Sudah berapa windu engkau pergi?
Aku ingin lupa, tetapi namamu berdegup di dada kiri
Suara merdu memukau
Antara aku dan sisa-sisa engkau
Betapa Tuhan sedang mengajariku kebal akan getir
Yang aku lakukan tinggal menjalani takdir
Jejak tempo hari adalah bait-bait elegi
Saat engkau mengetuk jendela, membisikkan puisi
Di suatu ketika, langit merah saga
Embusan bayu membuat pepucuk randu menjura
Kemudian terbaca hanya keheningan
Bersamaan waktu yang gegas meninggalkan
Namun engkau tetap yang paling ada
Meski terkadang tempatku menjatuhkan air mata
Walaupun demikian ...
Dadaku selalu penuh kegembiraan
Sebab Tuhan begitu bijaksana
Menjaga engkau dengan selayaknya
Sumedang, 29 Oktober 2024