Warga biasa memanggilnya Pak RW. Jabatan struktural itu telah diembannya berkali-kali. Tak heran bila sebutan itu telah menyatu dengan dirinya. Rasanya tak ada warga yang tak mengenalnya. Namun, banyak warga yang menggelengkan kepala bila ditanya siapa nama yang empunya jabatan itu.
Sikap tak betah diam Pak RW menjadikannya tokoh populer dalam grup Whats App kami. Hampir setiap hari ia mengirim pesan yang beragam. Ada kalanya ia memposting meme-meme lucu orang bersepeda, sebagaimana kegemarannya. Ada kalanya ia mengirimkan pesan-pesan motivasi. Dan tak jarang ia membuka percakapan bernada gurauan kepada anggota grup.
"Dasar wong gendeng Si Sanip itu" kata Pak RW satu ketika. Sanip adalah kenalannya, sesama penggila sepeda.
"Ia lima bulan bersepeda. Ikut turing bersama kelompoknya. Pas pulang, istrinya minta cerai", sambung Pak RW disertai tawa.
Kami terbiasa mendengar cerita-cerita lucu dari Pak RW. Saat berada di dekatnya, cerita semacam itu yang kami nantikan. Dan sepertinya Pak RW memahami aspirasi kami. Saat berkumpul, tanpa diminta ia berkisah tentang hal-hal dalam keseharian yang telah disentuh oleh kepiawaiannya bercerita sehingga menjadi lucu.
***
"Himbauan". Demikian postingan Pak RW siang itu. Pesan yang sedikit panjang itu ditulisnya dengan huruf tebal. Pak RW meminta warga untuk tidak berobat ke Puskesmas, tak jauh dari lingkungan tempat tinggal kami. Diungkapkan dalam postingannya fakta dua tenaga medis yang terpapar virus Korona. Pak RW menyarankan warga untuk pergi ke tempat lain saat berobat.
Tak lama berselang, lalu lintas pesan di grup kami meningkat. Warga berlomba untuk mengirim pesan, menanggapi himbauan tersebut. Banyak warga yang penasaran akan berita bombastis yang diangkat oleh Pak RW.
"Hoax itu, jangan dipercaya", tulis Kartiwan, warga senior.
"Terima kasih infonya, Pak RW", tulis Emy, warga yang terkadang suka sok bijak.
"Pak RW harus menghapusnya sebelum dilaporkan ke polisi", tulis Kartiwan lagi.
Suasana menjadi panas. Silang pendapat berseliweran memenuhi grup yang biasanya sepi itu. Pak RW mendapat respon luar biasa untuk postingannya yang satu ini. Melebihi postingan mana pun yang pernah ia ketik dari hand phonenya.
***
Panasnya isu yang diangkat Pak RW teraba sampai jauh. Peredaran himbauan yang ditulisnya melintasi batas kewilayahan. Pesan itu tidak saja beredar dalam grup warga yang anggotanya terbatas. Pesan itu terbaca juga oleh Bu Lurah yang tinggal di wilayah berbeda, dan Pak Kahar yang seorang polisi di RW tetangga.
Pak RW dimintai keterangan untuk postingannya. Ia diundang ke kantor kelurahan. Tak kurang, Bu Lurah memberikan klarifikasi atas keterangan yang disampaikan Pak RW dalam himbauannya itu. Dalam grup kami, Bu Lurah menyampaikan bila dua tenaga medis yang terpapar itu telah ditangani secara semestinya dan tengah menjalani masa karantina.
Akan halnya warga dalam grup kami, mereka terbelah menyikapi apa yang dialami Pak RW ini. Sebagian mengapresiasi inisiatif cepat dari Pak RW dalam melayani warganya. Sebagian yang lain menyalahkan langkah Pak RW dan menganggapnya bertindak melebihi batas kewenangannya. Pak RW tak kompeten menyampaikan hal seputar Korona, kata mereka.
***
Pesan yang ditulis Pak RW itu tak bergairah seperti sebelumnya. Ia menulis singkat berisi permohonan maafnya atas kekeliruan langkahnya pada postingan sebelumnya. Pak RW mengakui bila dirinya tidaklah pantas menyampaikan informasi tersebut. Pak RW menyadari dirinya tidak memiliki kompetensi untuk menyampaikan fakta seputar virus yang menjadi pandemi ini.
Menyertai rasa bersalahnya, Pak RW berterima kasih atas kebersamaan warga dalam menghidupkan grup. Pak RW menyampaikan apresiasinya dan kegembiraannya selama menjadi anggota grup. Dan di akhir cerita, Pak RW pamit. Ia mohon diri keluar dari grup. Layar WA kami pun mengabadikan keputusan Pak RW. Nomor Pak RW tertulis, disertai pesan "telah keluar dari grup".
Kami tercengang. Tak percaya dan merasa kehilangan pada sosok Pak RW.