Sudah lebih dari dua bulan, Andri Tedjadharma terkurung oleh kondisi kesehatan yang terus memburuk. Empat kali ia harus masuk rumah sakit. Setiap detik adalah perjuangan melawan rasa sakit. Diawali dengan diagnosis demam berdarah dengue (DBD), diikuti tipes, hingga kini imunitasnya jatuh drastis. Tubuhnya menjadi rentan, nyaris tak mampu bertahan.
"Saya tidak bisa bergerak. Sedikit saja tubuh ini beraktivitas, saturasi oksigen langsung turun dari 95 ke 86. Napas saya sesak, seperti dihimpit dunia," tulisnya lewat WhatsApp. "Sekarang saya hanya bisa bergantung pada oksigen tabung," tambahnya dengan getir.
Membaca kata-kata itu, hatiku sedih. Aku mencoba membayangkan apa yang beliau rasakan, namun kesakitan seperti itu sulit direngkuh oleh sekadar imajinasi. Napasku terasa berat, seakan turut terbebani. Dalam keheningan, aku memanjatkan doa: *Ya Allah, berikanlah kekuatan dan kesehatan kepada beliau. Tuntaskanlah segala beban berat yang telah terlalu lama ia pikul.*
Perjuangan Melawan Ketidakadilan
Di tengah tubuh yang rapuh, Andri Tedjadharma tidak menyerah. Dua perkara besar menjadi fokus perjuangannya. Pertama, gugatan perbuatan melawan hukum sebesar Rp11 triliun terhadap Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (171/G/2024/PN.JKT.PST). Kedua, mengajukan keberatan atas pemanggilan anaknya, Rudolf Yustian.Â