Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Lebih Banyak Mendengar dan Melihat daripada Berbicara

11 Februari 2012   19:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:46 284 0
Iqro merupakan kata pertama yang didengar oleh Nabi Muhammad SAW saat beliau mendapatkan wahyu ayat Al Qur'an yang pertama. Budaya Iqro yang telah luntur dari negara Indonesia ini merupakan salah satu penyebab carut marutnya pemerintahan dan Negeri ini, jadi dengan kata lain kunci dari permasalahan yang membelit Negeri ini adalah berkurangnya Iqro ditanamkan pada masyarakat terutama generasi muda.
Paragraf di atas merupakan pengantar untuk membuka hati kita, pikiran kita, serta perbuatan kita agar lebih bijak dalam menyikapi masalah. Iqro yang artinya adalah "bacalah" sehingga mengerti, paham, dan mendalami, untuk mendalami, mengerti, dan memahami tidak hanya kita peroleh dengan membaca tetapi dengan mendengar dan melihat sesuatu permasalahan dengan baik. Hal di atas sangat berlawanan dengan keadaan Negara Indonesia saat ini, bagaimana tidak setiap terjadi suatu peristiwa seolah-olah semua orang berlomba-lomba untuk berkomentar padahal orang tersebut tidak menguasai substansi permasalahan yang dikomentarinya. Boleh dibilang Indonesia juara 1 kalo masalah komentar, sayangnya dalam SeaGame atau Olimpiade cabang komentar tidak dipertandingkan.
Tidak jarang akibat komentar seseorang terhadap suatu peristiwa berujung pada tindakan-tindakan anarkis hal tersebut dikarenakan penafsiran masyarakat terhadap komentar yang dilontarkan kurang tepat, atau bahkan komentar tersebut secara terang-terangan memprofokasi masyarakat.
Contoh nyata adalah peristiwa pencurian sendal yang terjadi di Palu sulawesi tengah, Stasiun TV memberitakan anak 15 tahun mencuri sendal dituntut 5 tahun, sehingga banyak kalangan langsung protes bahkan mengumpulkan sendal bekas untuk dikirim ke Kapolri. Padahal kalo kita menyimak baik-baik Pasal 362 KUHP yang tertulis "ancaman maksimal 5 tahun" berarti apakah akan dituntut 5 tahun ?? jawabanya belum tentu bisa saja 1, 2, 3, atau 4 tahun kan 5 tahun penjara adalah hukuman maksimal. Bahkan terdakwa adalah anak, yang tentunya akan mempunyai pidana berbeda dengan pidana orang dewasa sebagaimana tercantum dalam pasal 25 dan pasal 26 Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang Peradilan anak.
Selain ancaman pidana yang berbeda terhadap anak, kalo kita simak baik-baik setiap amar putusan yang dibacakan hakim akan terdapat unsur yang memberatkan dan unsur meringankan yang menjadi salah satu tolok ukur seorang hakim dan jaksa dalam menuntut dan menjatuhkan pidana. Semua telah diatur sedemikian rupa didalam undang-undang, kalo tanpa membaca, mempelajari terlebih dahulu kita langsung menyimpulkan suatu masalah itu akan sangat berbahaya apalagi dalam ranah hukum. Seperti halnya kasus pencurian kakau oleh seorang nenek, pencurian biji kapas oleh 4 orang jangan kita politisir tanpa membaca atau mempelajari terlebih dahulu, karena semua sudah diatur dalam undang-undang, jangan sampai terulang kembali perkara 2 pimpinan KPK yang di diponering oleh Kejaksaan. Kalo saja masyarakat lebih dalam mempelajari apa itu diponering maka saya yakin semua menginginkan diponering tersebut tidak terjadi waktu itu. Mari kita melihat sesuatu hal dengan kafah “menyeluruh” jangan setengah-setengah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun