Menyikapi dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di jajaran Direksi PTPN 7 Kedaton, Kejaksaan Tinggi Lampung, tidak akan pandang bulu untuk menindak lanjuti suatu perkara korupsi meskipun di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pihak Kejati, akan mengusut hingga tuntas dugaan penggelembungan (Mark Up) yang terjadi di PTPN 7, jika ada pengaduan disertakan bukti awal dugaan tersebut. Namun pihaknya, tidak bisa mengambil langkah guna melakukan penyelidikan, jika tidak ada laporan dan bukti awal yang mengarah pada fakta yang sebenarnya.
“Kalau benar ada data yang cukup akurat, segera laporkan ke Kejati. Pasti akan kita tindak lanjuti laporan tersebut,” kata Asisten Intelejan (Asintel) Kejati Lampung Sarjono Turin, Selasa (11/9).
Dijelaskan, Sarjono, nantinya laporan yang masuk dari masyarakat akan dipelajari terlebih dahulu. Setelah layak maka akan dibuatkan surat perintah tugas untuk melakukan penyidikan. “Kita tidak pandang bulu, kalau ada bukti yang kuat, siapapun akan disikat,” tegas mantan penyidik Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat dihubungi Harian Fajar Sumatera.
Komentar Asintel ini, diragukan LSM dengan alasan, karena pihak PTPN 7, telah menjalin kerjasama dengan pihak penegak hukum. ”Sudah ada kerjasama antara PTPN 7 dengan institusi hukum wilayah sumatera selatan, Bengkulu dan lampung yang terjadi sejak tahun 2001,” kata Roni Ketua LSM Fokal, kemarin.
Bahkan, Gabungan LSM ini, mempertanyakan tugas dan tanggung-jawab Kejaksaan, jika hanya menunggu data dan laporan saja.
Untuk itu, Gabungan LSM ini, akan bergerak ke Jakarta guna melaporkan dugaan Mark Up tersebut, ke Kementrian BUMN dan KPK.
Sebelumnya, diberitakan adanya Indikasi KKN yang dilakukan bersama-sama dan tersistem di lingkungan BUMN seperti di PTPN 7 (Persero), rupanya sudah sampai ke tingkat jajaran petinggi Direksi. Karena itu, diperlukannya penindakan tegas oleh instansi terkait terutama aparat penegak hukum.
Dugaan KKN ini terungkap setelah gabungan empat LSM peduli dalam menyelamatkan BUMN yang terdiri dari LSM Fokal, Gamapela, LPKP dan Demokrasi Sejati, menyuarakan indikasi Penggelembungan (Mark Up) puluhan miliar yang dilakukan jajaran Direksi PTPN 7 sejak tahun 2008 hingga 2011.
Hal ini dikatakan Aszari Zahroni, Ketua LSM Fokal, selaku koordinator lapangan, saat melakukan orasi, kemarin, di depan kantor pusat PTPN 7 Kedaton Bandarlampung.
Dalam orasinya, gabungan LSM ini meminta pihak terkait melakukan audit, investigasi, menyelidiki hingga menyeret para pelakunya ke ranah hukum guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Kami meminta agar dilakukan penyelidikan, karena mark up ini dilakukan sejak tahun 2008 dan diketahui petinggi di PTPN 7,” kata Roni.
Diungkapkan Roni, bahwa mark up yang dilakukan di antaranya, perbaikan oil purifler tahun 2008 di Unit Usaha Bekri dengan mark up sebesar Rp800 juta, pengadaan delapan unit pompa air irigasi tahun 2009 di Unit Usaha Cinta Manis, sebesar Rp8,660 miliar, pengadaan tiga unit mesin pres di unit usaha Bekri tahun 2011, mark up senilai Rp3,650 miliar.
“Sedangkan untuk pengadaan coling tower sebanyak dua unit di unit usaha Cinta Manis dan Unit Usaha Bungamayang, diduga terjadi mark up sekitar Rp2,170 miliar,” ungkap Ketua LSM Fokal ini.
Selain itu, lanjutnya, uang negara dihambur-hamburkan dengan cara mengucurkan dana sebesar Rp1 miliar guna menjalin kemitraan bersama salah satu LSM. “Ini sudah terjadi sejak tahun 2008 belum lagi kontrak kerjasama dengan institusi hukum wilayah Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung yang sudah terjadi di tahun 2011,” lanjutnya.
Adanya KKN tersebut, jelasnya pula, tidak terlepas dari kerjasama antara pihak PTPN 7 yang ditanda tangani Direktur Pemasaran, Keuangan, Manager Pengadaan, Tenik, Sekretariat, Kaur Tenik, Pengadaan dan Keuangan.
“Ini baru sebagian KKN yang dilakukan Direksi PTPN 7. Masih banyak lagi proyek pengadaan dan pekerjaan yang terjadi dan dilakukan bersama-sama. Untuk itu, kami minta agar dibongkar hingga ke akarnya,” pinta Roni.
Gabungan LSM ini dengan tegas menyatakan sikap meminta pihak terkait membersihkan PTPN 7 dari para koruptor dan mengambil langkah hukum guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.