Di tahun 2012 ini sejak bulan Maret, banyak hari-hari khusus yangberkaitan dengan lingkungan hidup. Mulai dari Hari Air Sedunia 22 Maret, Hari Bumi Sedunia tanggal 22 April, Hari Internasional untuk Keanekaragaman Hayati tanggal 22 Mei sampai Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni. Di Indonesia, khususnya Jakarta, rangkaian peringatan ini dipuncaki dengan diadakannya Pekan Lingkungan Hidup 2012 dari tanggal 14 sampai 17 Juni 2012 di JCC Senayan. Kemeriahan acara ini dibuktikan dengan banyaknya peserta dari perusahaan swasta besar yang menunjukkan program-program bernuansa lingkungan. Kami mencoba memfollow up adanya kerja sama dengan beberapa perusahaan tersebut. Apa jawaban yang didapat? Mayoritas dari mereka mengatakan, "Maaf, untuk saat ini kami belum bisa membantu, karena jadwal terlalu mepet" atau "Maaf, kami sudah ada jadwal kegiatan lain saat ini, mungkin lain kali ya..." Suatu jawaban formalitaskah ini? Pada tanggal 26 Juni yang lalu, kami pun menyelenggarakan Seminar di bidang lingkungan dengan tema, "Sistim Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Komunitas Sebagai Salah Satu Upaya Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca". Alhamdulillah, antusiasme masyarakat pemerhati lingkungan cukup baik, dibuktikan dengan kehadiran 72 orang dari target 100 orang. Apa yang menjadi sasaran kami, adalah munculnya kesamaan pandangan akan betapa pentingnya dilakukannya kegiatan-kegiatan pengelolaan sampah domestik masyarakat sesegera mungkin di mana pun kita berada. Setelah acara itu, kami memfollow up kepada pihak-pihak yang berpeluang untuk diadakannya kerja sama antara kami sebagai trainer dan tenaga ahli di bidang pengomposan dengan mereka dari beberapa komunitas, ternyata pun belum ada yang betul-betul serius meresponnya. Sekali lagi, apakah kegiatan semacam ini sebatas formalitas? Sepertinya di antara kita masih banyak yang terlena oleh rutinitas kesibukan keseharian yang menyita waktu dari subuh sampai isya. Setelah pulang yang dihadapi rengekan anak atau permasalahan rumah tangga lainnya. Sungguh, kita masih sangat beruntung tinggal di bumi yang meskipun dalam kondisi sakit, masih bisa menghidupi ratusan juta penghuninya. Apakah masih perlu diturunkan teguran berupa tsunami, gempa bumi, banjir bandang atau badai taufan, padahal sudah begitu seringnya kita mendengar terjadinya musibah di negeri ini. Jika kita sempat merasakan sejenak teriknya matahari kita saat ini, pastilah akan terasa sengatannya di pagi hari lebih panas dibandingkan beberapa tahun sebelum ini. Sebenarnya ini adalah satu contoh bukti adanya pemanasan global. Karena di sini tidak ada salju atau gunung es, maka kita tidak bisa melihat betapa cepatnya kenaikan suhu udara itu. Pemanasan global terjadi, disebabkan oleh banyaknya polusi udara dari asap pabrik, asap knalpot dan pembakaran sampah atau pembakaran lahan hutan/pertanian. Bagi kita yang tinggal di perkotaan, apa yang bisa kita lakukan adalah menangani apa yang paling dekat dengan keseharian kita, yaitu sampah. Sampah ya sampah. Sesuatu yang butuh tindakan nyata, bukan hanya formalitas. Dibiarkan, dia akan membusuk dan menimbulkan bau. Diurusi, tetapi setengah-setengah, dia akan menumpuk dan membuat lingkungan kotor, jorok dan merusak pandangan. Jika dibakar, wah itu sudah dilarang Undang Undang No. 18. Jadi, mau nggak mau ya harus ditangani secara serius. Pertanyaannya : Siapa yang mau mengurusi dengan serius? Pemerintah? KLH? PU? Dinas Kebersihan? Tukang sampah? Para pemulung? LSM lingkungan? Jadi siapa dong? Menurut saya ya semua kita harus terlibat, lha wong kita yang menghasilkan sampah itu kok. Kesimpulannya, jangan urusi lingkungan, khususnya sampah,
ala basa basi (baca : formalitas)! Kita harus kerja keras bersama-sama untuk memperbaiki kondisi lingkungan kita! Ramahlah terhadap lingkungan, maka lingkungan pun akan ramah kepada kita. Salam lestari!
KEMBALI KE ARTIKEL