Di gigir sunyi, tertinggal sebuah puisi
Hitam pekat sekujur tubuhnya
Mungkin, telah bernaung yang segala
Aku rengkuh dengan kerelaan
Membiarkan puisi jatuh ke pelukan
Sebuah puisi dimanjakan angin waktu
Juga oleh sepasang mata di jariku
Sambil meniup-niup hurufnya
Satu per satu sampai semua
Mencuatkan nyala amat benderang
Terangnya lebih dari kunang-kunang
Sementara di tengah kewarasan
Bahagia semakin tampak kelihatan
Tetapi puisi tak berkata-kata istimewa
Ia cukup memilih serupa doa
Dan kemudian aku ...
Seperti kembali menjadi diriku
Sumedang, 19 Juni 2024