nota bene dekat sekali dengan anak-anak.

Hal inilah yang membuat anak-anak baligh lebih cepat.

Bila kita cermati, obrolan atau candaan anak-anak tentang pacaran, kesukaan terhadap lawan jenis harus ditanggapi serius.

Bukan sekedar kalimat larangan atau memarahinya. Bila ini yang dilakukan, sangat terlambat.

Anak-anak itu  perlu dibekali sejak dini. Bekal ilmu tentang mana yang boleh mana yang tidak boleh. Mana yang halal mana yang haram.

Juga tentang "role play" pacaran atau tentang "jatuh cinta".

Bekal ini harus diberikan sejak anak usia 2,5 tahun. Sedini itu???

Betul. Banyak yang beranggapan bahwa itu bisa disampaikan nanti belakangan. Karena yang kita bahas bukan tentang "seks" tapi tentang "seksualitas".

Lalu apa bedanya seks dengan seksualitas?

Seksualitas berbicara tentang bagaimana cara berpakaian, bagaimana cara berbicara, bagaimana cara menunjukkan diri, bagaimana cara berbicara, bagaimana cara bertanya, bagaimana bersikap dan seterusnya.

Jadi seksualitas itu harus dibentuk sejak awal, sejak dini. Tentang apa saja?

Pertama : Konsep diri. Mengapa anak-anak jaman sekarang mudah terpengaruh salah satu alasannya adalah tidak adanya bekal itu.  Anak tidak memahami bahwa dirinya begitu berharga.

Ke-dua : Kemampuan berpikir kritis. Anak-anak harus dibekali dengan kemampuan berpikir kritis. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Anak-anak juga diajak berpikir tentang dampak dari tindakan yang akan dilakukannya, menjadi manfaat atau mudharat.

Ke-tiga : Pemahaman agama. Ini merupakan dasar yang utama. Tentang tubuh dan perkembangannya. Apa yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh. Bagaimana harus berbicara yang baik dan seterusnya.

Ke-empat : Melakukan pendampingan. Membesarkan anak-anak di era digital harus memiliki bekal ilmu agama dan selalu update informasi.Beberapa waktu yang lalu merupakan hari AIDS internasional.  Hasil riset yang ditunjukkan oleh UN menyatakan bahwa Jakarta-Bangkok-Hanoi itu merupakan segitiga  dimana anak-anak menggunakan sosial media dan gadget untuk pacaran dan mudah melakukan seks, sendiri atau berkelompok.

Hasil riset itu menunjukkan bahwa anak-anak itu berada pada kisaran usia 10-14 tahun.

Tragisnya lagi, tidak sedikit dari anak-anak itu yang kemudian "menawarkan diri" melalui gadget itu.

Ini harus betul-betul diwaspadai oleh oara oang tua. Jangan sampai ada anggapan bahwa pacaran anak-anak jaman sekarang masih sama dengan mereka saat masih muda dulu.

Ini sebuah kesalahan besar. Ini fatalitas. Orang tua tidak boleh abai. Pun demikian dengan pemerintah.

Bila kita cermati latar belakang pendidikan orang tua di Indonesia. 60% lulusan SD. Apakah hal ini mutlak tanggung jawab orang tua? Tidak. Pemerintah juga harus ikut bertanggung jawab mencerdaskan para orang tua. Sebab orang tua belum memiliki bekal yang cukup untuk berbicara kepada anak-anaknya, tahapan-tahapannya bagaimana dan seterusnya.

Apabila pemerintah tidak turun tangan maka komunitas-komunitas yang sekarang ini sedang berlangsung di perguruan tinggi disosialisasikan, ditawarkan sebuah kurikulum yang komprehensif untuk pendidikan seks tapi membuat anak sangat bebas, membuat anak duharapkan membuat pilihan padahal anak belum mampu melakukannya dan guru sebagai fasilitator. Hal ini bisa mengarah kepada Lesbian Gay Biseksual and Transgender (LGBT).

Sebagai orang tua, apa yang mesti kita lakukan saat anak mengatakan "Ma, aku jatuh cinta"?

Menurut Elly Risman, bila kita mendapati anak "curhat" dan mengatakan sedang jatuh cinta, maka sebagai orang tua  hal yang harus kita lakukan adalah

Pertama, kita dengarkan, kita menerima dulu, kita katakan "alhamdulillah ada yang naksir".

Lanjutkan dengan pertanyaan, "siapa ya? "Karena apa ya?"
"Kira-kira sampai berapa lama ya?"
"Apa saja ya yang boleh dilakukan dan yang nggak boleh?"
"Apa saja yang dilakukan teman-temanmu saat pacaran?"
"Kamu tahu nggak itu boleh apa nggak?"
Jadi harus rileks dulu. Karena konsekuensinya masih panjang. Bila sejak awal sudah "kenceng" dikhawatirkan nantinya anak tidak mau lagi untuk curhat

Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut kita harus membuat list yang akan diisi oleh anak.

Pertanyaannya, mengapa anak-anak mudah sekali melakukan hal-hal yang menyimpang seperti bolos sekolah, terjerumus narkoba, seks bebas dan sebagainya?

Hal ini terjadi karena anak tidak diberi bekal sejak awal. Anak-anak sudah terpapar efek gadget sudah lama sementara orang tua tidak menyadarinya.

Dari paparan gadget itu, anak-anak melakukan dua hal yaitu meniru dan ingin tahu rasanya.  

Ajak anak untuk berkomunikasi. Buat kesepakatan dengan anak kapan bisa ngobrol. Dalam seminggu cukup 30 menit saja.

Pancing anak agar mau berbicara. Terutama tentang ciri seks sekunder yang sudah mulai dialami anak. Inilah pentingnya orang tua untuk paham tentang ilmu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Melakukan pendekatan kepada anak harus dari berbagai sisi. Agama dan neurosains atau biologi.

Bila pendekatan dari agama saja mungkin anak akan merasa seperti didoktrin. Kaku. Tapi bila dilengkapi dengan ilmu neurosains atau biologi insya Allah akan lebih bisa diterima dalam pola pikir anak. Karena yang dihadapi adalah anak-anak modern. Anak-anak milenial.

Otak.manusia memiliki bagian yang bernama hipotalamus yaitu bagian dari otak yang berfungsi mengontrol sistem hormon.

Saat mulai tertarik dengan seseorang atau lawan jenis maka hormon oksitosin dan vasopresin mulai beraksi.


Oksitosin merupakan hormon penurun stres sedangkan vasopresin merupakan hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah. Ketika kedua hormon ini bersatu muncullah senyawa kimia yang disebut dopamine.

Jumlah dopamine yang tinggi membuat seseorang bersemangat dalam beraktivitas. Dopamine menimbulkan rasa senang sampai susah tidur.

Katakan pada anak bahwa bila pacaran maka otak akan mengeluarkan dopamine  yang itu akan membuat kamu teringat-ingat, lengket, ingin selalu bersamanya, kalau diputus jadi susah sampai pingin menikahinya.

Hal yang paling mendasar adalah karena orang tua abai terhadap seksualitas, tidak menyiapkannya dari awal dan mengalihkan tanggung jawab itu kepada orang lain sepsrti kepada pengasuhnya dan sebagainya.

Padahal sebenarnya tanggung jawab itu terletak pada ayah sebagai kepala rumah tangga.

Ketakutan ayah yang pertama adalah neraka. Jadi tugas ayah adalah agar anggota keuarga atau bahasa Qur'annya adalah "ahli" tidak menjadi "umpan neraka".

"Quu anfusakum wa ahlikum naaro" Jagalah kamu dan keluargamu dari api neraka. (QS AtTahrim ayat 6)

Pekerjaan ayah bukan alasan untuk tidak punya waktu dalam mendidik dan membimbing anak dan keluarga.

Semoga bermanfaat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun